Sembari menikmati jambu kristal pagi ini, ingatan melayang ke masa kecil. Jangankan jambu kristal yang besar dan berdaging tebal, jambu biji yang dagingnya setipis kulit ari dan penuh dengan biji, kala itu mendapatkan yang kuning ranum sudah membuat girang sekali.
Jaman dahulu, bahan pangan dan makanan masih belum se-melimpah saat ini. Meski begitu, ketersediaan sumber daya alam masih sangat melimpah , dan lingkungan alam yang sangat baik. Kini, bahan pangan banyak dan beragam, tapi tanpa kita sadari, sudah berapa banyak sumber daya alam yang terkuras demi ketersediaan bahan pangan tersebut.
Pernah membaca tulisan bahwa di Jerman, security sosial akan memberi denda beberapa Euro bagi pengujung restoran yang tidak menghabiskan makanan jika ada yang melaporkan. Meski dengan dalih pengunjung telah membayar semua makanan tersebut, karena bagi mereka, uang itu bisa jadi milik personal, tapi sumber daya alam adalah milik bersama.
Lalu bagimana dengan kita hingga hari ini?
Kulineran yang akhir-akhir ini semakin meningkat trendnya, bahkan bisnis kuliner masih cukup menjanjikan. Tempat yang dulu hanya ada satu atau dua warung kopi atau nasi pecel, kini berderet-deret warung dan tempat makan.
Tidak salah, sama sekali tidak ada yang keliru dengan budaya kulineran atau menjamurnya warung dan tempat makan.
Yang membuat miris adalah, ketika banyak sisa makanan yang terbuang dan jadi residu kulineran.
Belum lagi acara jamuan makan lainya seperti kondangan pernikahan, sunatan, ulang tahun atau sekedar perayaan hari-hari tertentu. Tak jarang kita melihat, dengan dalih mumpung, piring-piring yang penuh makanan, lalu bersisa. Segala macam hidangan yang ada, masuk ke piring yang ujung-ujungnya tidak termakan. Mubazir!
Sampah makanan (food waste) bahkan menjadi ancaman rusaknya lingkungan karena gas metan yang dihasilkan, mencemari udara dan merusak lapisan ozon.
Di tahun 2016 saja, Food Sustainability merilis sampah makanan di Indonesia berkisar diangka 300 kg pernah orang per tahun.
Kemudian Perwakilan Badan Pangan PBB (FAO) merilis bahwa sampah makanan yang dihasilkan di negeri ini berkisar 13 juta ton per tahun, setara dengan makannya 28 juta orang. Dan jika dirupiah kan akan senilai Rp. 27 Milyar. Tak heran, Indonesia menduduki negara no 2 di dunia sebagai penghasil sampah makanan.
Miris, karena beberapa penduduk negeri ini masih kekurangan makanan. Bahkan tak jarang yang terkena gizi buruk dan stuting.
Apalagi jika melihat belahan negeri lain, beberapa negara hidup dalam ancaman kelaparan.
Jika negeri se makmur Jerman saja, tidak gengsi menyajikan makanan yang tidak berlebihan. Apalagi kita yang tidak makmur - makmur amat, tak perlu gengsi dengan pesan banyak makanan atau menyajikan aneka ragam makanan yang berujung pada kemubaziran.
Tidak perlu malu kita menulis di depan meja hidangan ketika ada jamuan makan, "Ambilah yang sanggup anda habiskan".
#KLIP2020
#Januari9
Komentar
Posting Komentar