#Part.1
Mengenang perjalanan yang spesial tepat 2 tahun yang lalu.
-----
Sore itu kami ngobrol santai, suami bercerita tentang tawaran umroh dari pemilik tanah wakaf di yayasan kami. Umrohnya bulan depan, dengan biaya 23 juta rupiah per orang dan boleh dibayar menjelang
keberangkatan. Saat itu bulan Oktober tanggal pertengahan. Kalaupun jadi diambil, awal November kami baru bisa membayar setelah gajian dan insentif suami keluar.
Entah mengapa perasaan kami datar saja. Pengen sih, tapi tidak terlalu mengebu. Lagian dananya belum mencukupi, kata suami akan ada insentif yang cair. Tapi kan sebelum masuk rekening, masih belum pasti.
Akhirnya pembicaraan itu berlalu sekedarnya saja. Saat masuk bulan Desember 2017 di grup walisantri ada tawaran umroh, untuk internal santri dan walisantri dapat potongan hingga hanya membayar 21 juta saja per orang.
Tiba-tiba suami menawarkan lagi untuk umroh dan membersamai ibu sekalian.
Tapi, rasa ragu mengelayuti hatiku... Apakah ini saatnya mewujudkan impian itu. Impian yang bahkan hampir saja terkubur, karena kondisi kesehatan Ibuku yang kurang bagus.
Lalu ingatanku melayang pada beberapa tahun kebelakang.
Tahun 2013 hampir berakhir, ketika aku datang ke rumah ibu pada liburan akhir tahun itu, tiba-tiba beliau memintaku menemaninya pergi umroh.
"Ibu pengen ngulon (istilah lain ibadah umroh atau haji menurut orang-orang di kampung kami), kancani yo," kata Ibuku ketika itu.
Tiada kata lain selain anggukan tanda kesediaan. Apalagi dukungan adik-adik dengan kesanggupan mereka menambah uang saku.
Maka mulailah aku menabung meski saat itu sebagian besar tabungan sudah dialihkan untuk mendaftar haji dan mendapat urutan antrian di tahun 2028. (Semoga dunia masih aman dan damai, semoga pula antriannya bisa maju..Aamiin)
Lalu mulai mencari-cari travel umroh yang nyaman bagi orang lanjut usia dan tentu saja bukan travel abal-abal apalagi zonk.
Setelah semua siap, kutemui Ibu lagi untuk mematangkan rencana dan mengurus segala perlengkapan.
Setelah beberapa hari di rumah, ternyata ibu jatuh sakit dan harus menginap beberapa hari di rumah sakit. Rencana itupun tertunda.
Ibu keluar rumah sakit tepat di hari aku harus kembali ke Balikpapan.
"Ibu harus sehat ya, InsyaAllah kita akan segera umroh bareng," pesanku sebelum meninggalkan beliau.
Tiga bulan setelah itu justru aku menerima khabar ibu sakit lagi dan kali ini lebih parah dari yang dulu.
Benar saja, saat sampai di rumah, kulihat ibu tak berdaya. Bahkan berjalan pun tertatih dan berkali terjatuh. Kami menuntunnya ketika beliau ingin ke kamar mandi. Sholat sambil berbaring dan tubuh tuanya semakin kurus kering.
Kuputuskan membawa ibu ke rumah sakit swasta di kota Surabaya, hasilnya ibu harus menginap.
Hampir sepekan lebih, sepekan lebih yang tiap harinya selalu dapat sms update tagihan (kalau ingat jadi pengen ketawa, sapa suruh bawa ke rumah sakit ini....sepertinya bukan level kami, lha sepekan saja tagihannya bisa buat biaya umroh kelas VIP) sampai akhirnya diperbolehkan pulang dan harus rawat jalan setahun lebih. Praktis sepanjang 2014 sd 2015 ibu menjalani rawat jalan.
Di Tahun 2016 meski dinyatakan sudah sembuh, tapi kondisinya masih naik turun.
Bahkan di awal tahun 2017 ibu kembali sakit meski tak harus dirawat di rumah sakit. Saat itu ibu kembali mengutarakan keinginannya untuk umroh, tapi katanya tabungannya sudah habis, buat berobat dan beberapa disumbangkan ke panti asuhan karena sudah tak berharap akan bisa berangkat umroh dengan kondisi sakitnya itu.
Sebagian besarnya lagi, beliau sendiri tak mau bercerita padaku hingga akhirnya aku tahu dari adik, bahwa ibu membayarkan hutang saudara yang terlibat hutang riba. Nilai hutang itu seharga biaya umroh 2 orang.
Pertengahan 2017 ketika kembali menenggok ibu selepas menghadiri walimah guru-guru SIT Nurul Fikri di Trenggalek, ibu menegaskan keinginannya untuk umroh. Tabungannya sudah ada katanya. Alhamdulillah, cukup.
MasyaAllah...aku sungguh tak mengerti cara Allah memberi rizki. Begitu cepatnya Allah ganti meski berulang kali uang itu habis.
Tinggal aku yang kelimpungan, melirik tabungan yang bukannya bertambah malah terus berkurang.
Begitulah hingga akhirnya ketika suami mengkhabarkan tawaran umroh temannya itu. Dan tak lama kemudian tawaran umroh dari pembina tahfidz di pesantren anak-anak itu pun kami sepakati. Bahkan pembina tahfiz anak-anak sudah mendaftarkan kami bertiga untuk tanggal keberangkatan 23 Januari.
Aku dan suami sepakat untuk berangkat bersama dengan niat saling bahu membahu menjaga ibu.
Melalui proses imigrasi yang cukup lancar di Balikpapan dan melewati beberapa ujian yang cukup membuat nafas kembang kempis, sport jantung, berkejaran dengan waktu dari satu kota ke kota lain saat mengurus dokumen imigrasi ibu di Jawa.
(Nanti ditulis part mengurus dokumen di imigrasi)
Hingga sepekan sebelum berangkat baru bisa melunasi biaya keberangkatan...(wow ada juga ya travel umroh yang boleh bayar biaya umroh kurang sepekan dari keberangkatan, juga yang sudah sangat percaya pada kami, serta pelayanannya yang prima sampai menjemput dokumen dan mengantar perlengkapan ke rumah dalam waktu kurang dari 10 hari menjelang keberangkatan)
Akhirnya Allah takdirkan kami memenuhi panggilanNYA.
Dan aku percaya bahwa untuk sesuatu yang tertunda itu, Allah siapkan yang lebih baik.
Karena Allah lebih tahu saat yang pas buat kita
Pas ada biaya
Pas ibu sehat
Pas pak Suami bisa dan ada rizki tak disangka-sangka
Pas kerjaan di kantor tak banyak
Pas ada yang jaga anak-anak
Pas ada travel yang oke banget
Pas berangkat dengan rombongan kecil
Hingga rencana awal yang hanya mampu berangkat berdua ibu jadi bisa pergi bertiga dengan suami.
"Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dusta kan"
Mengenang perjalanan yang spesial tepat 2 tahun yang lalu.
-----
Sore itu kami ngobrol santai, suami bercerita tentang tawaran umroh dari pemilik tanah wakaf di yayasan kami. Umrohnya bulan depan, dengan biaya 23 juta rupiah per orang dan boleh dibayar menjelang
keberangkatan. Saat itu bulan Oktober tanggal pertengahan. Kalaupun jadi diambil, awal November kami baru bisa membayar setelah gajian dan insentif suami keluar.
Entah mengapa perasaan kami datar saja. Pengen sih, tapi tidak terlalu mengebu. Lagian dananya belum mencukupi, kata suami akan ada insentif yang cair. Tapi kan sebelum masuk rekening, masih belum pasti.
Akhirnya pembicaraan itu berlalu sekedarnya saja. Saat masuk bulan Desember 2017 di grup walisantri ada tawaran umroh, untuk internal santri dan walisantri dapat potongan hingga hanya membayar 21 juta saja per orang.
Tiba-tiba suami menawarkan lagi untuk umroh dan membersamai ibu sekalian.
Tapi, rasa ragu mengelayuti hatiku... Apakah ini saatnya mewujudkan impian itu. Impian yang bahkan hampir saja terkubur, karena kondisi kesehatan Ibuku yang kurang bagus.
Lalu ingatanku melayang pada beberapa tahun kebelakang.
Tahun 2013 hampir berakhir, ketika aku datang ke rumah ibu pada liburan akhir tahun itu, tiba-tiba beliau memintaku menemaninya pergi umroh.
"Ibu pengen ngulon (istilah lain ibadah umroh atau haji menurut orang-orang di kampung kami), kancani yo," kata Ibuku ketika itu.
Tiada kata lain selain anggukan tanda kesediaan. Apalagi dukungan adik-adik dengan kesanggupan mereka menambah uang saku.
Maka mulailah aku menabung meski saat itu sebagian besar tabungan sudah dialihkan untuk mendaftar haji dan mendapat urutan antrian di tahun 2028. (Semoga dunia masih aman dan damai, semoga pula antriannya bisa maju..Aamiin)
Lalu mulai mencari-cari travel umroh yang nyaman bagi orang lanjut usia dan tentu saja bukan travel abal-abal apalagi zonk.
Setelah semua siap, kutemui Ibu lagi untuk mematangkan rencana dan mengurus segala perlengkapan.
Setelah beberapa hari di rumah, ternyata ibu jatuh sakit dan harus menginap beberapa hari di rumah sakit. Rencana itupun tertunda.
Ibu keluar rumah sakit tepat di hari aku harus kembali ke Balikpapan.
"Ibu harus sehat ya, InsyaAllah kita akan segera umroh bareng," pesanku sebelum meninggalkan beliau.
Tiga bulan setelah itu justru aku menerima khabar ibu sakit lagi dan kali ini lebih parah dari yang dulu.
Benar saja, saat sampai di rumah, kulihat ibu tak berdaya. Bahkan berjalan pun tertatih dan berkali terjatuh. Kami menuntunnya ketika beliau ingin ke kamar mandi. Sholat sambil berbaring dan tubuh tuanya semakin kurus kering.
Kuputuskan membawa ibu ke rumah sakit swasta di kota Surabaya, hasilnya ibu harus menginap.
Hampir sepekan lebih, sepekan lebih yang tiap harinya selalu dapat sms update tagihan (kalau ingat jadi pengen ketawa, sapa suruh bawa ke rumah sakit ini....sepertinya bukan level kami, lha sepekan saja tagihannya bisa buat biaya umroh kelas VIP) sampai akhirnya diperbolehkan pulang dan harus rawat jalan setahun lebih. Praktis sepanjang 2014 sd 2015 ibu menjalani rawat jalan.
Di Tahun 2016 meski dinyatakan sudah sembuh, tapi kondisinya masih naik turun.
Bahkan di awal tahun 2017 ibu kembali sakit meski tak harus dirawat di rumah sakit. Saat itu ibu kembali mengutarakan keinginannya untuk umroh, tapi katanya tabungannya sudah habis, buat berobat dan beberapa disumbangkan ke panti asuhan karena sudah tak berharap akan bisa berangkat umroh dengan kondisi sakitnya itu.
Sebagian besarnya lagi, beliau sendiri tak mau bercerita padaku hingga akhirnya aku tahu dari adik, bahwa ibu membayarkan hutang saudara yang terlibat hutang riba. Nilai hutang itu seharga biaya umroh 2 orang.
Pertengahan 2017 ketika kembali menenggok ibu selepas menghadiri walimah guru-guru SIT Nurul Fikri di Trenggalek, ibu menegaskan keinginannya untuk umroh. Tabungannya sudah ada katanya. Alhamdulillah, cukup.
MasyaAllah...aku sungguh tak mengerti cara Allah memberi rizki. Begitu cepatnya Allah ganti meski berulang kali uang itu habis.
Tinggal aku yang kelimpungan, melirik tabungan yang bukannya bertambah malah terus berkurang.
Begitulah hingga akhirnya ketika suami mengkhabarkan tawaran umroh temannya itu. Dan tak lama kemudian tawaran umroh dari pembina tahfidz di pesantren anak-anak itu pun kami sepakati. Bahkan pembina tahfiz anak-anak sudah mendaftarkan kami bertiga untuk tanggal keberangkatan 23 Januari.
Aku dan suami sepakat untuk berangkat bersama dengan niat saling bahu membahu menjaga ibu.
Melalui proses imigrasi yang cukup lancar di Balikpapan dan melewati beberapa ujian yang cukup membuat nafas kembang kempis, sport jantung, berkejaran dengan waktu dari satu kota ke kota lain saat mengurus dokumen imigrasi ibu di Jawa.
(Nanti ditulis part mengurus dokumen di imigrasi)
Hingga sepekan sebelum berangkat baru bisa melunasi biaya keberangkatan...(wow ada juga ya travel umroh yang boleh bayar biaya umroh kurang sepekan dari keberangkatan, juga yang sudah sangat percaya pada kami, serta pelayanannya yang prima sampai menjemput dokumen dan mengantar perlengkapan ke rumah dalam waktu kurang dari 10 hari menjelang keberangkatan)
Akhirnya Allah takdirkan kami memenuhi panggilanNYA.
Dan aku percaya bahwa untuk sesuatu yang tertunda itu, Allah siapkan yang lebih baik.
Karena Allah lebih tahu saat yang pas buat kita
Pas ada biaya
Pas ibu sehat
Pas pak Suami bisa dan ada rizki tak disangka-sangka
Pas kerjaan di kantor tak banyak
Pas ada yang jaga anak-anak
Pas ada travel yang oke banget
Pas berangkat dengan rombongan kecil
Hingga rencana awal yang hanya mampu berangkat berdua ibu jadi bisa pergi bertiga dengan suami.
"Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dusta kan"
#2tahunlalu
#Klip2020
#Januari23
Komentar
Posting Komentar