Langsung ke konten utama

Lembah Long Ba : Sakit


Part 5. Sakit

Seketika langkahku terhenti, kutarik tangan Simpai dan memberanikan diri melihat ke belakang. Sebatang pohon tumbang, sesaat ketika kami baru saja melintasinya. Berulang kali kuucap hamdalah, karena pohon itu tidak menimpaku. Tak sempat lagi kupikirkan mengapa pohon itu tiba-tiba tumbang begitu saja, padahal tak ada angin kencang. Setengah berlari segera kami menyusul Bapak Simpai menuju jalan setapak keluar hutan.

***

Sepekan sejak keluar dari hutan aku merasakan keanehan pada tubuhku, tiba - tiba meriang tak karuan. Rasanya semakin tak enak, nafsu makan berkurang hingga tubuhku semakin lemas. Lalu demam tinggi menyerangku, nafasku jadi sesak, dada seperti ditimpa beban berat dan tenggorokan seperti dicekik. Tak ada yang bisa kulakukan. Bahkan memanggil Simpai pun aku tak sanggup. Suaraku tercekat di tenggorokan.

Tiga hari hanya bisa tergolek lemas di tempat tidur bahkan perutku pun terasa panas, mual dan muntah terus menerus. Ibu Simpai datang memberiku ramuan dan menyarankan untuk banyak minum. Namun belum ada perubahan yang berarti. Pikiranku jadi kacau, detik demi detik kulalui dengan berdoa semampuku, kubaca surah - surah yang masih kuingat. Keyakinanku, apapun yang dikehendaki manusia jika Allah tak berkehendak pasti tak akan terjadi. Satu-satunya yang bisa menolongku hanya Allah.

Tiba-tiba bayangan tinggi besar masuk ke kamar. Wujudnya tak terlihat sempurna seperti sesuatu hanya hitam pekat. Mendekat dan semakin dekat ke arahku. Tubuhku menggigil hebat, keringat dingin mengucur meski suhu tubuh terasa sangat panas. Ini puncak rasa takutku setelah beberapa kali mengalami kejadian aneh. Kututup mata dan aku berusaha pasrah sepenuhnya, sudahlah jika ini ajalku. Kalimat syahadat kuucapkan berulang. Setidaknya jika aku meninggal, lafaz La Ilaha illallah menjadi ucapan terakhirku meski di dalam hati. Tak ada lagi yang bisa kuingat selain itu. Rasa takut mengerus semua ingatanku. Sedikit ada sesal, mengapa harus menemui ajal jauh dari orang tua dan kerabat. Setelahnya aku tak ingat apa-apa lagi.

Aku terbangun ketika mendengar ramai suara di rumahku. Sebuah suara mengusulkan untuk memanggil tetua adat agar mengadakan upacara adat penyembuhan. Barangkali kena bala dari makan kuno, itu pasti suara Bapak Simpai. Sebelum terjadi perdebatan sengit kudengar suara kepala kampung, beliau langsung masuk ke kamar. Di belakangnya ada Pak. Jauri rekan mengajarku yang datang dari kampung sebelah dan seorang lagi yang baru pertama kulihat.

"Pak Tegar… . " Bapak kepala kampung memanggil namaku. Aku hanya bisa menjawab dengan isyarat mataku.

Seseorang yang asing itu maju mendekatiku. Diletakannya tas yang dibawanya dekat kakiku, lalu sebuah stetoskop diambil dari dalam tas. Setelah memeriksa tubuhku, dia keluar bersama Bapak kepala kampung. Entah apa yang dibicarakannya.

Simpai menyiapkan tas dengan tergesa, beberapa lembar bajuku diambil dari lemari dan dimasukan ke dalam tas. Wajahnya cemasnya begitu terlihat. Dibantu Pak Jauri, ia mengangkat tubuhku dan meletakkannya di jok mobil Bapak kepala kampung. Selebihnya aku tak ingat lagi karena bayangan hitam tinggi besar kembali menyerangku, kali ini dia menarik - narik tubuhku, aku berusaha mempertahankan diri semampuku. Kutendang dia dengan sisa-sisa tenagaku. 

Bayangan itu sempat terpental mundur beberapa langkah ke belakang. Namun tak lama, kembali ia maju dan menyerangku hingga aku sesak nafas. Meski terengah-engah, aku tetap bertahan, hingga akhirnya tubuhku lemas tak bertenaga dan melorot bak karung tanpa isi. Dengan leluasa bayangan hitam itu menarik tubuhku… Oh… tidak… jeritku tertahan.


(Bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga, Tak Sekedar Ikatan Nasab

Gerimis kecil pagi itu tak menghalangiku duduk di boncengan motor pak suami. Meski di kota sedang tidak hujan deras, namun hujan di hulu sana, membuat Sungai Karangmumus meluap sehingga menyebabkan banjir sepanjang daerah aliran sungai itu. Titik terparah ada mulai dari depan Mall Lembuswana sampai Pasar Segiri. Setelah menerobos banjir dan mencari celah genangan yang tidak dalam pada gang-gang kecil sampai juga di kantor pak suami. Malam sebelum pak suami mengirim pesan bahwa pagi ini akan pergi dinas ke Balikpapan. Bak pucuk dicita ulam tiba, langsung aku menyatakan ingin ikut. Bagiku, ke Balikpapan adalah pulang kampung yang sebenarnya. Karena ada banyak " keluarga " di sana. Mengapa ada tanda petik pada kata keluarga? Mau tahu cerita selanjutnya? Oke, dilanjut ya. Keluarga seperti bukan keluarga Jadi sejak pandemi melanda negeri ini, ada dua kota yang begitu kurindukan. Pertama: Bojonegoro Di kota ini aku dilahirkan dan ibuku berada seorang diri tanpa anak kandung di sisi

Sekilas Tentang Sapardi Djoko Damono

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu." Ada yang ingat puisi karya siapakah ini? Sapardi Djoko Damono. Iya tepat sekali. Petikan puisi di atas adalah salah satu bait puisi yang romantis dan sangat terkenal, bahkan sering dikutip untuk undangan pernikahan, kalender, poster, dan banyak lagi.  Sastrawan yang produktif menghasilkan karya ini, sering mendapatkan penghargaan atas karyanya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Anugrah Habibie Award XVIII tahun 2016 pada bidang kebudayaan mengukuhkan namanya sebagai sastrawan terdepan masa kini. Pada tahun 2003, mendapat penghargaan Achmad Bakrie sementara Anugrah SEA Write Award yang telah lebih dahulu diraihnya. Biodata Sapardi Nama : Sapardi Djoko Damono Tempat tanggal lahir : Solo, 20 Maret 1940 Pekerjaan : Sastrawan, Guru Besar Tanggal Meninggal : 19 Juli 2020 Istri : Wardiningsih Anak : Rasti Suryandani dan Rizki Hendriko  Sekilas tentang kehi

Sastra dan Pelajaran Favorit di Sekolah

Buku-buku sastra akan jadi bacaan di sekolah, demikian reaksi para pengiat literasi ketika membaca berita bahwa sastra akan masuk kurikulum. Dalam rangka mengimplementasikan kurikulum merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong pemanfaatan sastra sebagai sumber belajar. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Standar Badan Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo dalam peringatan Hari Buku Nasional 2024. Karya sastra akan menjadi salah satu sumber belajar yang diharapkan dapat meningkatkan minat baca, mendorong berpikir kritis, dan mengasah kreatifitas. Jadi kebayang kan novel-novel sastra jadi bacaan siswa di sekolah. Ikut senang dengar berita ini, meski tak luput dari kritik dan kekurangan sih. Baru-baru ini seorang Budayawan, Nirwan Dewanto membuat surat terbuka yang intinya keberatan dengan buku panduan sastra masuk kurikulum. Termasuk buku puisinya yang dijadikan rujukan, dan masuk daftar bacaan atau buku-buku yang direkomendasi