Langsung ke konten utama

Ke Baitullah

Part 3
Mengurus Paspor 2

Kantor kependudukan dan catatan sipil yang selama sepekan ku datangi. Sumber:www.goggle.com

Sebelum pulang kampung, aku meminta adik yang tinggal di kota terdekat rumah ibuku untuk mempersiapkan dokumen ibu agar aku bisa langsung ke kantor imigrasi keesokan harinya. 
Membaca kisah urusan paspor di Jawa membuatku agak ngeper. Di kantor imigrasi Surabaya, misalnya bahkan antrian terjadi sejak dinihari, itupun kalau hari itu kuota habis, bisa besok lagi dan lagi. 
Pun ketika meminta informasi pada teman yang pernah berurusan dengan kantor Imigrasi Gresik, sama. Padahal ibuku sudah sepuh dan kesehatannya kurang baik. Membawa orang tua antri seharian di kantor imigrasi saja sudah gamang banget, apalagi jika dari dinihari sementara di kota kami belum ada kantor imigrasi. 

Aku memcoba mendaftar online dan dapat di kantor imigrasi Gresik. 
Adik mengabarkan bahwa ada kesalahan di tanggal lahir ibu, tidak sama antara di eKTP dengan KK. Segera aku membatalkan perdaftaran paspor online untuk mengurus perbaikan dokumen sebelum mengurus paspor. Ngeri membayangkan sudah jauh-jauh dan antri sedemikian rupa harus pulang dengan tangan kosong karena kesalahan dokumen kependudukan.

Sampai dirumah ibu, segera kubuka dokumen-dokumen ibu dan benar saja, ada kesalahan tahun lahir dan setelah diteliti lagi, ada bukan hanya tahun lahir yang tidak sama, NIK-nya pun tidak sama. Besoknya kuputuskan mengurus ke kantor catatan sipil dikota dan sekalian mengurus surat rekomendasi di kemenag setempat. 

Senin pagi, tgl 18 Desember aku datang ke kantor catatan sipil, maksud awalnya ingin mencari informasi pengurusan perubahan dokumen, tapi  E-KTP ibu langsung ditahan. Prosedur pengurusan nya kembali dari awal lagi. 
Maka pagi-pagi sekali di tanggal 19 Desember sudah duduk manis di kantor Desa menunggu perangkat desa untuk meminta surat pengantar ke kecamatan. Proses perbaikan kk di kantor kecamatan selesai siang hari, dan lansung kembali ke kantor catatan sipil di kota kabupaten yang berjarak 40 km dari rumah siang itu juga untuk meminta tanda tangan kepala kantor catatan sipil pada KK baru.
Suasana seperti ini setiap hari, antri pulang - balik lagi antri lagi.
Sumber : www.goggle.com

Keesokan harinya yaitu pada tgl 20 Desember kembali ke kantor catatan sipil untuk mengambil KK baru , dan teryata ada kesalahan penulisan nama ibu dari ibuku (nenek) , jadi harus kembali lagi ke kantor kecamatan. 
Tanggal 22 hari Jum'at pagi-pagi sekali kembali ke kantor catatan sipil, untuk meminta tanda-tangan lagi di KK yang baru, yang sudah update terbaru. 
"Ditinggal aja ya Mbak, kepala kantor lagi keluar. Biasanya kalau hari Jum'at begini kalau sudah keluar nggak kembali lagi ke kantor. "
Baiklah aku pulang dengan lemas. Ditinggal berarti harus menunggu 4 hari lagi karena libur cuti bersama hari natal. 
Dipojok informasi itu lebih sering kosong. Kacamata tertinggal disana dan hilang. 
Hari pertama masuk kantor, setelah hari natal, langsung dengan harap-harap cemas dan berdoa sepanjang jalan agar urusan dokumen kepedudukan ini selesai.
Eh si Bapak petugasnya bilang," Mbak kemarin setelah mbaknya pulang, Bapak kelapa kantor ternyata balik ke kantor. "
Sambil tersenyum kecut kujawab, " Yah Pak, sudah takdir harus bolak-balik seperti ini. 
Setelah mengambil berkas KK dan mengajukan berkas pembuatan eKTP baru. Blangko eKTP habis karena banyak anak-anak 17 tahun yang mengurus KTP. Tapi bisa dibuatkan surat keterangan (suket). Tak apalah sambil berharap hari ini selesai sehingga bisa mengurus paspor. 
Salah satu sisi jalan yang sepanjang hari kulalui selama mengurus dokumen kependudukan. 
Maka waktu 1 minggu lebih itu, hanya digunakan untuk mengurus perbaikan dokumen kependudukan ibuku, sehingga tiap hari harus mondar mandir dari kota kecamatan ke kota kabupaten. 

Selanjutnya mengurus paspor, dipenghujung akhir tahun. Tanggal 28 Desember, menjelang libur akhir tahun. 
Setelah mencari info sekali lagi, pilihan jatuh ke kantor imigrasi Madiun yang jaraknya 3 jam lebih dari rumahku. Dengan pertimbangan lebih lancar dan antrian tidak sebanyak di kota lain. Berdasarkan informasi yang kudapatkan dari teman yang berdomisili di kota itu. 
Pelan-pelan ku beritahukan pada ibu bahwa kita akan pergi ke Madiun mengurus paspor dan berangkat dinihari dari rumah agar dapat nomor antrian lebih dahulu. 
Kupesan mobil pada tetangga dan mewanti-wanti untuk berangkat pagi-pagi sekali. 
Semalaman aku tidak tidur memikirkan bagaimana besok. Meski berulang kali mencoba namun tetap tidak bisa. 
Pukul 02.00 dinihari kami mulai bersiap, bahkan ibu sudah memasak air buat mandi. 
Lalu pukul 03.00 kami siap dan menunggu di jemput. Pukul 03.30 pas, kami meluncur ke kota Madiun. Sempat sholat subuh di masjid pinggir jalan. Dan akhirnya sampai di kantor imigrasi Madiun pukul 06.30.

Alhmdulillah, antrian belum banyak, baru 10 orang. Lega rasanya. Urusannya pun lancar, ada saja yang kurang. Tapi suami dan pembina tahfizh anak-anak membantu dengan mengirim file yang dibutuhkan via eMail sehingga bisa din print di warnet terdekat. Pukul 09.00 proses wawancara dan foto serta pembayaran selesai. Kami sarapan lalu pulang. 

(Bersambung) 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga, Tak Sekedar Ikatan Nasab

Gerimis kecil pagi itu tak menghalangiku duduk di boncengan motor pak suami. Meski di kota sedang tidak hujan deras, namun hujan di hulu sana, membuat Sungai Karangmumus meluap sehingga menyebabkan banjir sepanjang daerah aliran sungai itu. Titik terparah ada mulai dari depan Mall Lembuswana sampai Pasar Segiri. Setelah menerobos banjir dan mencari celah genangan yang tidak dalam pada gang-gang kecil sampai juga di kantor pak suami. Malam sebelum pak suami mengirim pesan bahwa pagi ini akan pergi dinas ke Balikpapan. Bak pucuk dicita ulam tiba, langsung aku menyatakan ingin ikut. Bagiku, ke Balikpapan adalah pulang kampung yang sebenarnya. Karena ada banyak " keluarga " di sana. Mengapa ada tanda petik pada kata keluarga? Mau tahu cerita selanjutnya? Oke, dilanjut ya. Keluarga seperti bukan keluarga Jadi sejak pandemi melanda negeri ini, ada dua kota yang begitu kurindukan. Pertama: Bojonegoro Di kota ini aku dilahirkan dan ibuku berada seorang diri tanpa anak kandung di sisi

Sekilas Tentang Sapardi Djoko Damono

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu." Ada yang ingat puisi karya siapakah ini? Sapardi Djoko Damono. Iya tepat sekali. Petikan puisi di atas adalah salah satu bait puisi yang romantis dan sangat terkenal, bahkan sering dikutip untuk undangan pernikahan, kalender, poster, dan banyak lagi.  Sastrawan yang produktif menghasilkan karya ini, sering mendapatkan penghargaan atas karyanya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Anugrah Habibie Award XVIII tahun 2016 pada bidang kebudayaan mengukuhkan namanya sebagai sastrawan terdepan masa kini. Pada tahun 2003, mendapat penghargaan Achmad Bakrie sementara Anugrah SEA Write Award yang telah lebih dahulu diraihnya. Biodata Sapardi Nama : Sapardi Djoko Damono Tempat tanggal lahir : Solo, 20 Maret 1940 Pekerjaan : Sastrawan, Guru Besar Tanggal Meninggal : 19 Juli 2020 Istri : Wardiningsih Anak : Rasti Suryandani dan Rizki Hendriko  Sekilas tentang kehi

Sastra dan Pelajaran Favorit di Sekolah

Buku-buku sastra akan jadi bacaan di sekolah, demikian reaksi para pengiat literasi ketika membaca berita bahwa sastra akan masuk kurikulum. Dalam rangka mengimplementasikan kurikulum merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong pemanfaatan sastra sebagai sumber belajar. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Standar Badan Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo dalam peringatan Hari Buku Nasional 2024. Karya sastra akan menjadi salah satu sumber belajar yang diharapkan dapat meningkatkan minat baca, mendorong berpikir kritis, dan mengasah kreatifitas. Jadi kebayang kan novel-novel sastra jadi bacaan siswa di sekolah. Ikut senang dengar berita ini, meski tak luput dari kritik dan kekurangan sih. Baru-baru ini seorang Budayawan, Nirwan Dewanto membuat surat terbuka yang intinya keberatan dengan buku panduan sastra masuk kurikulum. Termasuk buku puisinya yang dijadikan rujukan, dan masuk daftar bacaan atau buku-buku yang direkomendasi