Kauman, tentu tak asing dengan kata ini kan. Apalagi di Jawa, konsep pembangunan kota - kota di Jawa ada kemiripan dengan patron konsep kota Yogyakarta. Mungkin karena dulunya merupakan daerah yang berada di dalam kekuasan kerajaan Mataram ini.
Coba perhatikan, rata-rata kota di Jawa mempunyai centrum, kantor pemerintahan, pasar, alun-alun dan masjid. Lalu daerah yang berada di sekitar masjid ini dinamakan kauman dan masyarakatnya pun mendapat julukan warga kauman.
Karena tinggal di sekitar masjid, maka warga kauman dikenal lebih religius dibanding warga lain di luar kauman. Bisa jadi, karena mereka dikenal sebagai pemakmur masjid dengan rutin sholat berjamaah di masjid atau kegiatan keislaman lainnya.
Tidak hanya di kota atau ibukota propinsi dan kabupaten, konsep tata kelola daerah seperti ini juga sampai di kota kecamatan. Jika, disebut daerah kauman pasti akan merujuk pada daerah di sekitar masjid.
Dulu aku begitu iri dengan warga kauman ini. Rasanya beda ya, lebih religius dengan akses ke tempat ibadah yang lebih mudah. Menurutku saat itu, mereka warga elite suatu daerah, bukan karena kekayaan tapi karena religiusitas. Terlebih kesadaran beragama belum sekental sekarang ini, apalagi istilah Islam abangan begitu melekat dan menjadi stigma bagi sebagian masyarakat yang belum berislam secara kaffah. Keren rasanya, jadi warga kauman. Yah itu sekedar pemikiran anak-anak seusia sekolah dasar.
Qodarullah, ketika dewasa dengan pilihan hidup lebih baik, lebih memahami agama secara intens dan menikah dengan semangat keislaman yang tinggi malah punya rumah yang selalu dekat dengan masjid. Namun, di masa kini rumah dekat dengan masjid itu biasa. Karena sekarang ini bangunan masjid ada di mana-mana. Setiap radius tertentu ada masjid yang cukup representatif. Jadi sangat terjangkau, dan mudah bagi kita untuk selalu datang ke masjid sholat berjamaah lima waktu maupun kegiatan keagamaan lainnya.
Dan meski selalu tinggal di dekat masjid, daerah kami tidak bernama kauman. Pertama ya itu tadi, sudah banyak masjid yang dibangun hingga gang sempit sekalipun. Kedua, karena masjid di tempat tinggal kami bukan masjid utama atau masjid jami' sehingga daerah sekitarnya juga tidak bernama kauman. Nama kauman hanya disematkan pada daerah yang dekat dengan masjid jami' yang berdekatan dengan kantor pemerintahan. Ketiga, di luar Jawa istilah kauman kurang populer bahkan tak ada daerah yang bernama kauman. Bahkan saat tinggal di Nunukan, rumah kami pas di depan masjid besar atau masjid jami' tapi istilah kauman tak populer di kota ini.
Meskipun cita-cita menjadi warga kauman tidak tercapai, tapi aku bahagia tinggal di rumah yang dekat masjid. Bahkan, bisa dikatakan masjid menjadi rumah kedua bagi anak-anak karena mereka tumbuh besar di masjid sebagai tempat berkegiatan.
Aku pengen banget punya rumah dekat dengan masjid tp blm rizkinya sampai saat ini
BalasHapusHanya berusaha, agar anak2 dekat dengan masjid mesti rumahny kami tidak bersebelahan dengan masjid
Kami juga nggak sebelahan mbak, agak jauh sih tapi masih dalam komplek dan terjangkau dengan jalan kaki.
BalasHapus