"Anugerah dan bencana adalah kehendakNYA, kita mesti tabah menjalani, hanya cambuk kecil agar kita sadar...... "
Mendengar dan melihat berita bencana alam banjir dan tanah longsor di Jabodetabek juga daerah lainnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur tetiba ingat petikan lagu legendaris Ebit G. Ade. Ketahuan umur kalau begini ini. E tapi lagu ini juga sering dipakai sebagai backsound jika ada berita bencana kok meski nggak jamani setidaknya familiar kan.
Mirisnya, derita karena musibah ini masih ditingkahi dengan hujatan, celaan dan saling menyalahkan. Tak ayal lagi kubu-kubuan pun saling menyerang dengan aneka berita hoax.
Duhai, tidakkan bencana ini sedikit menyentuh nurani. Minimal, kalau tidak bisa berbuat baik meringankan korban setidaknya cukup diam saja. Atau menjadikannya sebuah pelajaran berharga.
Seperti petikan syair lagu di atas, kita bisa mengambil pelajaran bahwa:
- Takdir atau kehendakNYA
- Sebuah peringatan atau teguran
- Curah hujan yang tinggi
- Ulah manusia
Sebagai ummat beragama kita menyakini bahwa segala sesuatu adalah kehendakNYA. Takdir yang tidak bisa kita hindari, hanya penyikapan yang membedakan. Tentu tidak selayaknya kita saling menyalahkan, caci maki dan mencela. Kita Terima takdir ini dengan kesabaran, sembari mencari solusi bukan sebaliknya.
Bisa jadi, bencana ini adalah peringatan dan teguran buat kita. Allah SWT sangat Maha Pencipta dan Pemelihara, kepada manusia otoritas pengelolaan dan pemanfaatan alam di serahkan. Tapi sadarkah manusia ketika berbuat kerusakan. Sebagaimana dalam Qur'an surah Ar-Rum ayat 41.
Artinya : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).
Curah hujan yang tinggi, bahkan tahun ini menjadi yang paling tinggi sepanjang hampir seperempat abad.
Curah hujan kemarin adalah yang tertinggi selama 24 tahun terakhir berdasarkan data sejak 1996," kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati kepada detikcom, Kamis (2/1/2020)
Curah hujan yang tinggi ini tentu tidak tidak tiba-tiba. Pasti ada proses panjang perubahan iklim yang menyebabkan cuaca menjadi lebih ekstrim.
Tak dapat dipungkiri, sejatinya ulah manusia sendiri turut andil dalam rentetan bencana ini. Alih fungsi hutan, pembangunan yang terus mengerus area lahan terbuka hijau. Menjamurnya perumahan-perumahan yang dalam aturannya harus menyediakan area resapan air namun pada kenyataannya banyak melanggar.
Dalam skala lebih kecil lagi, kita sebagai individu masih banyak yang tidak peduli dengan membuang sampah sembarangan.
Oleh karena itu, daripada sibuk mencari - cari kesalahan, alangkah eloknya jika kita berefleksi, apa yang sudah kita lakukan. Andai pun tidak bisa melakukan perubahan besar, lakukanlah perubahan kecil mulai dari diri sendiri.
- Membuang sampah pada tempatnya atau lebih baik lagi memilah sampah. Bahkan kalau bisa meminimalisir sampah.
- Membuat resapan air disekitar rumah dengan lubang biopori misalnya.
- Hindari semenisasi sehingga tidak ada resapan air, lebih baik mengunakan paving blok.
- Tanamlah pohon dan perbanyak ruang hijau.
- Tampung air hujan yang bisa dimanfaatkan untuk menyiram tanaman.
Perubahan yang besar bermula dari perubahan-perubahan kecil. Maka mulailah apa yang mudah dan bisa kita lakukan.
Referensi :
1. Al Qur'an surah Ar- Rum
2. Detikcom
#KLIP2020
#Januari3
Komentar
Posting Komentar