Langsung ke konten utama

Cerpen : Dia, Ayah Anakku

Dia, Ayah Anakku

"Jadi apa keputusan Bunda? " Akhirnya sulungku itu bertanya setelah sekian menit kami tenggelam dalam pikiran masing - masing.

"Bunda, akan ikut apa keputusan anak-anak, " jawabku.

"Ini kehidupan Bunda, dan yang akan menjalani juga Bunda, kami akan berada aqdi belakang Bunda apapun keputusan yang Bunda ambil. "

"Bunda... . " Kalimatku menggantung.

"Aku nanti bantu Bunda menjelaskan ke adik-adik apapun keputusan yang Bunda ambil. "


***

Sakitnya tak terperi, saat sosok di depanku itu memilih pada akhirnya. Bukan aku tapi dia. Ah seandainya dia tetap berada disisiku pun, rasa sakit itu terlanjur bersemayam di hati. Bagaimana mungkin aku melupakan semua yang sudah dia lakukan selama ini. Meski kata maaf bisa saja terucap namun melupakan adalah kemustahilan.

Sekuat apapun aku menggenggamnya, dia bukan milikku. Baiklah, kini saatnya melepasnya. Toh ini yang dikehendakinya.

Memikirkan bagaimana anak-anak kedepan, tentu berat. Tapi lebih baik, daripada mereka berada pada sebuah keluarga yang tak baik, rumah yang rapuh. Aku akan berusaha lebih baik lagi menjaga dan mendidik mereka dengan baik meski dengan sebelah sayap.


Akhirnya dia benar-benar pergi meninggalkan kami begitu saja. Anak-anak masih kecil sehingga hal asuhnya berada di tanganku. Sulungku yang baru berusia 10 tahun itu pun tetap bertahan bersamaku. Lalu si tengah 5 tahun juga bungsu 2 tahun. Meski pada akhirnya dia menghilang tanpa kabar apalagi nafkah buat anak-anaknya. Sama sekali tidak ada. Aku harus bekerja keras membesarkan anak-anak.

Sepuluh tahun berlalu dengan perjuangan hidup yang tak ringan bagi kami. Kini anak-anak sudah tumbuh menjadi besar. Sulungku sudah dua puluh tahun sekarang, sementara bungsu sudah dua sebelas tahun.

. . Ting… notifikasi percakapan di WA berbunyi.

"Besok anak-anak akan menemuimu, merekalah yang berhak membuat keputusan" Balasanku pada pesan yang tersemat.

Maka ketika anak-anak bersepakat bahwa laki-laki itu layak menjadi ayah mereka. Aku tetap berada dalam kebimbangan yang semakin dalam.


Aku, masih pantaskan bersanding dengan laki-laki itu? Seorang janda beranak empat di usia yang menginjak 43 tahun.


"Bunda masih muda, masih layak untuk bahagia, " kata sulungku.


Kesalehan, kegigihan menaklukkan hatiku selama ini membuahkan hasil. Akhirnya aku mengiyakannya. Pemuda yang selisih usia 20 tahun lebih muda dariku itu kini akan menjadi suamiku, ayah dari keempat anakku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga, Tak Sekedar Ikatan Nasab

Gerimis kecil pagi itu tak menghalangiku duduk di boncengan motor pak suami. Meski di kota sedang tidak hujan deras, namun hujan di hulu sana, membuat Sungai Karangmumus meluap sehingga menyebabkan banjir sepanjang daerah aliran sungai itu. Titik terparah ada mulai dari depan Mall Lembuswana sampai Pasar Segiri. Setelah menerobos banjir dan mencari celah genangan yang tidak dalam pada gang-gang kecil sampai juga di kantor pak suami. Malam sebelum pak suami mengirim pesan bahwa pagi ini akan pergi dinas ke Balikpapan. Bak pucuk dicita ulam tiba, langsung aku menyatakan ingin ikut. Bagiku, ke Balikpapan adalah pulang kampung yang sebenarnya. Karena ada banyak " keluarga " di sana. Mengapa ada tanda petik pada kata keluarga? Mau tahu cerita selanjutnya? Oke, dilanjut ya. Keluarga seperti bukan keluarga Jadi sejak pandemi melanda negeri ini, ada dua kota yang begitu kurindukan. Pertama: Bojonegoro Di kota ini aku dilahirkan dan ibuku berada seorang diri tanpa anak kandung di sisi

Sekilas Tentang Sapardi Djoko Damono

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu." Ada yang ingat puisi karya siapakah ini? Sapardi Djoko Damono. Iya tepat sekali. Petikan puisi di atas adalah salah satu bait puisi yang romantis dan sangat terkenal, bahkan sering dikutip untuk undangan pernikahan, kalender, poster, dan banyak lagi.  Sastrawan yang produktif menghasilkan karya ini, sering mendapatkan penghargaan atas karyanya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Anugrah Habibie Award XVIII tahun 2016 pada bidang kebudayaan mengukuhkan namanya sebagai sastrawan terdepan masa kini. Pada tahun 2003, mendapat penghargaan Achmad Bakrie sementara Anugrah SEA Write Award yang telah lebih dahulu diraihnya. Biodata Sapardi Nama : Sapardi Djoko Damono Tempat tanggal lahir : Solo, 20 Maret 1940 Pekerjaan : Sastrawan, Guru Besar Tanggal Meninggal : 19 Juli 2020 Istri : Wardiningsih Anak : Rasti Suryandani dan Rizki Hendriko  Sekilas tentang kehi

Sastra dan Pelajaran Favorit di Sekolah

Buku-buku sastra akan jadi bacaan di sekolah, demikian reaksi para pengiat literasi ketika membaca berita bahwa sastra akan masuk kurikulum. Dalam rangka mengimplementasikan kurikulum merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong pemanfaatan sastra sebagai sumber belajar. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Standar Badan Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo dalam peringatan Hari Buku Nasional 2024. Karya sastra akan menjadi salah satu sumber belajar yang diharapkan dapat meningkatkan minat baca, mendorong berpikir kritis, dan mengasah kreatifitas. Jadi kebayang kan novel-novel sastra jadi bacaan siswa di sekolah. Ikut senang dengar berita ini, meski tak luput dari kritik dan kekurangan sih. Baru-baru ini seorang Budayawan, Nirwan Dewanto membuat surat terbuka yang intinya keberatan dengan buku panduan sastra masuk kurikulum. Termasuk buku puisinya yang dijadikan rujukan, dan masuk daftar bacaan atau buku-buku yang direkomendasi