Part 7
Pesona Masjid Nabawi
Ada banyak kata untuk mengambarkan perasaan ketika pertama kali kaki menginjak kota ini, Madinah al Mukarommah.
Namun semua bermuara pada rasa haru dan bahagia.
Apalagi ketika teringat perjuangan mengurus paspor Ibuku. (Baca mengurus paspor 1 sd 4)
Juga kejadian dimalam sebelum keberangkatan kami ke Bandara.
Malam itu kami menginap di rumah adek di Bekasi
Baru sekejap terlelap, panggilan di wa berbunyi beberapa kali. Yang terakhir sempat kuangkat dan terdengar suara.
" Maaf Ibu, menggangu malam begini. Kami dari Hizar Global ingin menanyakan apakah Ibu
kemarin sudah menyetor kartu kuning vaksin meningitis?" tanya suara di seberang sana
"Sudah, lengkap kok berkas kami. Kan saya sendiri yang mendaftar ke kantor kemarin. "
"Maaf, kartu meningitis Ibu tidak ada. "
"Lho kok bisa. "
"Iya Bu, mungkin keselip. Dan kami akan berusaha mencarinya. Maaf sudah menganggu istirahat Ibu."
Pembicaraan itupun ditutup.
Yah ini mungkin keselip saja, semoga bukan masalah besar, harapku dengan perasaan yang tidak karuan. Gimana tidak, tinggal besok pagi berangkat dan kartu vaksin nggak ada.
"Kalau besok tidak bisa berangkat, pulang saja ya Bun," Pak suami berseloroh.
" Aih nggak lucu, InsyaAllah besok jadi berangkat. Setelah perjuangan selama ini, Bunda yakin akan pertolongan Allah."
"Ya sudah, tidur. Tenang Bun, "kata suami.
Di Bandara keesokan harinya, kami baru mendapat penjelasan bahwa kartu meningitisku tertinggal di kedutaan saat mengurus visa.
Alhamdulillah tidak masalah dan aku menerima paspor, visa serta kartu vaksin lengkap.
Dan malam hari ini, ketika kaki menjejak pertama kali di negeri ini
Negeri impian yang lama dirindukan.
Rasa letih perjalanan panjang seharian kemarin segera tersurutkan
Setelah mendapat kunci kamar, segera kami rebahkan badan dan terlelap meski sejenak.
Masih diawal waktu setempat, pk. 01.00 mata sudah tak mampu terpejam lagi
Rasa ingin yang sudah tak tertahan lagi dan
teringat akan janji untuk seawal mungkin berkumpul di lobby
Membuat kami ringan menyibakkan selimut meski hawa dingin menusuk
Udara dingin menyergap bahkan sejak pertama kali kaki menginjak lobby hotel dipukul 03.00 waktu setempat untuk sholat malam di masjid Nabawi.
Tumpukan baju hangat, syal dan kaos tangan sedikit mengurangi hawa dingin diakhir musim dingin ini.
Semua tak menyurutkan langkah kami untuk bergegas menuju masjid bersejarah pusat dakwah Rasulullah di Madinah
Kota yang ketika sahabat Anshar galau akan harta rampasan perang yang dibagikan kepada para Muhajirin hingga Rasulullah bersabda kepada mereka
"Wahai kaum Anshar! Apakah kalian tidak rela orang-orang itu pergi dengan
membawa dunia sementara kalian pulang membawa serta nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke rumah-rumah kalian?” Mereka menjawab, “Tentu kami rela, wahai Rasûlullâh!”
Para sahabat Anshar menangis tersedu menyesal akan kekhilafannya
Lihat disana kubah hijau itu. Dulu adalah rumah Nabi, dan rumah-rumah sederhana untuk istri-istrinya
Makam Nabi, juga sahabat yang sangat mencintainya Abu Bakar Assiddiq juga Umar bin Khatabb
Di depan pintu 5 sejenak kami berhenti.
Rasa haru mengalirkan air mata tiada henti.
Ya Rasulullah kami disini, menjejakkan kaki untuk pertama kali di masjidmu, di kotamu
Dan serasa engkaupun hadir sangat dekat disini. Rindu kami padamu ya Rasul.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
(Allahumma shollii wa sallim 'alaa Nabiyyinaa Muhammad)
" Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi kami Muhammad"
Pesona Masjid Nabawi
Masjid Nabawi di malam hari |
Ada banyak kata untuk mengambarkan perasaan ketika pertama kali kaki menginjak kota ini, Madinah al Mukarommah.
Namun semua bermuara pada rasa haru dan bahagia.
Payung - payung raksasa masjid Nabawi |
Apalagi ketika teringat perjuangan mengurus paspor Ibuku. (Baca mengurus paspor 1 sd 4)
Juga kejadian dimalam sebelum keberangkatan kami ke Bandara.
Malam itu kami menginap di rumah adek di Bekasi
Baru sekejap terlelap, panggilan di wa berbunyi beberapa kali. Yang terakhir sempat kuangkat dan terdengar suara.
" Maaf Ibu, menggangu malam begini. Kami dari Hizar Global ingin menanyakan apakah Ibu
kemarin sudah menyetor kartu kuning vaksin meningitis?" tanya suara di seberang sana
"Sudah, lengkap kok berkas kami. Kan saya sendiri yang mendaftar ke kantor kemarin. "
"Maaf, kartu meningitis Ibu tidak ada. "
"Lho kok bisa. "
"Iya Bu, mungkin keselip. Dan kami akan berusaha mencarinya. Maaf sudah menganggu istirahat Ibu."
Pembicaraan itupun ditutup.
Yah ini mungkin keselip saja, semoga bukan masalah besar, harapku dengan perasaan yang tidak karuan. Gimana tidak, tinggal besok pagi berangkat dan kartu vaksin nggak ada.
"Kalau besok tidak bisa berangkat, pulang saja ya Bun," Pak suami berseloroh.
" Aih nggak lucu, InsyaAllah besok jadi berangkat. Setelah perjuangan selama ini, Bunda yakin akan pertolongan Allah."
"Ya sudah, tidur. Tenang Bun, "kata suami.
Di Bandara keesokan harinya, kami baru mendapat penjelasan bahwa kartu meningitisku tertinggal di kedutaan saat mengurus visa.
Alhamdulillah tidak masalah dan aku menerima paspor, visa serta kartu vaksin lengkap.
Dan malam hari ini, ketika kaki menjejak pertama kali di negeri ini
Negeri impian yang lama dirindukan.
Rasa letih perjalanan panjang seharian kemarin segera tersurutkan
Setelah mendapat kunci kamar, segera kami rebahkan badan dan terlelap meski sejenak.
Hotel tempat kami menginap di Madinah |
Masih diawal waktu setempat, pk. 01.00 mata sudah tak mampu terpejam lagi
Rasa ingin yang sudah tak tertahan lagi dan
teringat akan janji untuk seawal mungkin berkumpul di lobby
Membuat kami ringan menyibakkan selimut meski hawa dingin menusuk
Udara dingin menyergap bahkan sejak pertama kali kaki menginjak lobby hotel dipukul 03.00 waktu setempat untuk sholat malam di masjid Nabawi.
Tumpukan baju hangat, syal dan kaos tangan sedikit mengurangi hawa dingin diakhir musim dingin ini.
Semua tak menyurutkan langkah kami untuk bergegas menuju masjid bersejarah pusat dakwah Rasulullah di Madinah
Kota yang ketika sahabat Anshar galau akan harta rampasan perang yang dibagikan kepada para Muhajirin hingga Rasulullah bersabda kepada mereka
"Wahai kaum Anshar! Apakah kalian tidak rela orang-orang itu pergi dengan
membawa dunia sementara kalian pulang membawa serta nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke rumah-rumah kalian?” Mereka menjawab, “Tentu kami rela, wahai Rasûlullâh!”
Para sahabat Anshar menangis tersedu menyesal akan kekhilafannya
Lihat disana kubah hijau itu. Dulu adalah rumah Nabi, dan rumah-rumah sederhana untuk istri-istrinya
Makam Nabi, juga sahabat yang sangat mencintainya Abu Bakar Assiddiq juga Umar bin Khatabb
Di depan pintu 5 sejenak kami berhenti.
Rasa haru mengalirkan air mata tiada henti.
Ya Rasulullah kami disini, menjejakkan kaki untuk pertama kali di masjidmu, di kotamu
Dan serasa engkaupun hadir sangat dekat disini. Rindu kami padamu ya Rasul.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
(Allahumma shollii wa sallim 'alaa Nabiyyinaa Muhammad)
" Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi kami Muhammad"
Komentar
Posting Komentar