Langsung ke konten utama

Ramadhan Kita

Cerita Dibalik Ikhtikaf Malam Ini

Ramadhan sudah mendekati titik akhir, ibarat kuda pacuan, semakin mendekati finish tidak kendor larinya justru semakin kencang. Semakin mengerahkan segenap tenaga untuk mencapai titik tujuan. 

Pun begitu harapannya dalam menjalani ramadhan yang istimewa ini. 
Istimewa karena dalam sejarah baru kali ini ramadhan tanpa semaraknya masjid atau surau. 
Ramadhan dalam sunyi. Segala ibadah dilakukan dirumah. Mulai dari sholat jama'ah lima waktu, sholat tarawih hingga ikhtikaf. 

Menurut mayoritas ulama fiqh, ikhikaf dilakukan ditempat yang sholat jama'ah lima waktu dilakukan yaitu di masjid atau musolla. 
Namun apa daya, kondisi saat ini tidak memungkinkan untuk melaksanakan ikhtikaf di masjid atau musollah. 
Jadi kembali ke kaidah fiqiyah lagi, apa yang tidak bisa dilakukan seluruhnya, lakukanlah sebagian. 

Tidak bisa ikhtikaf di masjid, minimal berikhtiar ikhtikaf di rumah. Menghidupkan malam - malam 10 hari terakhir di rumah dengan banyak beribadah, seperti sholat  malam, tilawah dan perbanyak dzikir. 

Dengan semangat menghidupkan malam ramadhan yang tinggal diujung waktu ini. Malam ini ingin lebih spesial. 
Dari sore sudah bersiap. Apalagi malam ini suasananya beda, langit cerah dan malam yang tenang, tak ada angin hingga pepohonan tidak bergerak. Udara juga tak panas seperti biasanya. Tapi juga tidak dingin. Semoga malam ini malam lailatul qodr. Aamiin. 

Namun dibalik itu.... 
Ada yang bersiap dengan makanan dan minuman. 
Tak lupa kopi juga di seduh. 
Saat kantuk mulai menyerang, semua bergerak. Olah raga. 
Juga makan. 
Mulai dari makanan manis hingga pengen yang gurih. 
Akhirnya nguprek kulkas yang isinya sudah menipis karena baru rencana belanja besok sekian persiapan lebaran. 

Dan ada sosis nyempil di dalam frezzer. Aha... Sosis goreng saja. 
Niatnya goreng buat anak, eh kok jadi nyomot dan enak bangget, beda dari biasanya. #halah efek lapar kali. 
Jadilah berdua anak menikmati sosis goreng dibalik ikhtikaf malam ini. 

Ngopi sudah, makan sudah. 
Saatnya tilawah pagi. 
Semangat! 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film Pendek Tilik : Antara Tradisi dan Literasi Digital

Sumber : IG ravacanafilm Beberapa hari ini mulai trending film pendek " Tilik ". Film yang sebernarnya sudah di produksi pada tahun 2018 ini sudah ditonton 1,8 juta kali, disukai oleh 144 ribu dan subscriber chanel ini langsung melonjak pernah hari ini menjadi 6,4 ribu. Film pendek garapan Ravacana bekerja sama dengan dinas kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta ini telah beberapa kali ikut festival diantaranya : Winner piala maya tahun 2018 sebagai film pendek terpilih Official selection Jogja -Netpac Asian festival 2018 Official selection word cinema Amsterdam 2019 Film ini mengunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya dengan dilengkapi teks berbahasa Indonesia.  Dan salah satu daya tariknya adalah dialog -dialog berbahasa Jawa yang sangat akrab bagi masyarakat Jawa. Terlebih bagi orang Jawa yang merantau, tentu dialog dalam film ini sedikit mengobati kangen kampung halaman.  Setting tempat dan suasana yang kental dengan nuansa pedesaan di Jawa. Jalan

Lembah Long Ba : Menunggu

Part 6. Menunggu Tinggal sedikit lagi tubuhku lenyap dihisap bayangan hitam itu, seketika aku teringat gambaran Dementors, sebuah roh jahat yang hanya bisa dikalahkan oleh mantra expecto patronum nya Harry Potter dari gurunya Remus Lupin. Lalu cahaya putih menghalangi makhluk itu sehingga tidak bisa menyentuhku. Setelahnya, di dadaku terasa ada yang menyentuh, agak keras namun dingin rasanya. Tiba-tiba aku seperti mendapat suntikan energi, hingga akhirnya bisa membuka mata. Yang pertama tertangkap mata adalah ruangan berdinding putih. Aku berada di sebuah ranjang beralas warna putih juga. Tanganku tak bisa digerakkan, ternyata ada sebuah selang dan jarum menancap di dekat pergelangan tanganku. Belum sempat kuedarkan pandang menyapu seluruh ruangan, Bapak kepala kampung mendekat. "Pak Tegar… . " Disebutnya namaku pelan. Aku hanya bisa mengangguk pelan. "Syukur Alhamdulillah Pak Tegar sudah siuman, " sambung Pak Jauri. Rupanya mereka yang membawaku ketempat ini. Semac

Sekilas Tentang Sapardi Djoko Damono

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu." Ada yang ingat puisi karya siapakah ini? Sapardi Djoko Damono. Iya tepat sekali. Petikan puisi di atas adalah salah satu bait puisi yang romantis dan sangat terkenal, bahkan sering dikutip untuk undangan pernikahan, kalender, poster, dan banyak lagi.  Sastrawan yang produktif menghasilkan karya ini, sering mendapatkan penghargaan atas karyanya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Anugrah Habibie Award XVIII tahun 2016 pada bidang kebudayaan mengukuhkan namanya sebagai sastrawan terdepan masa kini. Pada tahun 2003, mendapat penghargaan Achmad Bakrie sementara Anugrah SEA Write Award yang telah lebih dahulu diraihnya. Biodata Sapardi Nama : Sapardi Djoko Damono Tempat tanggal lahir : Solo, 20 Maret 1940 Pekerjaan : Sastrawan, Guru Besar Tanggal Meninggal : 19 Juli 2020 Istri : Wardiningsih Anak : Rasti Suryandani dan Rizki Hendriko  Sekilas tentang kehi