Langsung ke konten utama

Rezekiku Tak Kan Tertukar



Di Jum'at siang yang terik tadi, seseorang meluncur dari pusat kota Nunukan ke arah Sedadap yang jaraknya berkisar 17 km mengunakan kendaraan umum berupa angkutan kota (angkot). Sopir angkot ini anak muda berkisar 20 an tahun, sedangkan penumpang angkot itu hanya 3 orang.
Saat sampai di jalanan lurus kira-kira 11 km dari pusat kota, maklum jalan di kota ini berkelok-kelok meski bukan pegunungan, terlihat di depan beberapa angkot berhenti sejenak lalu pergi lagi meninggalkan calon penumpang, seorang Ibu dengan 3 orang anak.
Akhirnya, angkot dengan 3 penumpang tadi sampai di tempat si Ibu tadi dan berhenti.
"Apakah lewat Jalan Baru? " tanya si Ibu
"Iya Bu, " jawab si sopir angkot.
Alih-alih segera naik, si Ibu itu tetap diam mematung.
"Ada apa Bu? " tanya sopir angkot lagi.
Ragu si Ibu itu menjawab, "Tapi saya tidak punya uang buat membayar ongkos saya dan 3 anak saya ini, " jawab Ibu itu akhirnya.
"Ayolah Bu, tak mengapa. Naik saja. "
Maka naiklah si ibu dengan ke 3 anaknya tersebut sampai tempat yang dituju.
Sopir muda itu merelakan kursi kosongnya untuk ke 4 penumpang tersebut.
Setelah 200 meter dari tempat dimana penumpang gratis tersebut turun, turun pula seorang bapak. Diangsurkannya uang Rp. 100 ribu rupiah untuk membayar ongkosnya. Dan ketika Sopir angkot akan memberikan kembaliannya si Bapak itu menolak.
"Teruslah berbuat baik anak muda, " pesan Bapak itu. "Anggap aja Bapak membayar sekalian Ibu dan anaknya tadi, " lanjutnya sebelum berlalu.

Benar adanya, bahwa rezeki itu tak tertukar. Allah sudah menetapkan rezeki Ibu dengan 3 orang anak dan sopir muda tadi. 
Allah-lah yang menggerakkan beberapa angkot di depan mereka untuk berhenti sejenak dan pergi lagi. Allah pula yang menggerakkan angkot dengan sopir muda itu berhenti dan membawa Ibu beserta ke 3 anaknya serta menetapkan di dada bapak yang ada di angkot itu untuk membayar lebih pada sopir muda itu.

Layakkah kita ragu cara Allah membagi rezeki. Padahal dengan sangat jelas Allah menetapkan rezeki pada setiap makhlukNYA.
Allah menjamin rezeki setiap makhluk baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa sebagaimana dalil dalam Al Qur'an berikut ini:

"Tidak ada satupun yang bergerak di muka bumi ini kecuali Allah yang menanggung rizkinya." (QS. Hud: 6).

Juga dalam hadist berikut ini:

Kemudian diutus malaikat ke janin untuk meniupkan ruh dan diperintahkan untuk mencatat 4 takdir, takdir rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya.” (HR. Muslim 6893).

Selanjutnya, jatah rezeki kita tidak akan habis sampai ajal menjemput. Artinya selagi nyawa masih dikandung badan, rezeki kita masih akan tetap ada. Maka apapun kondisinya tak usah risau, ketika kita masih hidup, Allah masih menjamin keberadaan rezeki kita. Kita bisa jadi merasa kehilangan, di tipu orang, dihutangi orang nggak bayar-bayar atau kehilangan yang lain. Sejatinya itu bukan rezeki kita. Karena yang sudah ditetapkan menjadi rezeki kita tak akan ada seekor makhluk pun yang sanggup mengambilnya.

"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian tidak akan mati sampai sempurna jatah rezekinya, karena itu, jangan kalian merasa rezeki kalian terhambat dan bertakwalah kepada Allah, wahai sekalian manusia. Carilah rezeki dengan baik, ambil yang halal dantinggalkan yang haram.”(HR. Baihaqi dalam sunan al-Kubro 9640, dishahihkan Hakim dalam Al-Mustadrak 2070 dan disepakati Ad-Dzahabi)

Rezeki adalah segala sesuatu yang kita makan dan kita nikmati serta bermanfaat bagi kita.
Bukan yang kita simpan. Apapun bentuknya selagi masih belum memberi manfaat bagi kita, sudah pasti belum menjadi rezeki kita. Jangan pernah merasa aman dengan banyaknya tabungan atau timbunan harta, ketika Allah tidak menetapkannya sebagai rezeki, maka mudah saja semua itu lenyap tak memberi manfaat sedikitpun pada kita.
Sangat pas kalimat yang sering Bunda Septi utarakan dalam perkuliahan di Institut Ibu Profesional :

" Rezeki itu pasti, kemuliaanlah yang dicari"


#KLIP2020
#Januari17

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga, Tak Sekedar Ikatan Nasab

Gerimis kecil pagi itu tak menghalangiku duduk di boncengan motor pak suami. Meski di kota sedang tidak hujan deras, namun hujan di hulu sana, membuat Sungai Karangmumus meluap sehingga menyebabkan banjir sepanjang daerah aliran sungai itu. Titik terparah ada mulai dari depan Mall Lembuswana sampai Pasar Segiri. Setelah menerobos banjir dan mencari celah genangan yang tidak dalam pada gang-gang kecil sampai juga di kantor pak suami. Malam sebelum pak suami mengirim pesan bahwa pagi ini akan pergi dinas ke Balikpapan. Bak pucuk dicita ulam tiba, langsung aku menyatakan ingin ikut. Bagiku, ke Balikpapan adalah pulang kampung yang sebenarnya. Karena ada banyak " keluarga " di sana. Mengapa ada tanda petik pada kata keluarga? Mau tahu cerita selanjutnya? Oke, dilanjut ya. Keluarga seperti bukan keluarga Jadi sejak pandemi melanda negeri ini, ada dua kota yang begitu kurindukan. Pertama: Bojonegoro Di kota ini aku dilahirkan dan ibuku berada seorang diri tanpa anak kandung di sisi

Sekilas Tentang Sapardi Djoko Damono

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu." Ada yang ingat puisi karya siapakah ini? Sapardi Djoko Damono. Iya tepat sekali. Petikan puisi di atas adalah salah satu bait puisi yang romantis dan sangat terkenal, bahkan sering dikutip untuk undangan pernikahan, kalender, poster, dan banyak lagi.  Sastrawan yang produktif menghasilkan karya ini, sering mendapatkan penghargaan atas karyanya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Anugrah Habibie Award XVIII tahun 2016 pada bidang kebudayaan mengukuhkan namanya sebagai sastrawan terdepan masa kini. Pada tahun 2003, mendapat penghargaan Achmad Bakrie sementara Anugrah SEA Write Award yang telah lebih dahulu diraihnya. Biodata Sapardi Nama : Sapardi Djoko Damono Tempat tanggal lahir : Solo, 20 Maret 1940 Pekerjaan : Sastrawan, Guru Besar Tanggal Meninggal : 19 Juli 2020 Istri : Wardiningsih Anak : Rasti Suryandani dan Rizki Hendriko  Sekilas tentang kehi

Sastra dan Pelajaran Favorit di Sekolah

Buku-buku sastra akan jadi bacaan di sekolah, demikian reaksi para pengiat literasi ketika membaca berita bahwa sastra akan masuk kurikulum. Dalam rangka mengimplementasikan kurikulum merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong pemanfaatan sastra sebagai sumber belajar. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Standar Badan Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo dalam peringatan Hari Buku Nasional 2024. Karya sastra akan menjadi salah satu sumber belajar yang diharapkan dapat meningkatkan minat baca, mendorong berpikir kritis, dan mengasah kreatifitas. Jadi kebayang kan novel-novel sastra jadi bacaan siswa di sekolah. Ikut senang dengar berita ini, meski tak luput dari kritik dan kekurangan sih. Baru-baru ini seorang Budayawan, Nirwan Dewanto membuat surat terbuka yang intinya keberatan dengan buku panduan sastra masuk kurikulum. Termasuk buku puisinya yang dijadikan rujukan, dan masuk daftar bacaan atau buku-buku yang direkomendasi