Langsung ke konten utama

Lembah Long Ba : Menunggu


Part 6. Menunggu

Tinggal sedikit lagi tubuhku lenyap dihisap bayangan hitam itu, seketika aku teringat gambaran Dementors, sebuah roh jahat yang hanya bisa dikalahkan oleh mantra expecto patronumnya Harry Potter dari gurunya Remus Lupin. Lalu cahaya putih menghalangi makhluk itu sehingga tidak bisa menyentuhku. Setelahnya, di dadaku terasa ada yang menyentuh, agak keras namun dingin rasanya. Tiba-tiba aku seperti mendapat suntikan energi, hingga akhirnya bisa membuka mata.

Yang pertama tertangkap mata adalah ruangan berdinding putih. Aku berada di sebuah ranjang beralas warna putih juga. Tanganku tak bisa digerakkan, ternyata ada sebuah selang dan jarum menancap di dekat pergelangan tanganku. Belum sempat kuedarkan pandang menyapu seluruh ruangan, Bapak kepala kampung mendekat.

"Pak Tegar… . " Disebutnya namaku pelan. Aku hanya bisa mengangguk pelan.

"Syukur Alhamdulillah Pak Tegar sudah siuman, " sambung Pak Jauri.

Rupanya mereka yang membawaku ketempat ini. Semacam balai pengobatan. Pasti bukan di kampung lembah Long Ba karena setahuku di sana tak ada balai pengobatan.

"Oh iya, Pak Tegar kami bawa ke sini karena sudah tak sadarkan diri. Semoga segera membaik ya Pak. " Pak kepala kampung menjelaskan. "Sementara kami akan menunggu disini sampai ada hasil pemeriksaan sampel darah yang dari laboratorium yang dikirim tenaga medis ke kota kecamatan. Disini tak ada alat yang memadai,dan hanya bisa memberi pertolongan pertama. "

Setelah itu, Pak Jauri dan kepala kampung meninggalkan ruangan menuju rumah Pak Jauri. Oh rupanya balai pengobatan ini terletak di kampung Pak Jauri yang harus menempuh perjalanan hampir dua jam dari Long Ba. Simpai tetap berada di ruang perawatan menungguku. Meski menyisakan raut kecemasan, namun melihatku sudah sadarkan diri ia terlihat sedikit lega.


***

Dua hari dalam perawatan ada aku masih merasakan demam tinggi, kadang juga sesak nafas dan kepala berat, namun kesadaranku mulai pulih, tak lagi kulihat bayangan hitam mendekat. Saat malam hari aku pun bisa tidur dengan nyenyak.

Di hari ketiga ini, pagi-pagi sekali Pak kepala kampung dan Pak. Jauri datang menjenguk. Dua orang lagi datang setelahnya. Bapak Simpai dan Lelaki berkalung siung harimau. Hatiku tiba-tiba kebat kebit.

"Pak Tegar, tetua adat ingin mengadakan upacara tolak bala untuk Pak Tegar, " kata bapak kepala kampung.

"Maksudnya Pak? " tanyaku.

"Begini… . " Tiba-tiba tetua adat menyahut. "Saya melihat ada bala atas diri Pak Tegar, Labih Bapaknya Simpai ini sudah melaporkan, bahwa saat masuk hutan, kalian masuk kawasan makam kuno. Pak Tegar tahu, tidak pernah ada orang asing yang masuk tempat itu."

Jantungku berdetak kencang. Aku merasa bersalah.

"Bukan salah Pak Tegar, Labih yang salah sudah membawa Pak Tegar ke sana. Tapi karena Bapak orang asing yang tak punya kekuatan apa-apa, bala itu mengenai Pak Tegar. "

"Saya minta maaf. Jadi saya harus bagaimana? " tanyaku.

"Harus segera bersihkan, " seru tetua adat.

Otakku berpikir cepat, andai mengikuti perintah kepala adat sementara penyakitku belum jelas benar hasilnya, maka aku takut melakukan kesyirikan. Tapi aku juga bingung bagaimana caranya menolak ajakan mereka. Jauh-jauh tetua itu datang dari Long Ba, hanya ingin menolongku, tapi tidak harus begini kan.

"Boleh saya meminta penundaan," ujarku sedikit gentar.

"Sampai kapan? Sebelum terlambat, karena para arwah sudah marah, kami takut justru kami lah yang nantinya akan mendapat musibah, "kata ketua adat.

" Sampai hasil tes darah saya keluar Pak Tetua. Mungkin hari ini. Bisa kita tunggu sebentar. " Aku berusaha memohon pengertian mereka. Jujur, aku takut melakukan kesyirikan. Jika memang sakit ini nggak ada obatnya biarlah maut merenggut tapi tetap dalam keimanan. 

"Harus hari ini, " seru tetua adat tajam. "Saya tidak ingin warga Long Ba jadi korban! "

Aku jadi takut. Beruntung kepala kampung segera berdialog dengan tetua adat dalam bahasa mereka yang tak kumengerti. Akhirnya tetua adat adat mau memberi waktu sampai hasil laboratorium keluar. 

Alhamdulillah, Allah mengabulkan doaku. Siang harinya, sebuah email masuk ke bagian administrasi balai pengobatan dan langsung sampaikan kepada dokter Andi yang menjadi kepala di balai pengobatan ini.

"Syukur, hasil tes laboratorium sudah keluar. Dan Alhamdulillah diagnosis saya tidak salah. Hasil ini semakin menegakkan diagnosa yang saya dapatkan atas penyakit Pak. Tegar, " kata dokter Andi.

"Jadi saya sakit apa Dok? " tanyaku cemas.

"Hmmmm… . " Dokter Andi berdehem sebelum menjelaskan. Segaris senyum nampak di wajahnya yang teduh.

(Bersambung)

Notes
Expecto patronum : mantra yang dipakai Harry Potter pada novel seri Harry Potter karya  JK. Rowling

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga, Tak Sekedar Ikatan Nasab

Gerimis kecil pagi itu tak menghalangiku duduk di boncengan motor pak suami. Meski di kota sedang tidak hujan deras, namun hujan di hulu sana, membuat Sungai Karangmumus meluap sehingga menyebabkan banjir sepanjang daerah aliran sungai itu. Titik terparah ada mulai dari depan Mall Lembuswana sampai Pasar Segiri. Setelah menerobos banjir dan mencari celah genangan yang tidak dalam pada gang-gang kecil sampai juga di kantor pak suami. Malam sebelum pak suami mengirim pesan bahwa pagi ini akan pergi dinas ke Balikpapan. Bak pucuk dicita ulam tiba, langsung aku menyatakan ingin ikut. Bagiku, ke Balikpapan adalah pulang kampung yang sebenarnya. Karena ada banyak " keluarga " di sana. Mengapa ada tanda petik pada kata keluarga? Mau tahu cerita selanjutnya? Oke, dilanjut ya. Keluarga seperti bukan keluarga Jadi sejak pandemi melanda negeri ini, ada dua kota yang begitu kurindukan. Pertama: Bojonegoro Di kota ini aku dilahirkan dan ibuku berada seorang diri tanpa anak kandung di sisi

Sekilas Tentang Sapardi Djoko Damono

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu." Ada yang ingat puisi karya siapakah ini? Sapardi Djoko Damono. Iya tepat sekali. Petikan puisi di atas adalah salah satu bait puisi yang romantis dan sangat terkenal, bahkan sering dikutip untuk undangan pernikahan, kalender, poster, dan banyak lagi.  Sastrawan yang produktif menghasilkan karya ini, sering mendapatkan penghargaan atas karyanya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Anugrah Habibie Award XVIII tahun 2016 pada bidang kebudayaan mengukuhkan namanya sebagai sastrawan terdepan masa kini. Pada tahun 2003, mendapat penghargaan Achmad Bakrie sementara Anugrah SEA Write Award yang telah lebih dahulu diraihnya. Biodata Sapardi Nama : Sapardi Djoko Damono Tempat tanggal lahir : Solo, 20 Maret 1940 Pekerjaan : Sastrawan, Guru Besar Tanggal Meninggal : 19 Juli 2020 Istri : Wardiningsih Anak : Rasti Suryandani dan Rizki Hendriko  Sekilas tentang kehi

Sastra dan Pelajaran Favorit di Sekolah

Buku-buku sastra akan jadi bacaan di sekolah, demikian reaksi para pengiat literasi ketika membaca berita bahwa sastra akan masuk kurikulum. Dalam rangka mengimplementasikan kurikulum merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong pemanfaatan sastra sebagai sumber belajar. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Standar Badan Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo dalam peringatan Hari Buku Nasional 2024. Karya sastra akan menjadi salah satu sumber belajar yang diharapkan dapat meningkatkan minat baca, mendorong berpikir kritis, dan mengasah kreatifitas. Jadi kebayang kan novel-novel sastra jadi bacaan siswa di sekolah. Ikut senang dengar berita ini, meski tak luput dari kritik dan kekurangan sih. Baru-baru ini seorang Budayawan, Nirwan Dewanto membuat surat terbuka yang intinya keberatan dengan buku panduan sastra masuk kurikulum. Termasuk buku puisinya yang dijadikan rujukan, dan masuk daftar bacaan atau buku-buku yang direkomendasi