Langsung ke konten utama

Hari 1 Januari 2020


Sejatinya setiap hari adalah hari baru karena hari adalah satuan waktu, dimana jika sudah berlalu tidak akan surut atau kembali lagi.
Pun hari ini yang merupakan awal hari di dalam kalender baru tahun 2020, meski namanya dan momentnya sama seperti tahun sebelumnya, dengan perayaan dan tradisi yang sama,  penuh gegap gempita. Bahkan angkanya dalam sama setiap bulan dan mananya berulang tiap pekan sekali.

Kita telah melewati hari-hari kemarin dengan segala pernak-pernik peristiwa dan kenangan yang mungkin tak akan terlupa. Apapun itu, semoga menjadi pelajaran berharga dalam menjalani hari-hari yang akan datang.
Dan hari ini, saat fajar menyingsing tadi pagi, udara pagi hari baru, meniupkan semangat agar hari-hari kedepan lebih baik lagi.

Ada banyak pelajaran berharga hari ini, diawali dengan krisis air bersih di kota kami. Sejak berhari lalu, rasa tak nyaman menyelimuti, bahkan atmosfir emosi negatif susah untuk dihindari. Tensi ketersinggungan dan kemarahan menjadi lebih tinggi baik dengan suami maupun anak.

Lalu silih berganti berita banjir di pelosok negeri ini, menyeruak diruang dengar dan pandang kami. Rumah - rumah yang terendam air bahkan hingga atap, perabot yang tak sempat diselamatkan, kendaraan yang terbawa arus, kemacetan di mana-mana, perjalanan yang tertunda karena terjebak dalam banjir besar dan aneka kejadian lainnya.

Meski berusaha keras menghapus kecewa.
Pada mendung bergelayut beberapa hari yang gagal menjadi hujan.
Pada harapan hujan turun dengan derasnya agar bendungan  tersisa penuh dan air mengalir lagi lancar.
Kemudian tersadar, bahwa semua ini tidak seberapa dibanding mereka yang sedang mengalami musibah banjir di seberang sana.
Mengumpulkan lagi kepingan syukur atas apapun adanya, lalu menyemai harapan bahwa esok akan lebih baik.

Maka, ketika hati sudah lapang, dan membuka media sosial mendapati postingan di klub literasi ibu profesional bahwa tantangan menulis tahun 2020 dibuka, seketika bahagia itu membuncah.
Kesempatan yang tidak boleh terlewatkan lagi. Kalau tidak hari ini kapan lagi.

Sebuah tekad diwujudkan untuk konsisten menulis setiap hari. Bukan masalah seberapa kerennya sebuah tulisan, karena disini ajang latihan menulis, tetapi untuk konsisten menulis sungguh bukan hal yang mudah tapi bisa dilakukan. Dan untuk bisa, maka ada hari dimana kita akan memulai.

Konsisten adalah karakter positif yang harus dikembangkan dan diwujudkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Penentuan tujuan yang spesifik dan jelas sangat penting dalam mewujudkan sikap konsisten. Kemudian memahami cara menjadi orang yang konsisten dan selalu memotivasi diri.

Jika hari-hari yang lalu masih suka mengandalkan mood dan masih menulis suka-suka. Dengan bergabung di Klub Literasi ini menjadi lebih semangat untuk menulis setiap hari. Ayo kita bisa!

#KLIP2020
#Januari1


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga, Tak Sekedar Ikatan Nasab

Gerimis kecil pagi itu tak menghalangiku duduk di boncengan motor pak suami. Meski di kota sedang tidak hujan deras, namun hujan di hulu sana, membuat Sungai Karangmumus meluap sehingga menyebabkan banjir sepanjang daerah aliran sungai itu. Titik terparah ada mulai dari depan Mall Lembuswana sampai Pasar Segiri. Setelah menerobos banjir dan mencari celah genangan yang tidak dalam pada gang-gang kecil sampai juga di kantor pak suami. Malam sebelum pak suami mengirim pesan bahwa pagi ini akan pergi dinas ke Balikpapan. Bak pucuk dicita ulam tiba, langsung aku menyatakan ingin ikut. Bagiku, ke Balikpapan adalah pulang kampung yang sebenarnya. Karena ada banyak " keluarga " di sana. Mengapa ada tanda petik pada kata keluarga? Mau tahu cerita selanjutnya? Oke, dilanjut ya. Keluarga seperti bukan keluarga Jadi sejak pandemi melanda negeri ini, ada dua kota yang begitu kurindukan. Pertama: Bojonegoro Di kota ini aku dilahirkan dan ibuku berada seorang diri tanpa anak kandung di sisi

Sekilas Tentang Sapardi Djoko Damono

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu." Ada yang ingat puisi karya siapakah ini? Sapardi Djoko Damono. Iya tepat sekali. Petikan puisi di atas adalah salah satu bait puisi yang romantis dan sangat terkenal, bahkan sering dikutip untuk undangan pernikahan, kalender, poster, dan banyak lagi.  Sastrawan yang produktif menghasilkan karya ini, sering mendapatkan penghargaan atas karyanya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Anugrah Habibie Award XVIII tahun 2016 pada bidang kebudayaan mengukuhkan namanya sebagai sastrawan terdepan masa kini. Pada tahun 2003, mendapat penghargaan Achmad Bakrie sementara Anugrah SEA Write Award yang telah lebih dahulu diraihnya. Biodata Sapardi Nama : Sapardi Djoko Damono Tempat tanggal lahir : Solo, 20 Maret 1940 Pekerjaan : Sastrawan, Guru Besar Tanggal Meninggal : 19 Juli 2020 Istri : Wardiningsih Anak : Rasti Suryandani dan Rizki Hendriko  Sekilas tentang kehi

Sastra dan Pelajaran Favorit di Sekolah

Buku-buku sastra akan jadi bacaan di sekolah, demikian reaksi para pengiat literasi ketika membaca berita bahwa sastra akan masuk kurikulum. Dalam rangka mengimplementasikan kurikulum merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong pemanfaatan sastra sebagai sumber belajar. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Standar Badan Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo dalam peringatan Hari Buku Nasional 2024. Karya sastra akan menjadi salah satu sumber belajar yang diharapkan dapat meningkatkan minat baca, mendorong berpikir kritis, dan mengasah kreatifitas. Jadi kebayang kan novel-novel sastra jadi bacaan siswa di sekolah. Ikut senang dengar berita ini, meski tak luput dari kritik dan kekurangan sih. Baru-baru ini seorang Budayawan, Nirwan Dewanto membuat surat terbuka yang intinya keberatan dengan buku panduan sastra masuk kurikulum. Termasuk buku puisinya yang dijadikan rujukan, dan masuk daftar bacaan atau buku-buku yang direkomendasi