Langsung ke konten utama

Lebaran kita

Cerita Lebaran Kita Hari Ini

Lebaran tak biasa itu sudah biasa bagi kami, perantau ini. Meski tak banyak berbeda, setidaknya ada nuansa dan pernak - pernik yang beda. 
Misalnya suatu waktu kami bisa mudik ke kampung halaman, tapi dilain waktu tidak. 

Dua tahun lalu lebaran hari pertama tidak kumpul dengan anak-anak. Kami orang tua di Balikpapan, enam anak di Samarinda dan seorang anak di Banjarbaru. 

Tahun lalu pun menjadi lebaran yang berbeda karena untuk pertama kali berlebaran di Nunukan. Sebuah kota yang jauh di Utara Kalimantan. Tak ada sanak keluarga disini. 
Jadi hanya ngumpul bersama anak-anak lalu jalan-jalan ke teman kantor dan kenalan. 

Lalu tahun ini sudah direncanakan jauh hari akan mudik ke Jawa, karena  delapan tahun tak berlebaran di Jawa. Terlebih lima dari tujuh anak berada di Jawa sehingga prefer lebih mudah ke Jawa. Meski biaya mudiknya lima orang dari Jawa ke Kalimantan Utara tak jauh beda dengan mudiknya tiga orang dari Kalimantan Utara ke Jawa. 

Rencana yang sudah tertulis rapi di buku dengan rincian biaya dan kegiatan yang akan kami lakukan di Jawa itu tinggallah rencana. Sepekan sebelum membeli tiket pesawat merebaklah khabar pasien postif C19 pertama di Indonesia. Naga-naganya bakal bertambah terus nih. Benar saja, setelahnya setiap hari berita kasus positif C19 semakin banyak. 
Kami memilih mengikuti kaidah, jika ada wabah disuatu tempat, janganlah keluar atau mendatangi tempat itu. 

Anak-anak pun kami titip pada keluarga yang terdekat dengan asrama mereka. Bahkan si sulung harus bertahan di kost hingga waktu yang tak ditentukan. 
Tinggalkan kami berdua dengan si bungsu yang masih di rumah. 

Meskipun sering tak biasa, namun kali ini sangat tak biasa. Baru lebaran kali ini merasakan sholat id hanya bertiga di rumah. Abi jadi imam sekaligus khatib, jadi khatib pada sholat id sih biasa bagi Abi, tapi iman sekaligus khatib baru kali ini. 
Selepas sholat, makan soto plus ketupat buatan sendiri. Tak ada kue lebaran hanya sisa kuaci dan kacang kering cemilan i'tikaf. 
Tanpa anak-anak, semangat membuat kue menguap. *dasar emak pemalas. 

Setelah kenyang lanjut, silaturahmi virtual dengan adik-adikku. Ketiga adik-adikku pun tak ada yang mudik meski sudah mengantongi tiket jauh-jauh hari. 
Jadi Nunukan, Jakarta, Bekasi dan Surabaya bertemu dalam vidio call whatApps. 

Lanjut vc dengan anak-anak. Istanbul, Bogor, Jogjakarta dan Ungaran. 
Siang sedikit, ngezoom dengan keluarga besar suami dari jalur Mama. Ada om dan para adik sepupu. Rame. 

Malam berlajut vc dengan Ibu di kampung lalu Ibu mertua dan kakak serta adik dari suami

Terakhir di tutup dengan vc teman-teman sekelas waktu kuliah.

Selain vc lebaran hari ini juga diisi dengan baca postingan di medsos, membalas coment, ngelike dan coment di postingan teman dan sahabat. 
Seru-seru melihat ucapan selamat lebaran yang unik-unik, juga foto keluarga yang keren-keren. 

Sungguh lebaran yang unik, lebaran yang akan jadi kenangan tak terlupakan. Tak ada kontak langsung, tak ada salaman tapi tetap membahagiakan.
Apapun yang terjadi jangan lupa bahagia. 

Selamat merayakan LebaranIdul Fitri 1441 H
Mohon maaf lahir dan batin. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film Pendek Tilik : Antara Tradisi dan Literasi Digital

Sumber : IG ravacanafilm Beberapa hari ini mulai trending film pendek " Tilik ". Film yang sebernarnya sudah di produksi pada tahun 2018 ini sudah ditonton 1,8 juta kali, disukai oleh 144 ribu dan subscriber chanel ini langsung melonjak pernah hari ini menjadi 6,4 ribu. Film pendek garapan Ravacana bekerja sama dengan dinas kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta ini telah beberapa kali ikut festival diantaranya : Winner piala maya tahun 2018 sebagai film pendek terpilih Official selection Jogja -Netpac Asian festival 2018 Official selection word cinema Amsterdam 2019 Film ini mengunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya dengan dilengkapi teks berbahasa Indonesia.  Dan salah satu daya tariknya adalah dialog -dialog berbahasa Jawa yang sangat akrab bagi masyarakat Jawa. Terlebih bagi orang Jawa yang merantau, tentu dialog dalam film ini sedikit mengobati kangen kampung halaman.  Setting tempat dan suasana yang kental dengan nuansa pedesaan di Jawa. Jalan

Lembah Long Ba : Menunggu

Part 6. Menunggu Tinggal sedikit lagi tubuhku lenyap dihisap bayangan hitam itu, seketika aku teringat gambaran Dementors, sebuah roh jahat yang hanya bisa dikalahkan oleh mantra expecto patronum nya Harry Potter dari gurunya Remus Lupin. Lalu cahaya putih menghalangi makhluk itu sehingga tidak bisa menyentuhku. Setelahnya, di dadaku terasa ada yang menyentuh, agak keras namun dingin rasanya. Tiba-tiba aku seperti mendapat suntikan energi, hingga akhirnya bisa membuka mata. Yang pertama tertangkap mata adalah ruangan berdinding putih. Aku berada di sebuah ranjang beralas warna putih juga. Tanganku tak bisa digerakkan, ternyata ada sebuah selang dan jarum menancap di dekat pergelangan tanganku. Belum sempat kuedarkan pandang menyapu seluruh ruangan, Bapak kepala kampung mendekat. "Pak Tegar… . " Disebutnya namaku pelan. Aku hanya bisa mengangguk pelan. "Syukur Alhamdulillah Pak Tegar sudah siuman, " sambung Pak Jauri. Rupanya mereka yang membawaku ketempat ini. Semac

Sekilas Tentang Sapardi Djoko Damono

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu." Ada yang ingat puisi karya siapakah ini? Sapardi Djoko Damono. Iya tepat sekali. Petikan puisi di atas adalah salah satu bait puisi yang romantis dan sangat terkenal, bahkan sering dikutip untuk undangan pernikahan, kalender, poster, dan banyak lagi.  Sastrawan yang produktif menghasilkan karya ini, sering mendapatkan penghargaan atas karyanya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Anugrah Habibie Award XVIII tahun 2016 pada bidang kebudayaan mengukuhkan namanya sebagai sastrawan terdepan masa kini. Pada tahun 2003, mendapat penghargaan Achmad Bakrie sementara Anugrah SEA Write Award yang telah lebih dahulu diraihnya. Biodata Sapardi Nama : Sapardi Djoko Damono Tempat tanggal lahir : Solo, 20 Maret 1940 Pekerjaan : Sastrawan, Guru Besar Tanggal Meninggal : 19 Juli 2020 Istri : Wardiningsih Anak : Rasti Suryandani dan Rizki Hendriko  Sekilas tentang kehi