Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2021

Lembah Long Ba : Tegaknya Diagnosa

Part 7. Tegaknya Diagnosa Sekali lagi dokter Andi melihat gawainya. Meski berdebar layaknya menunggu putusan pengadilan, tapi aku sedikit tenang, setidaknya sakitku terdefinisikan. Bukan sakit karena sesuatu yang tak masuk akal. "Pak Tegar, sakit malaria, " ujar dokter Andi. "Serius Dok, hanya malaria bukan yang lain? " tanyaku hampir tak percaya. "Iya… dan ini diperkuat hasil pemeriksaan darah. Untung kemarin itu ada heli mampir sini jadi bisa nitip sampel darah ke kota. " "Tapi Dok… ? " Dokter yang ramah ini tersenyum semakin lebar. "Kenapa? Takut karena ada sesuatu? Nggak percaya hasil pemeriksaan medis? " Aku tersipu, beberapa hari di balai pengobatan ini membuat kami semakin akrab karena perasaan sesama pendatang. "Bukan, kok berat banget ya, saya merasa hampir koit, " ujarku seraya tertawa. "Memang, si Plasmodium yang berada pada stadium aseksual membuat inangnya tak berdaya. Beruntung cepat dibawa kesini kalau ngg

Lembah Long Ba : Menunggu

Part 6. Menunggu Tinggal sedikit lagi tubuhku lenyap dihisap bayangan hitam itu, seketika aku teringat gambaran Dementors, sebuah roh jahat yang hanya bisa dikalahkan oleh mantra expecto patronum nya Harry Potter dari gurunya Remus Lupin. Lalu cahaya putih menghalangi makhluk itu sehingga tidak bisa menyentuhku. Setelahnya, di dadaku terasa ada yang menyentuh, agak keras namun dingin rasanya. Tiba-tiba aku seperti mendapat suntikan energi, hingga akhirnya bisa membuka mata. Yang pertama tertangkap mata adalah ruangan berdinding putih. Aku berada di sebuah ranjang beralas warna putih juga. Tanganku tak bisa digerakkan, ternyata ada sebuah selang dan jarum menancap di dekat pergelangan tanganku. Belum sempat kuedarkan pandang menyapu seluruh ruangan, Bapak kepala kampung mendekat. "Pak Tegar… . " Disebutnya namaku pelan. Aku hanya bisa mengangguk pelan. "Syukur Alhamdulillah Pak Tegar sudah siuman, " sambung Pak Jauri. Rupanya mereka yang membawaku ketempat ini. Semac

Lembah Long Ba : Sakit

Part 5. Sakit Seketika langkahku terhenti, kutarik tangan Simpai dan memberanikan diri melihat ke belakang. Sebatang pohon tumbang, sesaat ketika kami baru saja melintasinya. Berulang kali kuucap hamdalah, karena pohon itu tidak menimpaku. Tak sempat lagi kupikirkan mengapa pohon itu tiba-tiba tumbang begitu saja, padahal tak ada angin kencang. Setengah berlari segera kami menyusul Bapak Simpai menuju jalan setapak keluar hutan. *** Sepekan sejak keluar dari hutan aku merasakan keanehan pada tubuhku, tiba - tiba meriang tak karuan. Rasanya semakin tak enak, nafsu makan berkurang hingga tubuhku semakin lemas. Lalu demam tinggi menyerangku, nafasku jadi sesak, dada seperti ditimpa beban berat dan tenggorokan seperti dicekik. Tak ada yang bisa kulakukan. Bahkan memanggil Simpai pun aku tak sanggup. Suaraku tercekat di tenggorokan. Tiga hari hanya bisa tergolek lemas di tempat tidur bahkan perutku pun terasa panas, mual dan muntah terus menerus. Ibu Simpai datang memberiku ramuan dan menya

Lembah Long Ba : Kuburan Kuno di Tepi Hutan

Part 4. Makam Kuno di Tepi Hutan Meski tubuhku bergetar hebat, kuusahakan memberi sikap hormat. Bibir lelaki itu komat kamit tapi tak kudengar sedikitpun suara. Tatapan matanya yang tajam tak lepas dariku. Aku menunduk, dan tetap dalam posisi semula sampai menarik napas pun aku takut. Tak lama Simpai menghampiri kami sehingga suasana kaku sedikit cair. Segaris senyum tiba-tiba kulihat dari bibir lelaki itu, hatiku sedikit tenang. "Maaf Pak, saya Tegar guru baru di SD Long Ba ini. " Kucoba memperkenalkan diri. "Iya, saya tahu. Kepala kampung sudah membicarakan denganku sebelum kedatangan Pak. Tegar ke sini. Selamat bertugas di desa kami. Titip anak-anak, didik dengan benar dan jangan sampai merusak lingkungan. " Tutur kata lelaki itu tegas namun cukup menenangkan dan seketika bayangan wajah garangnya lenyap, tapi wibawanya keluar. Yanse Yele Mangi, demikian nama yang kudengar setelah aku memperkenalkan diri. Seorang pemangku adat, orang yang paling dituakan setelah k

Lembah Long Ba : Lelaki Berkalung Siung Harimau

Part 3. Lelaki Berkalung Siung Harimau Auuuugh… ! Aku ambruk tanpa sempat menggapai apapun untuk menahan berat badanku. Rasa sakit segera menjalar ketika tubuhku menimpa benda yang ada di bawahku. Sialnya malam begitu gulita benar. "Pak Tegar… . " Suara Simpai terdengar. Aku berusaha bangkit setelah sedikit menguasai keadaan. Rupanya meja yang kutabrak barusan. Mengapa berada tepat di depan pintu kamar, padahal tadinya kuletakkan dekat pintu keluar? "Kenapa mejanya jadi ada disini? " tanyaku pada Simpai. "Eh iya, maaf Pak. Saya geser meja biar tempat buat tidur jadi lebih luas. Juga biar gampang kalau harus keluar rumah, " jawab Simpai sambil menyalakan lentera. "Bapak ada yang luka? " "Sudah, nggak apa-apa. Geser sedikit ke samping pintu kan bisa, " jawabku lalu beranjak balik ke kamar. "Jangan lupa, matikan lagi lenteranya, takut jatuh dan jadi kebakaran. " Malam pun berlalu dengan tenang, tapi bukan tak terjadi apa - apa.

Lembah Long Ba : Pemuda Tanggung

Part. 2 Pemuda Tanggung Selepas sholat subuh, kembali kurebahkan tubuhku di kasur dan bergelung dengan selimut yang menutup tubuhku rapat-rapat. Udara pagi hampir-hampir menembus semua pori-poriku. Letak lembah di sekitar pegunungan yang masih terjaga kelestariannya karena masih masuk dalam kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang, menjadikan malam hingga pagi terasa dingin sekali. Tak terasa aku pun terlelap lagi beberapa menit hingga remang cahaya matahari masuk ke kamar. Bergegas aku bangun dan turun dari tempat tidur. Srek… kakiku menginjak sesuatu. Sesaat mataku menangkap beberapa daun kering di lantai kamarku. Kutebarkan pandangan ke sekeliling kamar, woah daun-daun kering berserakan entah dari mana. Padahal semua pintu dan jendela masih tertutup rapat. Bahkan, semalam aku tak merasakan adanya angin kencang. Segera kusapu dedaunan itu dan kubuang begitu saja di halaman. Meski aneh aku tak ingin memikirkannya. Kesibukan mengajar, sejenak mengalihkan perasaan ganjilku. Sampai malam

Lembah Long Ba: Suara-Suara di Malam Pertama

Part. 1 : Suara-Suara di Malam Pertama Tiiiiing..., suara lentingan yang tak keras namun cukup panjang membuat tidurku sedikit terganggu. Setelah berulang, akhirnya tidurku benar-benar terganggu. Kubuka mata dan memaksimalkan pupil mendeteksi cahaya, nihil. Yang ada hanya gulita semata. Listrik yang hanya menyala 8 jam dalam sehari dari pukul 18.00-00.00 membuatku berkeyakinan saat ini sudah dinihari. Kuraba-raba sekitarku untuk mencari gawai pun percuma, karena setelah sekian menit tak kutemukan juga. Aku terlalu lelah sekian hari dalam perjalanan hingga ketika sampai tempat ini sore tadi, setelah berbagai acara seremonial langsung kurebahkan badan di kamar rumah dinasku. Akhirnya suara itu hilang tapi tak seberapa lama suara gonggongan anjing bersahut-sahutan. Kututup kupingku dengan batal, biarlah mereka beradu vokal, aku masih mengantuk dan ingin tidur lebih lama lagi. Wajar saja, selain warga yang rata-rata punya anjing, hutan belantara tak jauh dari desa ini pun pasti banyak anj