Langsung ke konten utama

Tahun Baru

 Hijrah.


Kemarin saat membawakan materi urgensi waktu bagi muslimah, tak bisa untuk tidak terpaku pada hal berikut.
Bahwa kelak di yaumil hisab ada 4 pertanyaan penting dan dua diantaranya terkait dengan waktu.
1. Untuk apa umur kita dihabiskan?
2. Untuk apa masa muda kita di gunakan?
Dan jeng...jeng....
Tetiba ingat masa lalu, masa muda dulu
Disaat usia sudah 40+ dan jelita atau jelang lima puluh tahun. 

Inilah usia menentukan, apakah setelah 40 tahun menjadi lebih baik ataukah lebih buruk dari yang telah lalu
Dengan demikian, usia 40 tahun memiliki kekhususan tersendiri. Pada umumnya, usia 40 tahun adalah usia yang memiliki nilai lebih dan khusus. Manusia yang paling sempurna akal dan pikirannya adalah apabila telah mencapai usia 40 tahun.

Allah Ta’ala berfirman,

“Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.” (QS. Al-Ahqaf: 15)

Baiklah kita kembali ke dua hal diatas,
Umur, untuk apa kita habiskan? Apakah untuk meninggikan kalimah Allah, atau justru meninggikan kalimah syaiton.
Duh hidup ini singkat, bahkan kelak ketika di yaumil akhir, kita serasa tak pernah merasakan kehidupan dunia saking sangat singkatnya.
Kemudian tentang masa muda, untuk apa digunakan?
Iyah masa muda saat dimana kita sedang mekar bak kuntum bunga, banyak energi , kuat dan bugar.
Kalau orang yang sudah tua , pensiun punya banyak waktu, wajar...mendekat ke masjid, banyak beribadah.
Tapi anak muda yang hatinya slalu terpaut pada masjid langka...tak salah Allah memberi reward dengan menghadiahkan naungan saat tak ada naungan kelak.

Lha apa hubungannya dengan hijrah ?
Ah hanya ingat bahwa ternyata masa muda dulu bahkan lebih dari separuh hidupku dalam kondisi yah seperti itulah. Meski tak buruk -buruk amat tapi juga tak selalu baik - baik saja. 
Maklum pendidikan agama juga secukupnya saja, cukup dari pelajaran agama di sekolah. 
Bukan dari kalangan santri atau orang tua yang mendalam agamanya. Sebagaimana orang Islam pada umumnya. 

Dari baliq sampai usia dewasa tanpa hijab yang seharusnya menjadi wajib bagi setiap muslimah. Terlebih di jaman itu hijab bukan pakaian yang biasa. Hanya dikenakan oleh mereka yang belajar di pesantren atau kalangan alim ulama. 

Hingga saat di bangku SMA, pernah diskusi dengan  teman  tentang kewajiban  berjilbab, tapi masih takut karena di jaman itu belum lazim dan bahkan dilarang. Tentu yang masa SMA nya di akhir tahun 80 an pernah mendengar perjuangan jilbab di sekolah. Ada yang diintimidasi, di panggil guru BP, diminta buat surat pernyataan bahkan dikeluarkan atau diminta pindah ke sekolah agama. 

Lalu saat kuliah, meski sudah tidak dilarang lagi, tapi nafsu masih mendominasi hingga mengalahkan bisikan nurani. Padahal saat itu sudah mulai lazim pengunaan jilbab terlebih setelah kemenangan para pejuang jilbab diawal tahun 90 an. 

Maka satu hal yang layak disyukuri, pada akhirnya hidayah Allah itu menghampiri.
Lewat buku-buku yang dibawakan adik-adik lelakiku. Biar gimana juga saat sma mereka aktif di Rohis SMAN 1.
Keren deh Rohis.

Dan....Alhamdulillah tekad bulat akhirnya akupun hijrah dari yang polosan menjadi lebih tertutup rapi. 
Lalu nikmat Allah semakin berlimpah, bertemu dengan saudara-saudara yang slalu mengingatkan dalam ketaqwaan.
Melingkar dengan ukhuwah. Mengkaji dan terus mencari ilmu.
Alhamdulillah inilah hijrahku.

Selamat tahun baru hijriah 1442 
Semoga tahun ini menjadi lebih baik lagi. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga, Tak Sekedar Ikatan Nasab

Gerimis kecil pagi itu tak menghalangiku duduk di boncengan motor pak suami. Meski di kota sedang tidak hujan deras, namun hujan di hulu sana, membuat Sungai Karangmumus meluap sehingga menyebabkan banjir sepanjang daerah aliran sungai itu. Titik terparah ada mulai dari depan Mall Lembuswana sampai Pasar Segiri. Setelah menerobos banjir dan mencari celah genangan yang tidak dalam pada gang-gang kecil sampai juga di kantor pak suami. Malam sebelum pak suami mengirim pesan bahwa pagi ini akan pergi dinas ke Balikpapan. Bak pucuk dicita ulam tiba, langsung aku menyatakan ingin ikut. Bagiku, ke Balikpapan adalah pulang kampung yang sebenarnya. Karena ada banyak " keluarga " di sana. Mengapa ada tanda petik pada kata keluarga? Mau tahu cerita selanjutnya? Oke, dilanjut ya. Keluarga seperti bukan keluarga Jadi sejak pandemi melanda negeri ini, ada dua kota yang begitu kurindukan. Pertama: Bojonegoro Di kota ini aku dilahirkan dan ibuku berada seorang diri tanpa anak kandung di sisi

Sekilas Tentang Sapardi Djoko Damono

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu." Ada yang ingat puisi karya siapakah ini? Sapardi Djoko Damono. Iya tepat sekali. Petikan puisi di atas adalah salah satu bait puisi yang romantis dan sangat terkenal, bahkan sering dikutip untuk undangan pernikahan, kalender, poster, dan banyak lagi.  Sastrawan yang produktif menghasilkan karya ini, sering mendapatkan penghargaan atas karyanya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Anugrah Habibie Award XVIII tahun 2016 pada bidang kebudayaan mengukuhkan namanya sebagai sastrawan terdepan masa kini. Pada tahun 2003, mendapat penghargaan Achmad Bakrie sementara Anugrah SEA Write Award yang telah lebih dahulu diraihnya. Biodata Sapardi Nama : Sapardi Djoko Damono Tempat tanggal lahir : Solo, 20 Maret 1940 Pekerjaan : Sastrawan, Guru Besar Tanggal Meninggal : 19 Juli 2020 Istri : Wardiningsih Anak : Rasti Suryandani dan Rizki Hendriko  Sekilas tentang kehi

Sastra dan Pelajaran Favorit di Sekolah

Buku-buku sastra akan jadi bacaan di sekolah, demikian reaksi para pengiat literasi ketika membaca berita bahwa sastra akan masuk kurikulum. Dalam rangka mengimplementasikan kurikulum merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong pemanfaatan sastra sebagai sumber belajar. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Standar Badan Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo dalam peringatan Hari Buku Nasional 2024. Karya sastra akan menjadi salah satu sumber belajar yang diharapkan dapat meningkatkan minat baca, mendorong berpikir kritis, dan mengasah kreatifitas. Jadi kebayang kan novel-novel sastra jadi bacaan siswa di sekolah. Ikut senang dengar berita ini, meski tak luput dari kritik dan kekurangan sih. Baru-baru ini seorang Budayawan, Nirwan Dewanto membuat surat terbuka yang intinya keberatan dengan buku panduan sastra masuk kurikulum. Termasuk buku puisinya yang dijadikan rujukan, dan masuk daftar bacaan atau buku-buku yang direkomendasi