Langsung ke konten utama

Beda Itu Biasa

Pernah naik pesawat kan, 
Atau setidaknya berada di ketinggian lah.
Apa yang bisa kita lihat, semakin tinggi tempat kita berpijak , semakin banyak yang bisa kita lihat 

Dulu saya pernah ditawari mengajar di sebuah lembaga pendidikan. Karena komunitasnya sama, saya tidak ingin bergabung. Yang terlintas dipikiran saat itu wawasan kita ya itu-itu saja. Homogen
Hingga akhirnya terdampar di sebuah lembaga yang lain.

Mengalami berbagai pemilihan-pemilihan dengan pilihan yang beda. Dari diskusi kecil hingga debat. Selesai yang biasa saja. Rukun dan damai seperti sedia kala
Yang paling seru waktu pilihan walikota di kota kami, beda pilihan itu biasa. Bahkan kadang kita diskusi seru plus minusnya masing - masing jagoan. Nah pas jagoanku kalah... Sudah pasti dag dig dug dong. 
Aduh besok gimana ya..bakalan dibully nih
Habis sendirian , dan mayoritas pilihan teman-teman pasangan yang beda denganku. 
Maka pagi itu , dikuat-kuatkan datang ke sekolah. 
Alhamdulillah...Aman dan damai

Ketika bergabung dii sebuah milis guru, saat itu milis masih rame.
Kami biasa berdiskusi mulai dari pendidikan itu sendiri sampai agama
Nah kalau sudah agama pasti seru habis karena beberapa kaum liberal juga ada disitu 
Beberapa masih nyambung hingga ke fb sekarang ini.
Sekian lama kita sering berlawanan argumen , ya masih rukun-rukun saja hingga hari ini.
Bahkan kemarin saya kaget , ketika salah satu tokohnya ( Beliau pernah jadi ketua dewan pendidikan Balikpapan ) yang pro incumbent banget , meski menurut pengakuannya di pemilu 2014 pilih pasangan yang kalah dan sekarang memilih incumbent itu membeberkan pilihannya
DPR RI, pilih partai A karena  calon legislatifnya rekomendasi temannya
DPRD1 Jatim pilih partai B
DPRD2 Surabaya pilih C
Aneh kan...
Jadi seorang liberal pun bisa pilih partai A yang berbasis agama. 
Karena suka dengan partai A, nggak juga. Menurutnya karena referensi temannya itu.

Lalu apa.hubungannya dengan tulisan ini.
Nggak ada sih
Hanya mengaris bawahi, bahwa perbedaan itu indah bila tahu seninya.
Seninya, ya jangan gampang baper.
Karena sekarang beda jalan, ketemu teman baper...eh kok sekarang dia berubah sih.
Tahu nggak, bisa jadi dia lagi nggak fokus. Bukan sombong atau memutus ukhuwah.
Berkhusnuzhon lebih baik dan tidak mengotori hati dengan noda penyakit hati.

Di frendlist fb, ada beberapa pendukungnya capres tertentu yang militan dan saya termasuk yang tidak pernah memblokir atau unfriend. 
Kenapa ? 
Buat latihan menghadapi perbedaan.
Jika dengan berbeda bak bumi dan langit saja masih bisa berteman 
Apalagi yang bedanya hanya seujung kuku
Hanya karena yang satu komunitas bubur diaduk dan satunya tidak
Hanya karena yang satu lebih suka naik bis sementara yang lainnya kereta abi
Ngapain, menghabiskan energi memperuncing perbedaan dengan saling sindir dan aneka kebaperan lainnya.
Hari gini
Ini jamannya berkolaborasi brow

Udah...udah...udah...
Kalau merasa beda...beda ajalah. Selow
Tapi jangan pernah merasa paling benar
Kita tidak bisa menghakimi pilihan orang lain
Bisa jadi dia pilih A karena latar belakang yang kita tidak tahu
Sebaliknya saat kita pilih B, dan kita tidak ingin menjelaskan alasannya.
Ya udah
Saling menghargai saja.
Indah bukan.

#catatan disaat nggak bisa tidur habis ngopi
Dan sudah beberapa kali bilang kapok
Nyatanya masih nyicip kopi lagi



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film Pendek Tilik : Antara Tradisi dan Literasi Digital

Sumber : IG ravacanafilm Beberapa hari ini mulai trending film pendek " Tilik ". Film yang sebernarnya sudah di produksi pada tahun 2018 ini sudah ditonton 1,8 juta kali, disukai oleh 144 ribu dan subscriber chanel ini langsung melonjak pernah hari ini menjadi 6,4 ribu. Film pendek garapan Ravacana bekerja sama dengan dinas kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta ini telah beberapa kali ikut festival diantaranya : Winner piala maya tahun 2018 sebagai film pendek terpilih Official selection Jogja -Netpac Asian festival 2018 Official selection word cinema Amsterdam 2019 Film ini mengunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya dengan dilengkapi teks berbahasa Indonesia.  Dan salah satu daya tariknya adalah dialog -dialog berbahasa Jawa yang sangat akrab bagi masyarakat Jawa. Terlebih bagi orang Jawa yang merantau, tentu dialog dalam film ini sedikit mengobati kangen kampung halaman.  Setting tempat dan suasana yang kental dengan nuansa...

Bukan Anak Pantai

Dulu saat pertama kali main keluar rumah Melalui dua jalan besar Dan kedapatan main di tepi laut dekat rumah Enaknya panik, hingga keluar nasehat panjang Lalu emak sadar, apalagi jaman kecil si emak juga suka ngelayap di alam terbuka dari sawah, sungai  hingga hutan Udah Dek...bebas deh main dialam asal izin dulu mau kemana, sama siapa dan aman  Di saat terakhir tinggal di Balikpapan, hobby mancingnya tersalurkan tiap sore di kolam dekat komplek. Kemudian setelah tinggal di Nunukan Mancing ke sungai, ngubek kolam, nyari ikan di laut dan main bola jadi kegiatan tiap hari. Luka  Biasa Anak lelaki ini,  biasa dapat luka.  Begitu Abinya menyemangati tiap pulang membawa luka Hingga suatu hari, terpeleset di dermaga pasar ikan Tergores tiram Luka dan berdarah "Nggak apa kan Bun..? Serunya sambil menahan tangis.  "Iya, nggak apa asal rajin diobati. Anak laki-laki Dek...biasa itu," Bunda menguatkan hati mesk...

Sastra dan Pelajaran Favorit di Sekolah

Buku-buku sastra akan jadi bacaan di sekolah, demikian reaksi para pengiat literasi ketika membaca berita bahwa sastra akan masuk kurikulum. Dalam rangka mengimplementasikan kurikulum merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong pemanfaatan sastra sebagai sumber belajar. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Standar Badan Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo dalam peringatan Hari Buku Nasional 2024. Karya sastra akan menjadi salah satu sumber belajar yang diharapkan dapat meningkatkan minat baca, mendorong berpikir kritis, dan mengasah kreatifitas. Jadi kebayang kan novel-novel sastra jadi bacaan siswa di sekolah. Ikut senang dengar berita ini, meski tak luput dari kritik dan kekurangan sih. Baru-baru ini seorang Budayawan, Nirwan Dewanto membuat surat terbuka yang intinya keberatan dengan buku panduan sastra masuk kurikulum. Termasuk buku puisinya yang dijadikan rujukan, dan masuk daftar bacaan atau buku-buku yang direkomendasi...