Langsung ke konten utama

Mutasi : dari Balikpapan ke Nunukan


Tetiba hari ini teringat peristiwa setahun setengah yang lalu. Tepatnya sehari menjelang cuti bersama lebaran 2018. Hampir seharian terlewat memantau whatsApp karena kesibukan menyiapkan ta'jil berbuka puasa untuk masjid yang ada di komplek rumah dinas kami. Hari ini menunya harus istimewa karena besok sebagian besar penghuni komplek akan meninggalkan Balikpapan menuju homebase masing-masing. 

Setelah semua beres sambil ngabuburit menunggu adzan maghrib berkumandang moment yang ditunggu - tunggu kan disetiap hari di bulan Ramadhan, kubuka gawai dan membuka beberapa aplikasi terutama WA.
Segera nampak notifikasi disalah satu grup. Tumben nih wagrup ibu-ibu komplek perumahan kali ini rame. Padahal dalam dunia nyata di komplek kami, dari 40 an lebih rumah yang ada di perumahan ini hanya tujuh rumah yang mempunyai nyonya, selebihnya dihuni oleh bulog alias bujang lokal, itu tuh para suami yang dinas di kota ini tapi  para istrinya bertahan di homebase.

"Selamat ya Bu.. Bla... Bla... Bla."
Auto mak deeeeeeg gitu deh rasanya, jangan-jangan si Abi mutasi nih. Satu topik yang selalu membuat heboh di grup wa kami hanya mutasi.  Selebihnya biasa saja. Di grup para istri pun tak kalah dengan grup para suami dalam hal permutasian ini. 

Berjuta rasanya mendengar khabar itu. Campur aduk antara seneng, sedih, penasaran wes opo waelah nggak bisa ditulis dengan kata-kata.
Mutasi kemana? 
Akan kemana lagi kita setelah ini?
Semetara, 2 anak yang di rumah lonjak - lonjak kegirangan, padahal belum tahu akan pindah kemana.

Begitu Abinya datang, langsung deh ditodong.
"Kita mutasi kemanaaa....? Ayo jelaskan....! "
"Tuh lihat sendiri sk-nya, yang jelas nggak sampai Papua, "jawabnya santai.

Duh, kemana nih. Sudah puluhan nama dan kota yang terbaca sambil gemeteran nggak nemu juga. Sampai masuk waktu maghrib pun belum ketemu. Pasrah dan semoga yang terbaik doa kami di waktu sholat magrib. 

" Nunukan - Kalimantan Utara, "ujar si Abi sepulang dari masjid. 

Selanjutnya hari-hari diisi dengan sebuah nama: Nunukan.
Seperti apakah disana. Sepanjang karier Abi sejak menempatkan baru dua kota Samarinda dan Balikpapan.  Meski berkali-kali rotasi tetap jatuhnya di kantor - kantor yang ada di 2 kota tersebut. Berputar dari kantor pajak pratama, lalu madya dan kanwil.

Sejak hari itu, upaya mencari informasi sebuah kota yang terletak di ujung utara pulau Kalimantan bagian Indonesia.
Setahun setengah yang lalu, masih minim informasi. Goggle search, goggle maps maupun youtobe belum memuaskan rasa ingin tahu daerah yang akan kami tinggali. Tidak seperti sekarang, drone mulai menjamur dan kanal-kanal youtobe mulai meliput bahkan wilayah liliput sekalipun.

Kami  sudah memutuskan untuk selalu bersama dimana pun suami bertugas. Maka semenjak sk mutasi itu keluar, aku resign mengajar di sebuah sekolah yang sudah 17 tahun dijalani. Tiga anak yang masih tinggal bersama kami, akan homeschooling meski dua diantaranya sudah sedari awal tidak sekolah formal.

Usai lebaran, mulai bersiap-siap pindahan. Mulai dari melego barang-barang yang tidak akan kami bawa nantinya sampai membereskan segala urusan. Hampir 18 tahun tinggal di Balikpapan tentu bukan hal yang mudah meninggalkannya, berasa sudah menjadi kampung halaman ke dua.

Yang terberat bagi kami adalah melepas koleksi buku-buku keluarga. Butuh menata hati terutama hati anak - anak untuk mengikhlaskan 2/3 buku - buku bacaan mereka ditinggal. Sepertiga dari buku-buku itu saja masih harus menyediakan empat bulan kontainer untuk kami kirim melalui ekpedisi.
Koleksi buku kami, yang di donasikan sebanyak 1 lemari dan beberapa kardus ini (foto : pribadi) 

Melihat foto ini sedikit mengurangi rasa kangen pada koleksi buku kami. Semoga masih terawat dengan baik (foto : pribadi) 


Setelah hampir sebulan berkutat dengan aneka pengepakan. Akhirnya kami berangkat menyusul Abi ke Nunukan.
Selamat datang pada tempat baru,  kota kecil di sebuah pulau di leher pulau besar Borneo.

#KLIP2020
#Januari6

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film Pendek Tilik : Antara Tradisi dan Literasi Digital

Sumber : IG ravacanafilm Beberapa hari ini mulai trending film pendek " Tilik ". Film yang sebernarnya sudah di produksi pada tahun 2018 ini sudah ditonton 1,8 juta kali, disukai oleh 144 ribu dan subscriber chanel ini langsung melonjak pernah hari ini menjadi 6,4 ribu. Film pendek garapan Ravacana bekerja sama dengan dinas kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta ini telah beberapa kali ikut festival diantaranya : Winner piala maya tahun 2018 sebagai film pendek terpilih Official selection Jogja -Netpac Asian festival 2018 Official selection word cinema Amsterdam 2019 Film ini mengunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya dengan dilengkapi teks berbahasa Indonesia.  Dan salah satu daya tariknya adalah dialog -dialog berbahasa Jawa yang sangat akrab bagi masyarakat Jawa. Terlebih bagi orang Jawa yang merantau, tentu dialog dalam film ini sedikit mengobati kangen kampung halaman.  Setting tempat dan suasana yang kental dengan nuansa pedesaan di Jawa. Jalan

Lembah Long Ba : Menunggu

Part 6. Menunggu Tinggal sedikit lagi tubuhku lenyap dihisap bayangan hitam itu, seketika aku teringat gambaran Dementors, sebuah roh jahat yang hanya bisa dikalahkan oleh mantra expecto patronum nya Harry Potter dari gurunya Remus Lupin. Lalu cahaya putih menghalangi makhluk itu sehingga tidak bisa menyentuhku. Setelahnya, di dadaku terasa ada yang menyentuh, agak keras namun dingin rasanya. Tiba-tiba aku seperti mendapat suntikan energi, hingga akhirnya bisa membuka mata. Yang pertama tertangkap mata adalah ruangan berdinding putih. Aku berada di sebuah ranjang beralas warna putih juga. Tanganku tak bisa digerakkan, ternyata ada sebuah selang dan jarum menancap di dekat pergelangan tanganku. Belum sempat kuedarkan pandang menyapu seluruh ruangan, Bapak kepala kampung mendekat. "Pak Tegar… . " Disebutnya namaku pelan. Aku hanya bisa mengangguk pelan. "Syukur Alhamdulillah Pak Tegar sudah siuman, " sambung Pak Jauri. Rupanya mereka yang membawaku ketempat ini. Semac

Sekilas Tentang Sapardi Djoko Damono

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu." Ada yang ingat puisi karya siapakah ini? Sapardi Djoko Damono. Iya tepat sekali. Petikan puisi di atas adalah salah satu bait puisi yang romantis dan sangat terkenal, bahkan sering dikutip untuk undangan pernikahan, kalender, poster, dan banyak lagi.  Sastrawan yang produktif menghasilkan karya ini, sering mendapatkan penghargaan atas karyanya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Anugrah Habibie Award XVIII tahun 2016 pada bidang kebudayaan mengukuhkan namanya sebagai sastrawan terdepan masa kini. Pada tahun 2003, mendapat penghargaan Achmad Bakrie sementara Anugrah SEA Write Award yang telah lebih dahulu diraihnya. Biodata Sapardi Nama : Sapardi Djoko Damono Tempat tanggal lahir : Solo, 20 Maret 1940 Pekerjaan : Sastrawan, Guru Besar Tanggal Meninggal : 19 Juli 2020 Istri : Wardiningsih Anak : Rasti Suryandani dan Rizki Hendriko  Sekilas tentang kehi