Langsung ke konten utama

Pelajaran Sederhana dari Orang Sederhana

Di pasar tadi pagi.

"Daun singkong berapa seikat Bu? " tanyaku
"Lima ribu dua ikat. " jawab ibu tua penjual. Tak banyak yang dijual, hanya beberapa ikat daun singkong, kancang panjang dan sesisir pisang.
Kulihat ada juga daun singkong di lapak besar, tapi aku sengaja membeli sayuran di lapak-lapak sederhana yang isi dagangannya tidak banyak, apalagi jika penjualnya sudah agak tua. Menurutku mereka benar-benar berjualan untuk makan sehari-hari, dan tidak banyak untung yang didapatnya.
"Baik Bu, saya ambil 1 ikat saja, karena tidak masak banyak, dirumah kami hanya tinggal 3 orang saja, berapa kalau 1 ikat?"
"Seikat 3 ribu."
Kuangsurkan uang senilai 4 ribu rupiah, karena disini uang seribuan agak susah dijumpai. Andaipun nanti tidak ada kembaliannya, susah ku ikhlaskan saja seikat daun singkong itu seharga 4 ribu rupiah.
Kulihat, ibu penjual itu menyiapkan kembalian. Maka sambil menunggunya, kulihat sesisir pisang raja yang ranum dan berapa biji sudah matang.
"Pisangnya berapa Bu? "
"Oh itu, 20 ribu. Boleh deh 18 ribu." jawab penjualnya
"15 ribu bolehkah? "kucoba menawar, meski dengan harga 18 ribu itupun sudah cukup murah. Bagaimana tidak, pisang raja masak pohon dengan tanda adanya jarak antar buah sehingga tampak lebih mekar. Dan matangnya juga tidak serentak, jadi aman dari obat semprot pematangan buah.
" Belum boleh, 18 ribu pas sudah, "jawab penjual.
" Saya ambil ya pisangnya, sepakat sudah 18 ribu. "sahut ku sambil mengangsurkan uang senilai 18 ribu.

Selesai membayar, aku beranjak pergi dan masuk kedalam pasar melanjutkan belajar yang lain.
Setelah semua beres, kutuju motor yang tepat terparkir tidak jauh dari ibu penjual daun singkong dan pisang tadi.
" Bu..sebentar, sini dulu! "teriak ibu penjual daun singkong. " Ini uangnya lebih, ibu ngasihnya kelebihan. Nggak enak saya, kepikiran tadi. "sambungnya.
" Nggak Bu, sudah bener kok. Daun singkong 3 ribu, saya bayar pakai uang 4 ribu dan ibu kembalikan seribu. Trus pisangnya saya bayar 18 ribu dengan uang 10 ribuan, 5 ribuan dan 3 ribuan. "
"Oh gitu, saya kira kelebihan tadi, saya takut. "

Sepanjang perjalanan pulang, pikiranku tidak dapat lepas dari peristiwa itu. Betapa seorang yang sederhana sangat berhati-hati dengan harta yang didapatnya, tidak ingin ada harta haram yang bukan menjadi haknya.
Lalu, pada dunia yang lebih luas lagi. Betapa mudahnya para pemegang amanah, yang seharusnya amanah harta yang dititipkan untuk dikelola, jadi khianat.
Terbayang rasa sedih dan kecewanya, para perindu Baitullah yang mengumpulkan receh demi receh untuk ibadah umroh, tapi gagal berangkat karena travelnya bermasalah.
Terbayang, harap-harap cemas nasabah dari sebuah lembaga keuangan yang terancam gagal bayar karena korupsi besar-besaran di lembaga itu.
Juga di banyak kasus lain dinegeri ini. Dimana rakyat kecil hanya menjadi subyek, sementara mereka berpesta pora dengan  uang yang seharusnya layak digunakan untuk kesejahteraan masyarakat banyak.

Jika di dunia setega itu, lalu sanggupkah mereka mempertagungjawabkannya kelak?
Tiada yang lebih mengerikan selain matinya nurani.

Pelajaran sederhana dari orang - orang yang sederhana, yang mempu menjaga amanah dengan baik, yang berhati-hati dalam mencari harta yang halal.
Dan sungguh, kemuliaan manusia tidak ditentukan oleh harta yang dimilikinya, rupa bagusnya, juga penampilan terbaiknya. Tapi kemulian manusia terpancar dari kemuliaan hati dan kebaikan prilakunya.

#KLIP2020
#Januari20

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film Pendek Tilik : Antara Tradisi dan Literasi Digital

Sumber : IG ravacanafilm Beberapa hari ini mulai trending film pendek " Tilik ". Film yang sebernarnya sudah di produksi pada tahun 2018 ini sudah ditonton 1,8 juta kali, disukai oleh 144 ribu dan subscriber chanel ini langsung melonjak pernah hari ini menjadi 6,4 ribu. Film pendek garapan Ravacana bekerja sama dengan dinas kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta ini telah beberapa kali ikut festival diantaranya : Winner piala maya tahun 2018 sebagai film pendek terpilih Official selection Jogja -Netpac Asian festival 2018 Official selection word cinema Amsterdam 2019 Film ini mengunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya dengan dilengkapi teks berbahasa Indonesia.  Dan salah satu daya tariknya adalah dialog -dialog berbahasa Jawa yang sangat akrab bagi masyarakat Jawa. Terlebih bagi orang Jawa yang merantau, tentu dialog dalam film ini sedikit mengobati kangen kampung halaman.  Setting tempat dan suasana yang kental dengan nuansa...

Bukan Anak Pantai

Dulu saat pertama kali main keluar rumah Melalui dua jalan besar Dan kedapatan main di tepi laut dekat rumah Enaknya panik, hingga keluar nasehat panjang Lalu emak sadar, apalagi jaman kecil si emak juga suka ngelayap di alam terbuka dari sawah, sungai  hingga hutan Udah Dek...bebas deh main dialam asal izin dulu mau kemana, sama siapa dan aman  Di saat terakhir tinggal di Balikpapan, hobby mancingnya tersalurkan tiap sore di kolam dekat komplek. Kemudian setelah tinggal di Nunukan Mancing ke sungai, ngubek kolam, nyari ikan di laut dan main bola jadi kegiatan tiap hari. Luka  Biasa Anak lelaki ini,  biasa dapat luka.  Begitu Abinya menyemangati tiap pulang membawa luka Hingga suatu hari, terpeleset di dermaga pasar ikan Tergores tiram Luka dan berdarah "Nggak apa kan Bun..? Serunya sambil menahan tangis.  "Iya, nggak apa asal rajin diobati. Anak laki-laki Dek...biasa itu," Bunda menguatkan hati mesk...

Sastra dan Pelajaran Favorit di Sekolah

Buku-buku sastra akan jadi bacaan di sekolah, demikian reaksi para pengiat literasi ketika membaca berita bahwa sastra akan masuk kurikulum. Dalam rangka mengimplementasikan kurikulum merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong pemanfaatan sastra sebagai sumber belajar. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Standar Badan Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo dalam peringatan Hari Buku Nasional 2024. Karya sastra akan menjadi salah satu sumber belajar yang diharapkan dapat meningkatkan minat baca, mendorong berpikir kritis, dan mengasah kreatifitas. Jadi kebayang kan novel-novel sastra jadi bacaan siswa di sekolah. Ikut senang dengar berita ini, meski tak luput dari kritik dan kekurangan sih. Baru-baru ini seorang Budayawan, Nirwan Dewanto membuat surat terbuka yang intinya keberatan dengan buku panduan sastra masuk kurikulum. Termasuk buku puisinya yang dijadikan rujukan, dan masuk daftar bacaan atau buku-buku yang direkomendasi...