Selalu ada yang pertama, pertama ketemu calon suami, pertama punya anak, hingga pertama menerima lamaran atau melamar. Dan yang pertama itu kadang bikin deg-degan tak karuan, iya nggak sih?
Begitulah, ketika mendapat kabar bahwa calon besan akan datang ke kota kami dari kota yang jauh tentu saja kami deg-degan, bingung harus bagaimana. Ini pertama kalinya kami akan menerima kedatangan calon besan. Terlebih kami termasuk calon mertua yang masih mudah, heuh belum lima puluh tahun. Dan nggak ada tetua yang bisa kami mintai pertolongan karena pandemi ini ada pembatasan gerak.
Awalnya info yang kami Terima hanya untuk silaturahmi antar keluarga. Begitulah yang ada di pikiran kami, jadi nggak perlu persiapan acara yang gimana gitu. Dan ketika dikonfirmasi malah mengajak ketemuan di luar rumah. Tepatnya di rumah makan, jadi santai aja nggak perlu masak-masak. Terbayang kan andai ada acara di rumah dengan kondisi rumah kami yang minimalis sebagai warga nomaden juga kemampuan masakku yang level amuba.
Setelah ketemu, demi kepraktisan dan keefektifan di masa pandemi ini, langsung dilanjut dengan pernyataan formal tanda resminya proses lamaran. Kemudian dilanjutkan dengan membicarakan acara pernikahan, menentukan hari dan tanggal, biaya serta bentuk acara.
Acara singkat dan tanpa protokoler berbelit ini berjalan lancar dan cair banget. Kami malah terasa sudah lama kenal, dan obrolan kami mengalir begitu saja. Padahal, ketika akan berangkat duh deg-degannya kayak aku pertama kali mengalami ta'aruf dulu. Iyah… malah emaknya nih yang grogi. Dan saat sudah sampai di tempat acara, jadi santai banget.
Mungkin karena latar belakang yang hampir sama jadi, pembacaan kami langsung nyambung. Kami pun berpikir proses yang sederhana dan syari. Memulai semua dengan tuntunan agama, tanpa pacaran. Acara yang simpel dan ringkas agar segera halal dan menghindari fitnah. Sehingga keputusan akhir acara walimah nanti sederhana dan mudah.
Setelah, ketok palu eh ketok sendok. Maksudnya sepakat, selanjutnya tinggal makan-makan dan ngobrol santai lainnya. Ternyata seru juga ya pengalaman pertama.
Iya, seru banget. Bahkan sebelum ini kami mengalami banyak turbulensi terutama masa ta'aruf dimulai. Kondisi anak yang masih labil, membuat emosi kami naik turun. Hampir saja proses ini dibatalkan, dan kami sudah menyerah. Entah apa yang terjadi, anaknya malah berubah pikiran dan menerima proses ini meski masih sering bad mood.
Sudahlah, semua sudah berlalu saatnya melangkah maju, semoga semua lancar setelah berbagai ujian yang terjadi. Uniknya lagi, setelah sampai rumah baru ingat, oleh - oleh yang kami siapkan ketinggalan di rumah. Ya sudahlah, kami pasrah saja. Besok dibagi saja ke tetangga.
Malamnya, malah dapat WA bahwa oleh-oleh yang calon besan siapkan juga ketinggalan. MasyaAllah… kok kompakan sih.
Komentar
Posting Komentar