Langsung ke konten utama

Pengalamam Tak Terlupa

Pengalaman Tak Terlupakan : Lomba MTQ

Hutan bakau sepanjang jalan


Nikmat rumah dekat masjid, salah satunya anak-anak mainnya di masjid, jadi kebiasaan di rumah lama masih nyambung disini. Jadi anak masjid. Dari sini pun rezeki itu bermula. Jundi, anak lelaki ke 3 kami tiba-tiba didaftarkan lomba MTQ tingkat kecamatan pada cabang tahfidz 10 Juz. Kami sama sekali tidak menyangka, eh anak tak sekolah ini terlebih kami baru saja lima bulan menjadi warna daerah ini.

Saat berangkat lomba pun tak seratus persen siap, kayak bermain saja, tanpa beban. Hingga pada penutupan lomba dan pengumuman pemenang, namanya dipanggil ke panggung sebagai juara satu dan berhak mewakili kecamatan Nunukan maju ke babak selanjutnya di tingkat kabupaten.


Lomba tingkat kabupaten diselenggarakan di Tulin Onsoi sebuah kecamatan di wilayah tiga yang bahkan namanya saja baru kali ini kami dengar. Terbayang wilayah pedalaman dengan hutan rimba di sekitarnya. Akan jadi petualangan yang seru lagi.


Tulin Onsoi adalah sebuah kecamatan yang terletak di pulau Kalimantan, merupakan kecamatan hasil pemekaran dari kecamatan Sebuku. Sebagian wilayahnya berbatasan langsung dengan Malaysia.


Untuk mencapai wilayah ini bisa ditempuh dengan dua jalur.

Jalur Sebuku, di jalur laut dan sungai lebih panjang dibanding jalan darat dan masuk melalui kecamatan Sebuku.

Sementara jalur Sungai Ular, jalan daratnya lebih panjang dibanding jalur laut. Masuknya melalui kecamatan Sei Menggaris.

Kami akhirnya memilih melalui jalur Sungai Ular.

Rombongan kafilah kecamatan Nunukan 

Dari Nunukan menuju Sungai Ular ditempuh menggunakan kapal klotok. Sungguh perjalanan yang menarik dan seru. Dari pelabuhan plbl Liem Hie Djung kapal klotok bergerak ke arah utara melewati border perairan Malaysia. Lalu berbelok ke barat, melalui air laut yang berkelok-kelok laksana ular dengan pemandangan di kanan kiri hutan bakau yang lebat. Sesekali terlihat monyet meloncat dari pohon ke pohon, atau kawanan burung bangau yang terbang karena merasa ketenangannya terusik. Ini keren banget.

Persimpangan, kita belok kemana ya? Kanan ke Malaysia kiri ke Indonesia

Setelah puas melalui perairan yang berkelok-kelok bak gadis yang melenggang dengan elok selama satu jam, sampailah kami di pelabuhan Sungai Ular. Sebuah pelabuhan kecil tempat persinggahan kapal klotok atau speed. Dari pelabuhan Sungai Ular yang terletak di kecamatan Sei Menggaris ini, perjalananku masih panjang. Masih sekitar tiga jam jalan darat.

Pelabuhan Sungai Ular

Apa yang terbayang sungguh beda pada kenyataannya. Terbayang hutan belantara dengan pepohonan berkanopi besar dan tinggi. Nyatanya jalan mulus meski berkelok ini terang benderang dengan kebun-kebun sawit sepanjang jalan lalu beberapa desa dan sedikit hutan.


Ada beberapa pos penjagaan baik di wilayah Indonesia maupun Malaysia. Juga jalan-jalan persimpangan menuju ke arah wilayah Malaysia.

Perbatasan, sini Indonesia yang sana Malaysia. 

Setelah tiga jam terguncang - guncang di mobil yang melaju kencang akhirnya sampailah kami di kecamatan Tulin Onsoi. Sebuah kecamatan yang cukup ramai untuk ukuran daerah pedalaman.

Penyelenggaraan Mtq dilaksanakan di kantor kecamatan dan kami menginap di desa Sanur yang tak jauh dari kantor kecamatan. Sebuah desa dengan kebun - kebun sawit.

Saatnya lomba, aih dewan juri dan hakimnya banyak. Jadi grogi sangat. Pengalaman pertama lagi

Tinggal selama 7 hari di desa ini sungguh berkesan. Meski desa, namun jaringan internet cukup lancar. Selepas berlatih dan lomba, anak-anak bermain dengan riang gembira.


Selayaknya live in di desa, anak-anak makan dengan hidangan ala desa, mencuci baju sendiri dan berkegiatan mandiri juga melakukan permainan seru di alam.

Rumah tempat tinggal kafilah Nunukan. Seperti live in di desa ladang sawit. 

Meski di tingkat ini tak berhasil mendapatkan juara dan tim kami gagal mempertahankan juara umum lagi, tapi sungguh ini pengalaman lomba untuk pertama kalinya bagi mas Jundi dan akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan.








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film Pendek Tilik : Antara Tradisi dan Literasi Digital

Sumber : IG ravacanafilm Beberapa hari ini mulai trending film pendek " Tilik ". Film yang sebernarnya sudah di produksi pada tahun 2018 ini sudah ditonton 1,8 juta kali, disukai oleh 144 ribu dan subscriber chanel ini langsung melonjak pernah hari ini menjadi 6,4 ribu. Film pendek garapan Ravacana bekerja sama dengan dinas kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta ini telah beberapa kali ikut festival diantaranya : Winner piala maya tahun 2018 sebagai film pendek terpilih Official selection Jogja -Netpac Asian festival 2018 Official selection word cinema Amsterdam 2019 Film ini mengunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya dengan dilengkapi teks berbahasa Indonesia.  Dan salah satu daya tariknya adalah dialog -dialog berbahasa Jawa yang sangat akrab bagi masyarakat Jawa. Terlebih bagi orang Jawa yang merantau, tentu dialog dalam film ini sedikit mengobati kangen kampung halaman.  Setting tempat dan suasana yang kental dengan nuansa...

Bukan Anak Pantai

Dulu saat pertama kali main keluar rumah Melalui dua jalan besar Dan kedapatan main di tepi laut dekat rumah Enaknya panik, hingga keluar nasehat panjang Lalu emak sadar, apalagi jaman kecil si emak juga suka ngelayap di alam terbuka dari sawah, sungai  hingga hutan Udah Dek...bebas deh main dialam asal izin dulu mau kemana, sama siapa dan aman  Di saat terakhir tinggal di Balikpapan, hobby mancingnya tersalurkan tiap sore di kolam dekat komplek. Kemudian setelah tinggal di Nunukan Mancing ke sungai, ngubek kolam, nyari ikan di laut dan main bola jadi kegiatan tiap hari. Luka  Biasa Anak lelaki ini,  biasa dapat luka.  Begitu Abinya menyemangati tiap pulang membawa luka Hingga suatu hari, terpeleset di dermaga pasar ikan Tergores tiram Luka dan berdarah "Nggak apa kan Bun..? Serunya sambil menahan tangis.  "Iya, nggak apa asal rajin diobati. Anak laki-laki Dek...biasa itu," Bunda menguatkan hati mesk...

Sastra dan Pelajaran Favorit di Sekolah

Buku-buku sastra akan jadi bacaan di sekolah, demikian reaksi para pengiat literasi ketika membaca berita bahwa sastra akan masuk kurikulum. Dalam rangka mengimplementasikan kurikulum merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong pemanfaatan sastra sebagai sumber belajar. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Standar Badan Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo dalam peringatan Hari Buku Nasional 2024. Karya sastra akan menjadi salah satu sumber belajar yang diharapkan dapat meningkatkan minat baca, mendorong berpikir kritis, dan mengasah kreatifitas. Jadi kebayang kan novel-novel sastra jadi bacaan siswa di sekolah. Ikut senang dengar berita ini, meski tak luput dari kritik dan kekurangan sih. Baru-baru ini seorang Budayawan, Nirwan Dewanto membuat surat terbuka yang intinya keberatan dengan buku panduan sastra masuk kurikulum. Termasuk buku puisinya yang dijadikan rujukan, dan masuk daftar bacaan atau buku-buku yang direkomendasi...