"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu."
Ada yang ingat puisi karya siapakah ini? Sapardi Djoko Damono. Iya tepat sekali. Petikan puisi di atas adalah salah satu bait puisi yang romantis dan sangat terkenal, bahkan sering dikutip untuk undangan pernikahan, kalender, poster, dan banyak lagi.
Sastrawan yang produktif menghasilkan karya ini, sering mendapatkan penghargaan atas karyanya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Anugrah Habibie Award XVIII tahun 2016 pada bidang kebudayaan mengukuhkan namanya sebagai sastrawan terdepan masa kini. Pada tahun 2003, mendapat penghargaan Achmad Bakrie sementara Anugrah SEA Write Award yang telah lebih dahulu diraihnya.
Biodata Sapardi
Nama : Sapardi Djoko Damono
Tempat tanggal lahir : Solo, 20 Maret 1940
Pekerjaan : Sastrawan, Guru Besar
Tanggal Meninggal : 19 Juli 2020
Istri : Wardiningsih
Anak : Rasti Suryandani dan Rizki Hendriko
Sekilas tentang kehidupan Sapardi
Terlahir di kota Solo dari pasangan Sadyoko dan Sapariyah kehidupan Sapardi mengalami pasang surut. Lahir di rumah kakek dari jalur ibunya di sekitar benteng keraton Surakarta. Rumah besar di kampung Baturono dari bayi hingga menikmati masa kanak-kanak. Sayangnya, sang kakek diam-diam mengadakan rumah tersebut sehingga membuatnya terusir karena tak mampu menebusnya.
Keluarga kecil Sapardi akhirnya pindah ke kampung Komplang Kelurahan Kadipiro, Kecamatan Banjarsari Solo hingga Sapardi mencapai usia remaja dan berangkat kuliah ke Yogyakarta.
Masa kecil dalam kesusahan
Lahir di masa penjajah Belanda, Sapardi pernah merasakan kehidupan yang kurang menyenangkan. Ibunya bahkan menjual buku-buku sang ayah untuk menutupi biaya hidup. Saat itu sang Ayah harus mengungsi karena menjadi incaran tentara Belanda untuk ditangkap. Tuduhan sebagai gerilyawan atau ekstrimis (baca sambil berlogat Belanda kayak di film-film) membuat kehidupan keluarga ini tidak tenang di kota Solo.
Sementara itu, ketika penjajahan Jepang, ibu Sapardi hampir saja menjadi tawanan tentara Jepang untuk dijadikan jugun ianfu, tahu sendirilah, buat apa sih tawanan perempuan itu. Syukurnya saat itu ibu Sapardi sedang hamil, jadi selamatlah ia. Jadi Sapardi merasakan benar suasana penjajahan dan hidup dalam peperangan memperjuangkan kemerdekaan. Bahkan kesulitan hidup itu membuatnya harus berpisah dengan orang tuanya dan tinggal dengan kerabatnya.
Riwayat pendidikan
Saat tinggal bersama kakeknya, Sapardi sempat mengenyam pendidikan taman kanak-kanak di sekitar Baturono. Setelah itu ia melanjutkan sekolah dasarnya di SD Kasatriyan, sekolah khusus untuk anak laki-laki di sekitar Keraton Solo. SMP negeri 2 Solo dan SMA juga di Solo. Semasa remaja Sapardi bahkan pernah mengikuti sekolah minggu, itulah mengapa Sapardi hampir dikira non muslim. Padahal Sapardi muslim dari lahir.
S1 di sastra Inggris UGM dan S2 di Universitas Hawaii Honolulu Amerika Serikat. Sementara gelar doktornya diperoleh di Universitas Indonesia.
Riwayat Karier
Setelah lulus kuliah S1, Sapardi melamar menjadi dosen pada universitas negeri di Malang. Beberapa tahun setelahnya ia melanjutkan pendidikan S2 dan kembali menjadi pendidik di negeri tercintanya. Tercatat selain sebagai dosen sastra UI beliau juga dosen di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Bahkan dalam kurun 1995-1999, Sapardi Djoko Damono adalah Dekan Fakultas Ilmu Budaya UI.
Selain sebagai pendidik, Sapardi juga aktif dalam dunia jurnalistik, tercatat pernah menjadi redaktur majalah sastra Horison, Basis, dan Kalam. Hingga akhir hayatnya ia aktif di Yayasan Lontar.
Proses Kreatif
Sejak kecil Sapardi sudah akrab dengan dunia seni dan sastra. Kakeknya pernah memberi hadiah wayang yang menjadi pemicu semangat untuk bertutur. Kemudian ia belajar gamelan dan tari Jawa.
Menulis mulai ditekuninya ketika ia harus pindah rumah ke sebuah tempat yang sepi. Kesepian begitu memasung jiwanya. Ia tuangkan rasa sepi melalui goresan pena. Maka satu demi satu karya lahir melalui tangannya.
Karya Sastra Sapardi
Sebagai sastrawan, Sapardi sudah menulis belasan buku sejak tahun 1959. Tulisannya banyak diterjemahkan dalam berbagai bahasa, Inggris, Perancis, Arab, bahkan India. Karya sastranya baik berupa fiksi maupun non fiksi selalu mendapat sambutan dari para penggemarnya. Bahkan beberapa karyanya begitu fenomenal seperti Hujan di Bulan Juni. Berikut beberapa karya Sapardi
Fiksi / puisi - prosa
- Dukamu Abadi
- Hujan di Bulan Juni
- Ayat-Ayat Api
- Mata Jendela
- Melipat Jarak
- Trilogi Soekram
Non Fiksi
- Jejak Realisme dalam Sastra Indonesia
- Babad Tanah Jawi
Penutup
Seseorang bisa abadi dalam kenangan ketika ia meninggal karya. Begitu pula dengan Sapardi Djoko Damono, banyaknya karya yang terlahir dari proses kreatifnya, menjadikan namanya abadi dalam kenangan.
#tugaspekanke2
#ODOP9
#komunitasonedayonepost
kereeen mba tami tulisannya.
BalasHapusTerima kasih Rika. Sama kok Rika juga keren banget tulisannya.
Hapus