Langsung ke konten utama

Hari Pendidikan Nasional



Berbeda dari biasanya, hari pendidikan nasional kita peringati dalam hening.
Tak ada upacara bendera, khusyuk doa dan syukur, juga keriangan guru yang berkumpul dalam rasa senasib sepenanggungan.
Hari pendidikan nasional kali ini kita peringati dari dalam rumah kita masing-masing.

Sungguh tak disangka, virus covid19 membuat kita "dipaksa"   untuk berbeda dari sebelumnya. Bahkan harus berubah dari sebelumnya.

Jika bertahun-tahun lalu yang disebut pendidikan umumnya adalah persekolahan. Aktifitas pengajaran di sebuah ruangan yang umumnya berukuran 8m × 9 m dengan guru dan murid didalamnya. Hingga idiom tidak berpendidikan sama dengan tidak sekolah.

Meskipun beberapa bagian masyarakat dan komunitas yang gelisah dengan sistem pendidikan mulai geliatnya mematahkan idiom tersebut.
Dengan matra bahwa belajar dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja, menunjukan bahwa pendidikan tidak selalu bernama sekolah.

Lalu istilah homeschooling, home education, unschooling dan sejenisnya mulai marak ditengah masyarakat. Proses pendidikan mulai banyak pilihan. Kembali kepada orang tua dan anak-anak untuk memilih mana yang paling pas sesuai dengan misi pendidikan keluarga.

Dan kini, sesuatu yang dulu mustahil itu tiba-tiba harus menjadi hal yang biasa. Sosial distance harus dilakukan untuk mencegah penularan virus covid19 yang sangat mudah menyebar antar manusia. Proses pendidikan aka persekolahan pun harus dilaksanakan dirumah.
Orang tua yang mau tidak mau harus menjadi fasilitator belajar bersama anak. Guru-guru yang harus tetap melaksanakan proses belajar mengajar dengan sarana apa saja agar bisa sampai kepada peserta didik.

Dan teknologi akhirnya yang menjadi pilihan. Kini kita mulai tak asing lagi dengan aplikasi -aplikasi "vidio conference" seperti zoom meeting, goggle hangout meet, slack, go to meeting, microsoft teams dan sebagainya.

Guru dan murid harus menjadi pembelajar cepat untuk menguasai teknologi tersebut. Tak ayal selain mengajar, guru juga harus belajar. Kelas - kelas online untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan guru mulai bertebaran.

Meski tehnologi telah tersedia, namun tak semuanya dapat memanfaatkannya. Ada banyak daerah di negeri ini yang masih jauh dari teknologi. Banyak daerah terpencil yang masih kurang akses internet. Maka selain pembelajaran konvensional di kelas, tak ada cara lain untuk tetap mendapat pengajaran. Sehingga kesenjangan ini sudah seharusnya di jembatani.

Kita tak tahu kapan pandemi ini akan berakhir. Penemuan vaksin pun masih butuh waktu yang panjang untuk mengujian sebelum benar-benar bisa dimanfaatkan dalam mencegah virus ini.
Hanya ada dua pilihan, berubah atau kita akan kehilangan generasi yang potensial akibat virus ini dengan pendidikan yang ala kadarnya.

Selamat hari pendidikan nasional

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film Pendek Tilik : Antara Tradisi dan Literasi Digital

Sumber : IG ravacanafilm Beberapa hari ini mulai trending film pendek " Tilik ". Film yang sebernarnya sudah di produksi pada tahun 2018 ini sudah ditonton 1,8 juta kali, disukai oleh 144 ribu dan subscriber chanel ini langsung melonjak pernah hari ini menjadi 6,4 ribu. Film pendek garapan Ravacana bekerja sama dengan dinas kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta ini telah beberapa kali ikut festival diantaranya : Winner piala maya tahun 2018 sebagai film pendek terpilih Official selection Jogja -Netpac Asian festival 2018 Official selection word cinema Amsterdam 2019 Film ini mengunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya dengan dilengkapi teks berbahasa Indonesia.  Dan salah satu daya tariknya adalah dialog -dialog berbahasa Jawa yang sangat akrab bagi masyarakat Jawa. Terlebih bagi orang Jawa yang merantau, tentu dialog dalam film ini sedikit mengobati kangen kampung halaman.  Setting tempat dan suasana yang kental dengan nuansa...

Lembah Long Ba : Lelaki Berkalung Siung Harimau

Part 3. Lelaki Berkalung Siung Harimau Auuuugh… ! Aku ambruk tanpa sempat menggapai apapun untuk menahan berat badanku. Rasa sakit segera menjalar ketika tubuhku menimpa benda yang ada di bawahku. Sialnya malam begitu gulita benar. "Pak Tegar… . " Suara Simpai terdengar. Aku berusaha bangkit setelah sedikit menguasai keadaan. Rupanya meja yang kutabrak barusan. Mengapa berada tepat di depan pintu kamar, padahal tadinya kuletakkan dekat pintu keluar? "Kenapa mejanya jadi ada disini? " tanyaku pada Simpai. "Eh iya, maaf Pak. Saya geser meja biar tempat buat tidur jadi lebih luas. Juga biar gampang kalau harus keluar rumah, " jawab Simpai sambil menyalakan lentera. "Bapak ada yang luka? " "Sudah, nggak apa-apa. Geser sedikit ke samping pintu kan bisa, " jawabku lalu beranjak balik ke kamar. "Jangan lupa, matikan lagi lenteranya, takut jatuh dan jadi kebakaran. " Malam pun berlalu dengan tenang, tapi bukan tak terjadi apa - apa. ...

Sastra dan Pelajaran Favorit di Sekolah

Buku-buku sastra akan jadi bacaan di sekolah, demikian reaksi para pengiat literasi ketika membaca berita bahwa sastra akan masuk kurikulum. Dalam rangka mengimplementasikan kurikulum merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong pemanfaatan sastra sebagai sumber belajar. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Standar Badan Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo dalam peringatan Hari Buku Nasional 2024. Karya sastra akan menjadi salah satu sumber belajar yang diharapkan dapat meningkatkan minat baca, mendorong berpikir kritis, dan mengasah kreatifitas. Jadi kebayang kan novel-novel sastra jadi bacaan siswa di sekolah. Ikut senang dengar berita ini, meski tak luput dari kritik dan kekurangan sih. Baru-baru ini seorang Budayawan, Nirwan Dewanto membuat surat terbuka yang intinya keberatan dengan buku panduan sastra masuk kurikulum. Termasuk buku puisinya yang dijadikan rujukan, dan masuk daftar bacaan atau buku-buku yang direkomendasi...