Part 4
Perjalanan 5 Hari di 7 Kota
Kantor Imigrasi Madiun Sumber : www.goggle.com pict from Andrew Richard |
Lega rasanya, urusan paspor ibu selesai. Menunggu tanggal pengambilan 4 hari kerja setelah pembayaran yang jatuh pada tanggal 4 Januari 2018. Namun tantangan belum usai, berikutnya adalah suntik vaksin meningitis. Setelah pasporku jadi, belum sempat vaksin, aku sudah terbang ke Jawa dengan asumsi nanti setelah urusan Ibu selesai baru kami vaksin. Ternyata tidak seperti yang diperkirakan, urusan dokumen Ibu molor hingga awal Januari. Jika menunggu sampai paspor ibu jadi, lalu mengantar beliau suntik vaksin meningitis tidak terkejar target waktu vaksinku dan suami.
Pak suami memintaku untuk pulang ke Balikpapan dahulu. Berandai jika membawa dokumenku ke Jawa, masalah vaksin selesai, namun tidak demikian adanya. Baiklah, menurut kata suami saja. Maka tanggal 30 Desember dengan penerbangan sore, aku pulang ke Balikpapan.
Hari terakhir 2017 dan hari 2018, kami isi dengan kegiatan yayasan yang Pak. Suami menjadi ketuanya. Rihlah dan family gathering, sedikit merefress rasa lelah menaklukan tantangan demi tantangan. Tanggal 2 Januari, hari kerja pertama setelah libur tahun baru, kami suntik vaksin meningitis. Dan tanggal 4 Januari aku kembali lagi ke Jawa.
Aku meminta suami mencarikan penerbangan paling pagi agar bisa langsung ke kantor imigrasi Madiun mengambil paspor ibuku. Tapi suami mendapatkan penerbangan di pk. 08.30. Setelah berhitung, masih sempat ke Madiun langsung dari bandara Juanda.
Subuh, ada SMS dari customer servis maskapai penerbangan yang beritahukan pengunduran jadwal keberangkatan dari pk. 08.30 ke pk. 11.20. Masih berbaik sangka, sempatlah ke Madiun.
Setelah sampai bandara, masih harus menunggu lebih lama lagi, delay. Semula dijadwalkan boarding pk. 11.20 mundur lagi hingga pk. 12.30.
Tiba di Surabaya pk. 12.45, setengah berlari aku mencari taksi ke terminal Bungurasih dan mendapatkan Bis Patas ke Madiun.
Alhamdulillah tol Surabaya - Kertosono sudah beroperasi. Hanya dalam waktu 1 jam perjalanan sudah keluar dari pintu TOL Kertosono dan mulai masuk ke jalan biasa yang padat merayap hingga hutan Saradan. Laju bis tidak stabil lagi, terkadang laju dan bisa menyelip diantara truk, tronton, kendaraaan roda 4 lainnya. Terkadang harus bergerak pelan.
Jantungku berdetak kian kencang, lalu doa kupanjatkan semoga masih sempat sampai kantor imigrasi sebelum pk. 5 sore.
Pukul 16.00 Bis baru keluar hutan Saradan dan masih akan istirahat untuk makan di sebuah rumah makan. Sambil harap-harap cemas, aku bertanya pada kondekturnya.
" Pak rumah makan yang akan disingahi setelah kantor Imigrasi apa sebelumnya? "
"Sebelumnya bu, " jawab pak. Kondektur
"Masih jauh nggak dengan kantor Imigrasi? "
"Sudah dekat sih Bu. "
"Nanti saya turun di rumah makan, kalau ke kantor Imigrasi naik apa ya? Karena saya harus sampai kantor Imigrasi sebelum jam 5."
" Oh, nanti saya carikan orang buat mengantar Ibu. "
Alhamdulillah, batinku sedikit tenang.
Tempat pengambilan paspor ada di sayap kiri bangunan ini Sumber: www.goggle.com Pict from Alfi Nur Aini |
Pukul 4 sore lewat, bis berhenti di rumah makan. Gerimis mulai turun setelah mendung mengantung sejak masuk hutan Saradan.
Seorang tukang parkir rumah makan diminta mengantarku ke kantor imigrasi.
"Jauh nggak Pak? " tanyaku karena hujan sudah mulai menderas.
"Dekat kok Bu, sekilo lebih lah. "
Segera kunaiki motor, seiring hujan yang turun dengan derasnya.
Basah kuyup begitu sampai di kantor Imigrasi. Hari sudah menunjukan pukul 4 lewat 20 menit. Setelah bertanya dimana tempat pengambilan paspor, aku segera berlari ke samping.
"Maaf Bu, sudah tutup, "kata petugas bagian itu.
" Lho kan masih jam 5 kurang Bu? " tanyaku.
"Iya, tapi pelayanan sudah tutup. "
"Ini loketnya masih buka, bolehkah saya minta tolong. Saya dari luar kota, luar pulau dan tadi pesawatnya delay. "
"Paspor Ibu? "
"Bukan paspor Ibu saya, beliau sudah sepuh. Nggak mungkin mengambil kesini dan tidak ada yang mengantar. "
"Ibu, anaknya? Kok nggak namanya di KK? "
"Iya, kan saya sudah menikah dan lama tidak tinggal bersama orang tua. Ini di KK saya ada nama Ibu saya. " Kutunjukkan KK ku yang sengaja kubawa. Karena kalau yang mengambil anak kandung tidak perlu surat kuasa.
"Baiklah, ini paspor ibunya? "
"Iya Bu. Terima kasih. "
Akhirnya perjuangan sekian hari dari pertengahan bulan Desember itu hampir mendekati akhir, tinggal dua langkah lagi. Kutinggalkan kantor Imigrasi Madiun di bawah rinai hujan. Bingung apakah langsung pulang ke Bojonegoro? Apa masih sempat? Apakah masih ada kendaraan ke arah sana? Sepertinya tidak mungkin karena sudah menjelang maghrib.
Kuputuskan naik bis ke Jombang saja, dan menginap disana. Dan keesokan harinya aku janjian untuk bertemu Ibu di Babat, dan selanjutnya ke Tuban, suntik vaksin meningitis.
Sampai selesai azan maghrib, tak ada satupun bis yang bisa kunaiki, semua melaju melintasiku. Hampir menangis rasanya. Akhirnya ada satu bis, yang berhenti dan itupun sudah penuh sesak. Hanya bisa berdiri di bis hingga kota Nganjuk, sebelum akhirnya mendapatkan tempat duduk. Sampai Jombang sudah pukul. 19.00, kemudian kucari hotel dan istirahat semalam di kota Jombang.
Keesokan harinya, saat sarapan Ibu sudah menuju ke Babat. Kami bertemu di Babat pk. 09.00 pagi dan pergi ke KKP. Tuban yang terletak di hampir perbatasan Rembang. Syukur, meski antri proses vaksin berjalan lancar.
Leganya. Persyaratan dokumen sudah selesai. Selanjutnya tinggal menyerahkan ke kantor travel umroh.
Januari tanggal 6 sore, kota selanjutnya yang menjadi tujuan adalah Jakarta.
Komentar
Posting Komentar