Langsung ke konten utama

Fitrah Kebaikan

Www.goggle.com

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama(Islam) ;(sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." ( Qs Ar Ruum : 30)

Pada suatu seminar parenting berbasis fitrah, dengan narasumber Bpk. Harry Santosa. Beliau bertanya," Lebih sulit mana mendidik anak menjadi baik atau menjadi nakal?"
Mayoritas peserta termasuk saya menjawab : "Menjadi baik."
Logika sederhana, kalau mau anak baik kita mesti kerja keras, kalau mau anak nakal ya kan gampang aja. Di ajari jadi baik saja masih banyak yang nakal kok.

Tapi, ketika kembali pada hati nurani, kita akan berkata lain dan jika merujuk Qur'an sebagai pedoman hidup, kita akan menemukan dalil bahwa setiap anak itu diciptakan dalam kondisi baik. Sudah baik dari sananya lho...sejak terlahir fitrah anak itu baik,  iya kan ya.....! 
Tidak ada anak yang diciptakan untuk jadi nakal. Nah lho...jadi siapa yang membuka peluang sehingga mereka nakal?

Setiap anak terlahir suci dengan fitrahnya, yaitu baik. Orang tuanyalah kunci mereka tetap beriman atau tidak beriman, tetap beranda dalam jalur kebaikan atau melenceng. Pun dengan anak-anak kita, mereka terlahir dengan fitrah kebaikan, maka sudah seharusnya kita sebagai orang tua menjaga jangan sampai fitrah itu hilang pada diri anak-anak kita. Mendidik anak menjadi sholeh - solihah sejatinya lebih mudah dibanding mendidik mereka sebaliknya. Mengapa.? Ya karena fitrah setiap anak adalah baik. Fitrah kebaikan itu harus kita ajarkan dengan keteladanan. Makanya jangan mimpi punya anak sholeh ketika kita sendiri tidak sholeh.

Suatu ketika kami sedang, jalan di Mall. Hasil negosiasi dengan si adek yang pada suatu waktu sudah tidak mengizinkan bundanya keluar rumah untuk ngajar. Kompensasinya jika Bunda hari itu diperbolehkan ngajar maka Bunda janji akan membawanya jalan-jalan ke Mall. Setelah mendapat kado buat tetangga yang baru melahirkan.
Sampailah kami di rak parfum, secara si anak lelaki 6 tahun ini suka dengan parfum. Kalau ke masjid harus bersih dan wangi. Sunnah Rasul katanya.

Maka kami bertiga mulai memilih parfum, dengan syarat tidak mahal dan baunya tidak tajam (nyengat). "Nyong-nyong" istilah kami untuk parfum yang beraroma menyengat gitu. 
Sampai saat si mbak ingin parfum A dan si adek pilih B. Setelah nego beberapa saat akhirnya bunda menyetujui pilihannya dengan pertimbangan anak perempuan tidak boleh pakai parfum keluar rumah, sementara si adek sunnah berharum-harum saat ke masjid. Sesaat sebelum masuk keranjang belanjaan bunda menyemprotkan sedikit ke badannya untuk mencoba aromanya. 
"Bunda ini mencuri...!" pekiknya keras

Astagfirullah, spontan saya istiqfar berkali-kali. Dan bersyukur, tidak sampai di dengar pramuniaga yang berjaga disitu. Tak terbayang kehebohan yang akan terjadi. 
Ya Robbi, sungguh menyesal sangat, meski terlihat sepele namun dampaknya luar biasa. Duhai bagaiman ini, ternyata orang tua yang telah banyak menorehkan noda hingga mengunung ini tak sadar telah menambah daftar catatan keburukan pada anak yang fitrahnya masih bersih. Sungguh rasanya telah mendidik anak untuk menjadi tidak baik.
Padahal dalam beberapa hal, semisal membeli buah saya sudah berhati-hati untuk tidak mencicipi tanpa izin dan anak-anak diajari hal ini, tapi kali ini sungguh saya kecolongan meski dengan dalih kan mau dibeli juga.

Seperti juga kejadian beberapa bulan lalu, saat saya berusaha mengejar lampu lalu lintas kuning dan ternyata pas ditengah jalan berganti merah yang sempat sekilas tertangkap matanya.
"Bunda lampunya merah lho tadi, harusnya tidak boleh jalan kan."
"Oh iya Dek.., maaf Bunda nggak perhatian. "
Nah...nah... Jadi siapa sesungguhnya membuat anak menjadi tidak baik?
Orang tua!

Orang tua yang reaktif sehingga anak menjadi defensif
Orang tua yang selalu mendahulukan "marah" dalam setiap permasalahan anak sehingga anak lebih suka menyembunyikan kesalahan dengan berbohong hanya karena takut kena marah
Orang tua yang hanya menuntut prestasi dan nilai-nilai akademik tinggi, tidak mengajarkan arti kegagalan sehingga anak takut gagal dan menghalalkan segala cara hanya untuk membuat orang tuanya bangga
Menyontek saat ujian
Orang tua yang menuntut anak selalu belajar sementara dirinya tidak mau jadi pembelajar
Orang tua yang membuat anak lebih takut padanya dibanding takut pada Allah penciptanya.
Orang tua yang terselip harta "tak halal" sehingga kalbu anak tak lagi sebening kaca.

Andai orang tua bermuhasabah
Maka akan lebih banyak menemukan kesalahan dirinya dibanding kesalahan anak-anaknya.
Yup..orang tua yang seharusnya sering bermuhasabah.

Ternyata lebih sulit mendidik diri sendiri dibanding mendidik anak.
Jangan putus asa
Teruslah jadi pembelajar

Damai Bahagia
~ yang belajar menjadi baik ~

#KLIP2020
#Januari7

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga, Tak Sekedar Ikatan Nasab

Gerimis kecil pagi itu tak menghalangiku duduk di boncengan motor pak suami. Meski di kota sedang tidak hujan deras, namun hujan di hulu sana, membuat Sungai Karangmumus meluap sehingga menyebabkan banjir sepanjang daerah aliran sungai itu. Titik terparah ada mulai dari depan Mall Lembuswana sampai Pasar Segiri. Setelah menerobos banjir dan mencari celah genangan yang tidak dalam pada gang-gang kecil sampai juga di kantor pak suami. Malam sebelum pak suami mengirim pesan bahwa pagi ini akan pergi dinas ke Balikpapan. Bak pucuk dicita ulam tiba, langsung aku menyatakan ingin ikut. Bagiku, ke Balikpapan adalah pulang kampung yang sebenarnya. Karena ada banyak " keluarga " di sana. Mengapa ada tanda petik pada kata keluarga? Mau tahu cerita selanjutnya? Oke, dilanjut ya. Keluarga seperti bukan keluarga Jadi sejak pandemi melanda negeri ini, ada dua kota yang begitu kurindukan. Pertama: Bojonegoro Di kota ini aku dilahirkan dan ibuku berada seorang diri tanpa anak kandung di sisi

Sekilas Tentang Sapardi Djoko Damono

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu." Ada yang ingat puisi karya siapakah ini? Sapardi Djoko Damono. Iya tepat sekali. Petikan puisi di atas adalah salah satu bait puisi yang romantis dan sangat terkenal, bahkan sering dikutip untuk undangan pernikahan, kalender, poster, dan banyak lagi.  Sastrawan yang produktif menghasilkan karya ini, sering mendapatkan penghargaan atas karyanya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Anugrah Habibie Award XVIII tahun 2016 pada bidang kebudayaan mengukuhkan namanya sebagai sastrawan terdepan masa kini. Pada tahun 2003, mendapat penghargaan Achmad Bakrie sementara Anugrah SEA Write Award yang telah lebih dahulu diraihnya. Biodata Sapardi Nama : Sapardi Djoko Damono Tempat tanggal lahir : Solo, 20 Maret 1940 Pekerjaan : Sastrawan, Guru Besar Tanggal Meninggal : 19 Juli 2020 Istri : Wardiningsih Anak : Rasti Suryandani dan Rizki Hendriko  Sekilas tentang kehi

Sastra dan Pelajaran Favorit di Sekolah

Buku-buku sastra akan jadi bacaan di sekolah, demikian reaksi para pengiat literasi ketika membaca berita bahwa sastra akan masuk kurikulum. Dalam rangka mengimplementasikan kurikulum merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong pemanfaatan sastra sebagai sumber belajar. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Standar Badan Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo dalam peringatan Hari Buku Nasional 2024. Karya sastra akan menjadi salah satu sumber belajar yang diharapkan dapat meningkatkan minat baca, mendorong berpikir kritis, dan mengasah kreatifitas. Jadi kebayang kan novel-novel sastra jadi bacaan siswa di sekolah. Ikut senang dengar berita ini, meski tak luput dari kritik dan kekurangan sih. Baru-baru ini seorang Budayawan, Nirwan Dewanto membuat surat terbuka yang intinya keberatan dengan buku panduan sastra masuk kurikulum. Termasuk buku puisinya yang dijadikan rujukan, dan masuk daftar bacaan atau buku-buku yang direkomendasi