Langsung ke konten utama

Mainan Yang Kuwariskan

Permainan Tradisional, Cara Mewarisan Bermain Pada Anak-Anakku

Gambar : boboonline


Pas baca tema challenge pekan terakhir KLIP, "Mainan apa yang ku wariskan pada anak? "

Auto mikir banget. Rentang waktu yang panjang dan tempat tinggal yang berpindah-pindah, menjadikanku selalu berpikir super minimalis. Tak ada barang yang tak fungsional yang tersisa. Selesai masa berlakunya, selesai juga penampakannya di rumah.


Terlebih, dimasa anak-anak dulu aku hampir tak punya mainan.

Satu-satunya mainan yang kupunya adalah boneka yang kuberi nama "Temon"  yang bersanding dengan "Temin" boneka adik perempuanku satu-satunya.

Ya Allah, aku ingat banget ini, ya karena satu-satunya itu.


Bapak - Ibuku yang seorang guru sekolah dasar, meski pegawai negeri namun penghasilan pas-pas buat hidup kami itu tak akan sanggup jika harus  membelikan mainan. Mempunyai satu-satunya boneka saja, itu sudah luar biasa.


Kehidupan keluarga kami mulai membaik ketika lahir anak ke 3 dan ke 4. Keduanya laki-laki jadi mainan untuk mereka sebuah mobil-mobilan. Itu pun satu-satunya mainan untuk mereka.


Alam dan lingkungan sekitar adalah permainan terbaik bagiku.

Alam desa yang terbentang selalu punya daya tarik sendiri buat anak-anak di zaman itu, juga teman-teman sepermainan sangat mendukung hidup tanpa mainan pabrikan. Kami biasa bermain dengan apa yang disediakan oleh alam. Bermain pasar-pasaran berbahan pelepah pisang dan "gedebog" (pohon pisang) , aneka dedaunan dan bunga di sekitar rumah pun sangat mengasyikan. Uangnya dari daun bunga sepatu atau daun "otok" , sebangsa gulma yang banyak tumbuh di sekitar rumah.  Masak-masakan, bisa banget tanpa seperangkat mainan alat masak. Cukup batu bata, kayu-kayu kering, gerabah dari tanah dan ramban sayuran di kebun dengan beras hasil jimpitan di rumah masing-masing, hingga terhidang makanan sederhana yang nikmat banget, hasil main masak-masakan.

Serulah pokoknya jaman anak-anak dimasa kami.

Alam benar-benar menjadi sahabat, sehingga tak terpikir untuk punya mainan.


Jadi jika secara fisik mainan apa yang diwariskan pada anak-anak, tidak ada . Tapi cara bermain yang masih bisa diwariskan ke anak-anak.

Cara bermain, mainan tradisional yang masih relate dengan masa kini. Setidaknya bahan-bahannya masih bisa dicari.

Hingga kami masih bisa:


Bermain Dakon (Congklak)

Bermain dakon

Dulu dimasa kecilku , suka banget main dakon ini. Cukup dengan lantai yang dilingkari pakai kapur, lalu diisi kerikil dan mainkan dah.

Untuk anak-anak, syukur sudah ada papan dakon, jadi tinggal main aja.

Anak-anak suka juga mainan jadul ini.


Bermain karet gelang


Waktu kecil, karet gelang ini juga mainan favorit, karet gelang ini bisa dibuat macam-macam mainan.

Lompat tali, tali ayun, melempar karet, membuat aneka bentuk dan banyak lagi.

Saat kami selalu mendapat karet gelang dari belanjaan di pasar dan dikumpulkan jadilah mainan karet gelang dengan anak-anak. Mereka suka juga ternyata.


Permainan Engklek

Engklek di rumah dengan garis keramik pada lantai


Generasi yang masa kanak-kanaknya di tahun 90 an ke bawah pasti tahu permainan ini dan suka memainkannya.

Permainan engklek menggunakan media gambar kotak-kotak pada tanah. Setiap pemain bergiliran untuk melompat pada kotak-kotak yang telah dibuat dengan menggunakan satu kaki. Jika terjatuh, pemain harus meletakkan batu atau pecahan genting sebagai "gatcu" di satu kotak terakhir yang bertanda untuk mengawali giliran. Keseimbangan sangat penting dalam permainan ini. Sebab selain tak boleh jatuh, pemain juga haram menginjak garis-garis sepanjang kotak.


Anak-anak juga suka ketika diajak main engklek. Sayangnya emaknya sudah mulai ngos-ngosan bermain engklek, hanya mampu sekali putaran saja meski anak-anak masih ingin bermain lagi dan lagi. Akhirnya mereka bermain sendiri.


Dam-Dam an, Macan-Macanan dan Halma


Dulu kami bermain dam-dam an atau macan-macanan dengan menggambar di lantai dan batu. Sekarang memakai papan catur dan anak catur.

Seru juga sih. Apalagi masing-masing anak punya keahlian yang beda, ada yang jago halma, kalah saat dam-dam an. Ada yang jago dam-daman, kalah saat macan-macanan.


Kami masih suka bermain permainan -permainan ini.

Dengan bermain bareng , menjaga kedekatan orang tua ke anak. Main bareng, ngobrol bareng dan berkegiatan bareng

itu mantra membangun kedekatan dengan anak.

Yang penting bukan alat permainannya tapi bagaimana kita memainkannya.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film Pendek Tilik : Antara Tradisi dan Literasi Digital

Sumber : IG ravacanafilm Beberapa hari ini mulai trending film pendek " Tilik ". Film yang sebernarnya sudah di produksi pada tahun 2018 ini sudah ditonton 1,8 juta kali, disukai oleh 144 ribu dan subscriber chanel ini langsung melonjak pernah hari ini menjadi 6,4 ribu. Film pendek garapan Ravacana bekerja sama dengan dinas kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta ini telah beberapa kali ikut festival diantaranya : Winner piala maya tahun 2018 sebagai film pendek terpilih Official selection Jogja -Netpac Asian festival 2018 Official selection word cinema Amsterdam 2019 Film ini mengunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya dengan dilengkapi teks berbahasa Indonesia.  Dan salah satu daya tariknya adalah dialog -dialog berbahasa Jawa yang sangat akrab bagi masyarakat Jawa. Terlebih bagi orang Jawa yang merantau, tentu dialog dalam film ini sedikit mengobati kangen kampung halaman.  Setting tempat dan suasana yang kental dengan nuansa...

Lembah Long Ba : Lelaki Berkalung Siung Harimau

Part 3. Lelaki Berkalung Siung Harimau Auuuugh… ! Aku ambruk tanpa sempat menggapai apapun untuk menahan berat badanku. Rasa sakit segera menjalar ketika tubuhku menimpa benda yang ada di bawahku. Sialnya malam begitu gulita benar. "Pak Tegar… . " Suara Simpai terdengar. Aku berusaha bangkit setelah sedikit menguasai keadaan. Rupanya meja yang kutabrak barusan. Mengapa berada tepat di depan pintu kamar, padahal tadinya kuletakkan dekat pintu keluar? "Kenapa mejanya jadi ada disini? " tanyaku pada Simpai. "Eh iya, maaf Pak. Saya geser meja biar tempat buat tidur jadi lebih luas. Juga biar gampang kalau harus keluar rumah, " jawab Simpai sambil menyalakan lentera. "Bapak ada yang luka? " "Sudah, nggak apa-apa. Geser sedikit ke samping pintu kan bisa, " jawabku lalu beranjak balik ke kamar. "Jangan lupa, matikan lagi lenteranya, takut jatuh dan jadi kebakaran. " Malam pun berlalu dengan tenang, tapi bukan tak terjadi apa - apa. ...

Sastra dan Pelajaran Favorit di Sekolah

Buku-buku sastra akan jadi bacaan di sekolah, demikian reaksi para pengiat literasi ketika membaca berita bahwa sastra akan masuk kurikulum. Dalam rangka mengimplementasikan kurikulum merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong pemanfaatan sastra sebagai sumber belajar. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Standar Badan Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo dalam peringatan Hari Buku Nasional 2024. Karya sastra akan menjadi salah satu sumber belajar yang diharapkan dapat meningkatkan minat baca, mendorong berpikir kritis, dan mengasah kreatifitas. Jadi kebayang kan novel-novel sastra jadi bacaan siswa di sekolah. Ikut senang dengar berita ini, meski tak luput dari kritik dan kekurangan sih. Baru-baru ini seorang Budayawan, Nirwan Dewanto membuat surat terbuka yang intinya keberatan dengan buku panduan sastra masuk kurikulum. Termasuk buku puisinya yang dijadikan rujukan, dan masuk daftar bacaan atau buku-buku yang direkomendasi...