Langsung ke konten utama

Budaya

 Seri Budaya Negeri : Jodang


Adakah yang tahu Jodang? Mungkin tak banyak, hanya seputaran masyarakat Jawa dan Madura mungkin. Bahkan aku pun hampir melupakannya seandainya tak ada postingan gambar benda ini di whatsApp grup sekolah menengahku. 

Jodang adalah sebuah benda yang terbuat dari kayu jati, ukurannya bervariasi, umumnya punya panjang 1-1, 5 meter, lebar 30-50 cm dan tinggi sekitar 30-40 cm serta tinggi cuping disisi depan dan belakang sekitar 40-50 cm. Semua sisinya tertutup dan ada ruang di tengah yang digunakan untuk menyimpan barang. Terkadang jodang juga dihiasi dengan ukiran mulai dari yang sederhana hingga yang rumit. 

Jodang digunakan untuk membawa hantaran pada semua acara lamaran atau perkawinan di Jawa atau Madura. Isinya bisa berupa nasi dengan segala lauk pauknya, kue-kue tradisonal seperti cucur, juadah, tape dan lainnya. Juga buah, kelapa atau hasil bumi seperi padi dan jagung. 

Jika yang menyelengarakan acara orang berada, hantarannya bisa berpuluh-puluh jodang yang isinya cukup untuk dimakan orang satu kampung. Serunya, jodang-jodang itu dibawa dengan dipikul beramai-ramai jika tempat acara cukup terjangkau dan tak perlu mengunakan kendaraan. 
Isi jodang ini nantinya akan dibagi-bagi. Kerabat pengantin terutama yang dituakan akan mendapat satu jodang makanan sendiri. Bapak-Ibuku pernah mendapat satu jodang berisi makanan yang waaaw luar biasa banyaknya. Bisa dibagi ke 40 rumah tetangga kami. 

Selain digunakan sebagai hantaran lamaran atau acara perkawinan, jodang juga digunakan sebagai antaran kepada undangan. Biasanya kerabat yang sangat dekat dan dihormati. Jadi sambil mengantarkan jodang yang lengkap dengan isinya, sekaligus mengundang untuk menghadiri acaranya. 

"Ketiban" ( mendapat kiriman) jodang sebagai bentuk undangan bukan hal enteng, setidaknya ada tuntuan meski tak wajib untuk mempersiapkan kado atau sumbangan acara pernikahan itu dengan layak senilai isi jodang. 

Sayangnya, kemajuan jaman telah mengerus tradisi mengunakan jodang ini, karena tak praktis dan ada wadah yang lebih ringan dan efisien seperti ember, kardus, plastik dan lainnya. 
Pada tahun 90 an, jodang hanya digunakan pada masyarakat pedesaan, sementara orang kota lebih praktis memesan makanan jika punya acara tanpa ribet antar-antaran. Bahkan di akhir tahun 90 an, jodang sudah tak nampak digunakan lagi. 
Hingga kini, jodang sudah menjadi barang antik yang hanya digunakan sebagai pajangan atau furniture lainnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga, Tak Sekedar Ikatan Nasab

Gerimis kecil pagi itu tak menghalangiku duduk di boncengan motor pak suami. Meski di kota sedang tidak hujan deras, namun hujan di hulu sana, membuat Sungai Karangmumus meluap sehingga menyebabkan banjir sepanjang daerah aliran sungai itu. Titik terparah ada mulai dari depan Mall Lembuswana sampai Pasar Segiri. Setelah menerobos banjir dan mencari celah genangan yang tidak dalam pada gang-gang kecil sampai juga di kantor pak suami. Malam sebelum pak suami mengirim pesan bahwa pagi ini akan pergi dinas ke Balikpapan. Bak pucuk dicita ulam tiba, langsung aku menyatakan ingin ikut. Bagiku, ke Balikpapan adalah pulang kampung yang sebenarnya. Karena ada banyak " keluarga " di sana. Mengapa ada tanda petik pada kata keluarga? Mau tahu cerita selanjutnya? Oke, dilanjut ya. Keluarga seperti bukan keluarga Jadi sejak pandemi melanda negeri ini, ada dua kota yang begitu kurindukan. Pertama: Bojonegoro Di kota ini aku dilahirkan dan ibuku berada seorang diri tanpa anak kandung di sisi

Sekilas Tentang Sapardi Djoko Damono

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu." Ada yang ingat puisi karya siapakah ini? Sapardi Djoko Damono. Iya tepat sekali. Petikan puisi di atas adalah salah satu bait puisi yang romantis dan sangat terkenal, bahkan sering dikutip untuk undangan pernikahan, kalender, poster, dan banyak lagi.  Sastrawan yang produktif menghasilkan karya ini, sering mendapatkan penghargaan atas karyanya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Anugrah Habibie Award XVIII tahun 2016 pada bidang kebudayaan mengukuhkan namanya sebagai sastrawan terdepan masa kini. Pada tahun 2003, mendapat penghargaan Achmad Bakrie sementara Anugrah SEA Write Award yang telah lebih dahulu diraihnya. Biodata Sapardi Nama : Sapardi Djoko Damono Tempat tanggal lahir : Solo, 20 Maret 1940 Pekerjaan : Sastrawan, Guru Besar Tanggal Meninggal : 19 Juli 2020 Istri : Wardiningsih Anak : Rasti Suryandani dan Rizki Hendriko  Sekilas tentang kehi

Sastra dan Pelajaran Favorit di Sekolah

Buku-buku sastra akan jadi bacaan di sekolah, demikian reaksi para pengiat literasi ketika membaca berita bahwa sastra akan masuk kurikulum. Dalam rangka mengimplementasikan kurikulum merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong pemanfaatan sastra sebagai sumber belajar. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Standar Badan Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo dalam peringatan Hari Buku Nasional 2024. Karya sastra akan menjadi salah satu sumber belajar yang diharapkan dapat meningkatkan minat baca, mendorong berpikir kritis, dan mengasah kreatifitas. Jadi kebayang kan novel-novel sastra jadi bacaan siswa di sekolah. Ikut senang dengar berita ini, meski tak luput dari kritik dan kekurangan sih. Baru-baru ini seorang Budayawan, Nirwan Dewanto membuat surat terbuka yang intinya keberatan dengan buku panduan sastra masuk kurikulum. Termasuk buku puisinya yang dijadikan rujukan, dan masuk daftar bacaan atau buku-buku yang direkomendasi