Langsung ke konten utama

Pengalaman Tak Terlupakan

Kenangan Tak Terlupakan : Menaklukan Bukit Bendera


Menuju puncak bukit Bendera


Bakat penasaran dan selalu ingin tahu daerah baru ini rupanya menurun juga pada Bungsu kami. Jadilah Bungsu, teman menjelajah yang baik.


Penjelajahan kali ini berawal dari ketika kami keliling - keliling kota Nunukan beberapa hari setelah pindah ke kota ini. Hingga sampai jalan menanjak di sekitar kantor kecamatan. Ketika sampai atas, kami sangat takjub dengan pemandangan di depan sana. Birunya laut dan hamparan pulau - pulau begitu memikat mata. Pulau Sebatik terlihat begitu dekat. Dan yah disebelahnya, itu pasti Malaysia Timur. Negeri Sabah.


Dengan binar mata, kami menceritakan pemandangan yang kami temui pada anggota keluarga yang lain. Tapi Sulung kami sambil tersenyum menanggapi, "Bunda belum tahu sih, ada tempat tertinggi di Nunukan ini yang pemandangannya ke segala penjuru."

"O ya. Dimana itu? "

"Namanya Bukit Kapur, aku pernah diajak kesana sama teman-teman kantor Abi waktu Bunda ngantar adik ke Jawa kemarin. "

Jalan kearah bukit Bendera, melewati hutan, lebar dan sempit. Penuh tantangan. 


Rasa penasaran itu membuat hari-hari libur digunakan berkeliling kota Nunukan mencari Bukit Kapur. Google maps di ulak alik, tak ada petunjuk. Hingga, suatu hari diundang mengisi pengajian di suatu daerah, Bukit Cinta namanya. Dari sini, Bukit Kapur terlihat Dan tak jauh lagi, kata salah satu Ibu pengajian.


Maka sore selepas ashar, bermotor dengan si Bungsu yang antusias ingin jalan-jalan, Bunda berangkat menuju Bukit Kapur. Naik Bukit, jalanan yang menantang dan pengalaman seru serta mendebarkan ketika ditengah jalan sempit ada lima ekor anjing yang menghadang. Kelima ekor anjing itu menyalak bersaut-sautan. Sementara dari arah lain dua anjing lagi datang mendekat. Keder gaes!

Mau putar balik, jalanan sempit, lanjut tapi nggak berani.


Detak jantung berpacu kencang, doa-doa dirapalkan. Sejenak menyesali kenekatan. Tapi sudah kepalang tanggung. "Ayo Bun, terjang aja," Anak menyemangati.

Hingga tak seberapa lama, dari arah depan, seorang pemotor yang membawa air galon melaju dan mengusir anjing-anjing itu. "Lewat aja Bu, " serunya.


Setelah mengucap terima kasih kami melaju. Syukur setelah jalan sempit itu kami temui jalan yang lumayan lebar. Beruntung juga ada petunjuk jalan yang terpasang di persimpangan jalan sehingga arah ke Bukit Kapur lebih jelas dan mudah diikuti.


Setelah jalan lebar melewati ladang penduduk, kembali kami menemui jalan sempit dan menanjak. Lagi-lagi beberapa anjing nampak berseliweran di sepanjang jalan, namun tak segalak tadi.


Akhirnya sampailah di kaki Bukit. Tinggal sedikit lagi. Namun kami harus jalan kaki dulu. Jalanan yang sempit dan menanjak itu terlalu ngeri jika dilalui dengan motor.

Dan horeeee… . Sampailah di Bukit Kapur atau Bukit Bendera

Dipuncak bukit, nampak pulau Sebatik di kejauhan

Sore di puncak bukit sungguh luar biasa. Angin semilir menyejukkan. Mata kami tak lepas menikmati pemandangan yang terhampar di depan. Nun di timur sana ada Negeri Sabah dengan perbukitannya yang menjulang. Lalu pulau Sebatik yang nampak jelas di mata. Di Sebelah Barat, pulau besar Kalimantan. Di selatan, laut Kalimantan dengan latar pulau - pulau kecil. Sedangkan sebelah utara, laut itu mengecil masuk ke daratan dan berkelok-kelok bak ular  yang membatasi Pulau Kalimantan menjadi dua sebelah Timur Sabah, sebelah Barat kecamatan Sei Menggaris.

Gerbang bukit Bendera

Dua orang petualang melonjak kegirangan. Rasa penasaran itu terpuaskan sudah. Sesaat sebelum matahari hendak masuk peraduan, kami turun untuk pulang dengan janji akan kembali lagi bersama Abi dan anak-anak yang lain nanti.


Sambil berdendang kami menuju tempat parkir motor. Kami sepakat petualangan ini tak terlupakan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga, Tak Sekedar Ikatan Nasab

Gerimis kecil pagi itu tak menghalangiku duduk di boncengan motor pak suami. Meski di kota sedang tidak hujan deras, namun hujan di hulu sana, membuat Sungai Karangmumus meluap sehingga menyebabkan banjir sepanjang daerah aliran sungai itu. Titik terparah ada mulai dari depan Mall Lembuswana sampai Pasar Segiri. Setelah menerobos banjir dan mencari celah genangan yang tidak dalam pada gang-gang kecil sampai juga di kantor pak suami. Malam sebelum pak suami mengirim pesan bahwa pagi ini akan pergi dinas ke Balikpapan. Bak pucuk dicita ulam tiba, langsung aku menyatakan ingin ikut. Bagiku, ke Balikpapan adalah pulang kampung yang sebenarnya. Karena ada banyak " keluarga " di sana. Mengapa ada tanda petik pada kata keluarga? Mau tahu cerita selanjutnya? Oke, dilanjut ya. Keluarga seperti bukan keluarga Jadi sejak pandemi melanda negeri ini, ada dua kota yang begitu kurindukan. Pertama: Bojonegoro Di kota ini aku dilahirkan dan ibuku berada seorang diri tanpa anak kandung di sisi

Sekilas Tentang Sapardi Djoko Damono

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu." Ada yang ingat puisi karya siapakah ini? Sapardi Djoko Damono. Iya tepat sekali. Petikan puisi di atas adalah salah satu bait puisi yang romantis dan sangat terkenal, bahkan sering dikutip untuk undangan pernikahan, kalender, poster, dan banyak lagi.  Sastrawan yang produktif menghasilkan karya ini, sering mendapatkan penghargaan atas karyanya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Anugrah Habibie Award XVIII tahun 2016 pada bidang kebudayaan mengukuhkan namanya sebagai sastrawan terdepan masa kini. Pada tahun 2003, mendapat penghargaan Achmad Bakrie sementara Anugrah SEA Write Award yang telah lebih dahulu diraihnya. Biodata Sapardi Nama : Sapardi Djoko Damono Tempat tanggal lahir : Solo, 20 Maret 1940 Pekerjaan : Sastrawan, Guru Besar Tanggal Meninggal : 19 Juli 2020 Istri : Wardiningsih Anak : Rasti Suryandani dan Rizki Hendriko  Sekilas tentang kehi

Sastra dan Pelajaran Favorit di Sekolah

Buku-buku sastra akan jadi bacaan di sekolah, demikian reaksi para pengiat literasi ketika membaca berita bahwa sastra akan masuk kurikulum. Dalam rangka mengimplementasikan kurikulum merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong pemanfaatan sastra sebagai sumber belajar. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Standar Badan Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo dalam peringatan Hari Buku Nasional 2024. Karya sastra akan menjadi salah satu sumber belajar yang diharapkan dapat meningkatkan minat baca, mendorong berpikir kritis, dan mengasah kreatifitas. Jadi kebayang kan novel-novel sastra jadi bacaan siswa di sekolah. Ikut senang dengar berita ini, meski tak luput dari kritik dan kekurangan sih. Baru-baru ini seorang Budayawan, Nirwan Dewanto membuat surat terbuka yang intinya keberatan dengan buku panduan sastra masuk kurikulum. Termasuk buku puisinya yang dijadikan rujukan, dan masuk daftar bacaan atau buku-buku yang direkomendasi