Langsung ke konten utama

Balada Ikan

Sebagai orang yang lahir di gunung, tepatnya di lereng sebelah utara pegunungan kapur kendeng, jadi kurang terbiasa makan ikan laut. Apalagi ikan laut segar, paling banter ikan pindang, ikan laut segar yang sudah diawetkan dengan cara direbus dan dibumbui garam.
Semetara lauk favorit kami sekeluarga adalah : tentu saja tempe.

Maka ketika kemudian tinggal di Balikpapan, sebuah kota yang terletak diantara selat Makassar dan teluk Balikpanan, ikan segar melimpah dengan berbagai  jenis. Meski sepanjang 20 tahun hidup di Balikpapan hanya mengenal beberapa jenis saja, seperti Kakap, Layang, Selar, Biji Nangka serta Bawal. Itupun minus kemampuan membersihkan ikan. Kalau ditanya bagian mana yang harus dibuang, hanya bisa menjawab dengan gelengan kepala.
Harusnya belajar dong : Oh no! Bau ikan laut segar sangat luar biasa bagiku. Mampu mengaduk-aduk isi perut bahkan saat perut kosong sekalipun hingga berakhir dengan muntah.

Lalu takdir membawa pindah ke Nunukan. Sebuah kabupaten yang berada paling utara pulau Kalimantan dan berbatasan langsung dengan Negeri Malaysia.
Di kabupaten ini terdapat 3 wilayah. Salah satunya pulau Nunukan, sebuah pulau kecil yang terletak diantara daratan luas pulau Kalimantan dan pulau Sebatik. Hampir semua wilayah berbatasan langsung dengan lautan. Di pulau Nunukan inilah terletak ibukota kabupaten dan disinilah kami tinggal.

Seperti lazimnya wilayah kepulauan dengan batas langsung perairan, nelayan dan ikan menjadi icon pulau ini. Pasar ikan, kedai-kedai ikan, rumah makan seafood selalu ramai setiap harinya.
Nggak heran lagi, saat pagi-pagi baru mulai, dan jalanan baru mulai ramai, kepulan asap dari pembakaran ikan turut meramaikan rutinitas bagi.

"Apa rencanamu besok ?" Tanya Pak. Suami suatu malam
"Ke pasar ikan, kita kan belum pernah ke pasar ikan. Sepertinya lebih murah dibanding harga ikan di pasar ikan dibanding di pasar Inhutani". Jawabku, sebagai orang baru aku baru tahu 1 pasar saja. Pasar Inhutani yang dekat dengan tempat tinggal kami.
" Nih, dekat aja kok dari sini. " Kubuka goggle maps segera setelah Suami sepakat akan mengajak jalan ke pasar ikan besok.

Maka, pagi-pagi bener berangkatlah kami ke pasar ikan meski belum tahu dimana persis letaknya, dan hanya berdasar petunjuk Mr. Goggle. Nyasar hingga ke kampung budidaya rumput laut, celingukan nyari ikannya nggak ada.
Balik pulang dan muter-muter lagi hingga memutuskan ke pasar inhutani saja lagi. Dan dalam perjalanan pulang malah ketemu tuh pasar ikan.

Seperti biasa  sambil menahan bau yang aduhai mengaduk-aduk isi perut belanjalah beberapa ikan diakhiri dengan deal harga
Akupun meminta dibersihkan sekalian ikannya, pengalaman ketika belanja di pasar inhutani penjualannya dengan senang hati membersihkan. Ku pikir disini pun juga.
Ketika melihat wajah ogah-ogahan si penjual, sebenarnya mau mengurungkan saja. Tidak apalah jika hari ini untuk pertama kali belajar bersihin ikan. Atau kalau nggak tahan, Suami pun bisa diminta membersihkannya.

Tapi penjualan itu tetap membereskan ikan sambil nyanyi:
" Emang lagi manjah, lagi pengen dimanjah.. "
Berulang kali hingga selesai ikan itu dibersihkan.
Lalu aku pergi melihat-lihat ikan di lapak pedagang yang lain.

Sepulang dari pasar ikan, Suami senyum - senyum sambil berkata, " Bunda, kamu tadi nyadar nggak sih disindir penjual ikan. "

"Sadarlah, makanya aku pergi. "

Dan sejak saat itu, ketika beli ikan bener-bener dipastikan penjualnya mau membersihkan atau tidak. Kalau nggak mau ya nggak jadi beli. Atau kalau suami libur akhir pekan, beliaulah yang membersihkan ikannya.

#KLIP2020
#Januari15

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film Pendek Tilik : Antara Tradisi dan Literasi Digital

Sumber : IG ravacanafilm Beberapa hari ini mulai trending film pendek " Tilik ". Film yang sebernarnya sudah di produksi pada tahun 2018 ini sudah ditonton 1,8 juta kali, disukai oleh 144 ribu dan subscriber chanel ini langsung melonjak pernah hari ini menjadi 6,4 ribu. Film pendek garapan Ravacana bekerja sama dengan dinas kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta ini telah beberapa kali ikut festival diantaranya : Winner piala maya tahun 2018 sebagai film pendek terpilih Official selection Jogja -Netpac Asian festival 2018 Official selection word cinema Amsterdam 2019 Film ini mengunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya dengan dilengkapi teks berbahasa Indonesia.  Dan salah satu daya tariknya adalah dialog -dialog berbahasa Jawa yang sangat akrab bagi masyarakat Jawa. Terlebih bagi orang Jawa yang merantau, tentu dialog dalam film ini sedikit mengobati kangen kampung halaman.  Setting tempat dan suasana yang kental dengan nuansa...

Lembah Long Ba : Lelaki Berkalung Siung Harimau

Part 3. Lelaki Berkalung Siung Harimau Auuuugh… ! Aku ambruk tanpa sempat menggapai apapun untuk menahan berat badanku. Rasa sakit segera menjalar ketika tubuhku menimpa benda yang ada di bawahku. Sialnya malam begitu gulita benar. "Pak Tegar… . " Suara Simpai terdengar. Aku berusaha bangkit setelah sedikit menguasai keadaan. Rupanya meja yang kutabrak barusan. Mengapa berada tepat di depan pintu kamar, padahal tadinya kuletakkan dekat pintu keluar? "Kenapa mejanya jadi ada disini? " tanyaku pada Simpai. "Eh iya, maaf Pak. Saya geser meja biar tempat buat tidur jadi lebih luas. Juga biar gampang kalau harus keluar rumah, " jawab Simpai sambil menyalakan lentera. "Bapak ada yang luka? " "Sudah, nggak apa-apa. Geser sedikit ke samping pintu kan bisa, " jawabku lalu beranjak balik ke kamar. "Jangan lupa, matikan lagi lenteranya, takut jatuh dan jadi kebakaran. " Malam pun berlalu dengan tenang, tapi bukan tak terjadi apa - apa. ...

Sastra dan Pelajaran Favorit di Sekolah

Buku-buku sastra akan jadi bacaan di sekolah, demikian reaksi para pengiat literasi ketika membaca berita bahwa sastra akan masuk kurikulum. Dalam rangka mengimplementasikan kurikulum merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong pemanfaatan sastra sebagai sumber belajar. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Standar Badan Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo dalam peringatan Hari Buku Nasional 2024. Karya sastra akan menjadi salah satu sumber belajar yang diharapkan dapat meningkatkan minat baca, mendorong berpikir kritis, dan mengasah kreatifitas. Jadi kebayang kan novel-novel sastra jadi bacaan siswa di sekolah. Ikut senang dengar berita ini, meski tak luput dari kritik dan kekurangan sih. Baru-baru ini seorang Budayawan, Nirwan Dewanto membuat surat terbuka yang intinya keberatan dengan buku panduan sastra masuk kurikulum. Termasuk buku puisinya yang dijadikan rujukan, dan masuk daftar bacaan atau buku-buku yang direkomendasi...