Tubuhnya kian tambun, terutama di bagian perut bukan karena banyak makan tapi janin yang dikandungnya kian membesar. Gerakannya juga menjadi semakin lambat, tak selincah dulu. Padahal ia harus tetap mencari makan sendiri.
Tak ada yang bisa diharapkan pada kondisi seperti ini.
Kadang atas kemurahan para tetangga yang tak tega melihatnya, ia mendapat sedikit makanan. Cukup untuk mengganjal perut dan meredakan gerakan janin yang dikandungnya.
Entahlah, ia pun tak tahu ada berapa banyak bayi dalam perutnya. Yang jelas kian hari kian membesar saja. Dan disaat mendekati hari kelahiran, didapatinya sebuah emperan rumah. Untuk sementara cukup menjadi tempat berlindung, meski lebih sering pemilik rumah mengusirnya karena tak berkenan. Mau bagaimana lagi? Ia tak tahu harus kemana mencari tempat yang aman bagi janin-janin yang akan dilahirkannya nanti.
Seringkali ia menyelinap masuk ke dalam rumah mengharap ada sedikit makanan yang bisa diambilnya, tapi lebih sering ketahuan sehingga ia tak mendapat apa-apa. Akhirnya plafon rumah itu menjadi pilihannya. Aman, karena pemilik rumah tak akan mengusirnya lagi. Sesekali ia turun mencari makan. Beruntung meski tak suka saat ia masuk rumah, sang tuan rumah masih berkenan memberi makan.
Sebenarnya sang tuan rumah berbaik hati menyiapkan sebuah tempat di emperan rumahnya, namun kehadiran si Makki akhir-akhir ini menghantuinya.
Duh siapa sih yang tahan dengannya. Makki lah penyebab semua ini hingga ia harus berjalan jauh sampai di komplek perumahan ini.
"Pergi kau Makki, aku tak mau lagi berurusan denganmu, " Dengan suara parau Ia mengusir Makki.
"Slow down Tachi, aku akan menunggu hingga lahir anak-anak kita. Duh tak sabar aku menunggu kehadiran mereka. Pasti lucu dan imut kayak kamu. "
"Cukup Makki, aku tahu bukan itu yang kamu harapkan? "
"Jelaslah, aku mengharap kamu Tachi. "
"Kali ini cukup Makki. Carilah yang lain, aku hanya mau merawat dan membesarkan anak-anak ini. "
"Omong kosong, ngapain kamu mesti repot-repot ngurus bayi-bayi tak berdaya itu. Sudah tinggalkan mereka setelah lahir dan ikut denganku. "
"Biadab kau Maiki. Pergi dan aku akan berteriak sampai orang rumah ini mengusirmu. "
Tepat saat suara melengking Tachi terdengar, pemilik rumah membawa sapu dan mengusir Makki. Ia pun lari tunggang langgang.
***
Rasa sakit itu semakin tak tertahankan, dengan menaiki tangga yang bersandar di dinding rumah itu Tachi menuju loteng. Setelah hampir seharian berjuang dengan rasa sakit, akhirnya satu persatu bayi mungilnya lahir. Di endusnya mereka satu demi satu dengan rasa sayang. Disusuinya hingga puas dan tertidur pulas.. Hampir seharian penuh ia menunggu anak-anaknya sampai rasa lapar menyadarkannya bahwa sudah sehari semalam ia tak makan apapun.
Segera ia turun mencari makan di bawah. Beruntung tuan rumah menyediakan makanan cukup banyak hari ini. Karena lelah setelah melahirkan dan kekenyangan, Tachi tertidur pulas di halaman rumah.
Ia terkejut saat tahu hari sudah gelap. Segera ia berlari naik ke atap menjumpai anak-anaknya. Namun apa daya, bayi-bayi mungilnya sudah bersimbah darah.
Tachi menjerit dan menangis sekencangnya… lolongannya tak henti-henti hingga pagi menjelang. Sedih tak terkira, namun tangisannya tak mengembalikan bayi-bayinya yang kini sudah tak bernyawa.
Siapakah kiranya yang telah tega berbuat sekejam ini? Sebuah tanya yang hanya terdengar oleh dinding-dinding beku, atap kaku dan lantai berdebu.
Berhati-hati Tachi diliputi kesedihan, turun hanya untuk mencari seteguk air penghapus dahaga kemudian naik dan mencari anak-anaknya seolah mereka masih hidup lalu menangis saat menyadari anak-anaknya sudah kaku dan berbau busuk.
Di sana, di balik rerimbunan semak, Makki tersenyum puas. Tak ada lagi halangan untuk mendekati Tachi.
#kisah
Kelahiran Bayi Kucing
Entahlah, ia pun tak tahu ada berapa banyak bayi dalam perutnya. Yang jelas kian hari kian membesar saja. Dan disaat mendekati hari kelahiran, didapatinya sebuah emperan rumah. Untuk sementara cukup menjadi tempat berlindung, meski lebih sering pemilik rumah mengusirnya karena tak berkenan. Mau bagaimana lagi? Ia tak tahu harus kemana mencari tempat yang aman bagi janin-janin yang akan dilahirkannya nanti.
Seringkali ia menyelinap masuk ke dalam rumah mengharap ada sedikit makanan yang bisa diambilnya, tapi lebih sering ketahuan sehingga ia tak mendapat apa-apa. Akhirnya plafon rumah itu menjadi pilihannya. Aman, karena pemilik rumah tak akan mengusirnya lagi. Sesekali ia turun mencari makan. Beruntung meski tak suka saat ia masuk rumah, sang tuan rumah masih berkenan memberi makan.
Sebenarnya sang tuan rumah berbaik hati menyiapkan sebuah tempat di emperan rumahnya, namun kehadiran si Makki akhir-akhir ini menghantuinya.
Duh siapa sih yang tahan dengannya. Makki lah penyebab semua ini hingga ia harus berjalan jauh sampai di komplek perumahan ini.
"Pergi kau Makki, aku tak mau lagi berurusan denganmu, " Dengan suara parau Ia mengusir Makki.
"Slow down Tachi, aku akan menunggu hingga lahir anak-anak kita. Duh tak sabar aku menunggu kehadiran mereka. Pasti lucu dan imut kayak kamu. "
"Cukup Makki, aku tahu bukan itu yang kamu harapkan? "
"Jelaslah, aku mengharap kamu Tachi. "
"Kali ini cukup Makki. Carilah yang lain, aku hanya mau merawat dan membesarkan anak-anak ini. "
"Omong kosong, ngapain kamu mesti repot-repot ngurus bayi-bayi tak berdaya itu. Sudah tinggalkan mereka setelah lahir dan ikut denganku. "
"Biadab kau Maiki. Pergi dan aku akan berteriak sampai orang rumah ini mengusirmu. "
Tepat saat suara melengking Tachi terdengar, pemilik rumah membawa sapu dan mengusir Makki. Ia pun lari tunggang langgang.
***
Rasa sakit itu semakin tak tertahankan, dengan menaiki tangga yang bersandar di dinding rumah itu Tachi menuju loteng. Setelah hampir seharian berjuang dengan rasa sakit, akhirnya satu persatu bayi mungilnya lahir. Di endusnya mereka satu demi satu dengan rasa sayang. Disusuinya hingga puas dan tertidur pulas.. Hampir seharian penuh ia menunggu anak-anaknya sampai rasa lapar menyadarkannya bahwa sudah sehari semalam ia tak makan apapun.
Segera ia turun mencari makan di bawah. Beruntung tuan rumah menyediakan makanan cukup banyak hari ini. Karena lelah setelah melahirkan dan kekenyangan, Tachi tertidur pulas di halaman rumah.
Ia terkejut saat tahu hari sudah gelap. Segera ia berlari naik ke atap menjumpai anak-anaknya. Namun apa daya, bayi-bayi mungilnya sudah bersimbah darah.
Tachi menjerit dan menangis sekencangnya… lolongannya tak henti-henti hingga pagi menjelang. Sedih tak terkira, namun tangisannya tak mengembalikan bayi-bayinya yang kini sudah tak bernyawa.
Siapakah kiranya yang telah tega berbuat sekejam ini? Sebuah tanya yang hanya terdengar oleh dinding-dinding beku, atap kaku dan lantai berdebu.
Berhati-hati Tachi diliputi kesedihan, turun hanya untuk mencari seteguk air penghapus dahaga kemudian naik dan mencari anak-anaknya seolah mereka masih hidup lalu menangis saat menyadari anak-anaknya sudah kaku dan berbau busuk.
Di sana, di balik rerimbunan semak, Makki tersenyum puas. Tak ada lagi halangan untuk mendekati Tachi.
#kisah
Kelahiran Bayi Kucing
Komentar
Posting Komentar