Langsung ke konten utama

Kala Mas Kamal Berangkat Ke Turki

Melepas anak ke luar negeri untuk melanjutkan belajar di masa pandemi begini, tidak mudah. Sejak dua hari lalu, hati dan pikiran tak bisa fokus, berkali menunggu khabar persiapan dan kejelasan bisa berangkat atau tidak. Karena pemeriksaan rapid test hanya boleh sehari sebelum keberangkatan dan jika reaktif bisa dipastikan gagal berangkat. 
Padahal reaktif belum tentu positif covid dan sebaliknya. 

Kali ini, emosi berasa terkuras. Tak seperti sang kakak yang berangkat setahun lalu, pada kondisi aman sentosa. Setelah libur lebaran ke Nunukan dan  berkumpul dengan keluarga, Abinya masih punya kesempatan mengantar hingga ke Jakarta. Itu pun adik bungsunya melo hingga tiga hari berlalu, jika ingat kakaknya yang akan pergi jauh dan tidak bisa pulang liburan, jatuh berderai air matanya. 

Sementara kali ini, sejak pulang liburan lebaran tahun lalu, kemudian pindah asrama ke Jawa dan liburan per tiga bulannya dihabiskan di rumah Eyang di Jogja sedangkan liburan akhir tahun di rumah Tantenya di Semarang. Saat sicovid menyerang, dengan terpaksa kami harus bertahan di wilayah masing-masing. Anak-anak yang di Jawa tetap di Jawa dan kami orang tuanya  tetap di Nunukan. Total sudah setahun kami saling bersua. 

Karena covid19 ini, kami berasumsi, anak ini tak akan berangkat ke Turki dahulu hingga wabah mereda. Setelah kelas persiapan setahun lalu, mungkin program lanjutannya akan dilaksanakan di Indonesia saja tahun ini. Sedangkan anaknya juga berharap-harap cemas, hingga akhirnya pasrah sembari membesarkan hati bahwa tak masalah melanjutkan program di Indonesia yang penting ilmunya bukan tempatnya, katanya suatu hari. Bertahan setahun lagi di Semarang juga tak masalah. Asal tetap terjaga dan sehat saja, syukur Alhamdulillah. 

Tapi bulan lalu titik terang mulai nampak, program akan dilanjutkan dan mereka bersiap untuk berangkat bulan Agustus ini. Tapi tanggalnya belum jelas, hingga menimbulkan kegalauan baru. Kapan harus ke Jakarta? 
Perpindahan dari satu tempat ke tempat lain dimasa covid ini bukan hal mudah. Protokol kesehatan yang ketat harus dijalankan. Naik kendaraan umum sama sekali bukan pilihan karena rentan penularan. Bersyukur Tante dan Omnya bersedia mengantar hingga asrama di Jakarta. 

Sepekan sebelum rencana keberangkatan, baru ada informasi tanggal dan nama-nama yang akan berangkat pada gelombang satu, dua dan tiga. Alhamdulillah masuk gelombang satu yang akan berangkat tanggal 21 ini sehingga mereka harus sampai di Jakarta maksimal tanggal 20 untuk rapid test terlebih dahulu. Alhamdulillah lagi, hasil rapid testnya non reaktif, meski sedih juga saat mendengar satu temannya yang ternyata reaktif dan harus menunda keberangkatan dan kembali pulang ke Demak. 

Malam menjelang keberangkatan, semua persiapan dilakukan sendiri, mandiri di usia ke 19 tahun ini. Tanpa kehadiran kami yang menyertainya. Tanpa bisa berpamitan langsung dan meniupkan doa. Bahkan saat vidio call dengan Abinya ketika menjelang keberangkatan, si Abi sibuk dengan kerjaannya di kantor dan sedang ada meeting di zoom. Lalu saat telepon Bunda, ingin berpamitan eh si Bunda lagi mandi. 

Kami hanya bisa melihat whatsApp dan tertera last seen 21.03 , mungkin dia sudah boarding untuk melakukan perjalanan selama 12 jam di udara hingga esok harinya pukul 09.00 wita, InsyaAllah mendarat di Instanbul Turki. 

Pagi tadi, kami bolak balik ngecek wa belum ada khabar. Mungkin masih sibuk dengan penyambutan. Hingga siang dan sore menjelang, belum ada khabar apapun. Ah iya, kan sim cardnya masih Indonesia. Mungkin menunggu ganti sim cardnya dulu. 
Lalu sore mereka menjelang Maghrib, sebuah pesan masuk di wag keluarga kami. Alhamdulillah sudah sampai pukul. 08.00 wib atau 03.00 waktu setempat. 

Selamat bertualang wahai pemudaku, kini anak panah itu sudah melesat jauh dari busurnya. 
Selamat mereguk ilmu dan memuaskan dahaga keingintahuanmu, semoga memberi manfaat sebesar-besarnya untuk masa depanmu.
Selamat menempa kedewasaanmu, memantaskan diri untuk kehidupan selanjutnya. 
Semoga lancar studymu Nak, kami hanya bisa mendoakanmu. Memeluk rindu denganmu dalam doa-doa dikeheningan malam. 
Dan seperti yang sering kau ucapkan, biarlah kita terpisah di dunia, asal kelak bisa berkumpul di surga. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga, Tak Sekedar Ikatan Nasab

Gerimis kecil pagi itu tak menghalangiku duduk di boncengan motor pak suami. Meski di kota sedang tidak hujan deras, namun hujan di hulu sana, membuat Sungai Karangmumus meluap sehingga menyebabkan banjir sepanjang daerah aliran sungai itu. Titik terparah ada mulai dari depan Mall Lembuswana sampai Pasar Segiri. Setelah menerobos banjir dan mencari celah genangan yang tidak dalam pada gang-gang kecil sampai juga di kantor pak suami. Malam sebelum pak suami mengirim pesan bahwa pagi ini akan pergi dinas ke Balikpapan. Bak pucuk dicita ulam tiba, langsung aku menyatakan ingin ikut. Bagiku, ke Balikpapan adalah pulang kampung yang sebenarnya. Karena ada banyak " keluarga " di sana. Mengapa ada tanda petik pada kata keluarga? Mau tahu cerita selanjutnya? Oke, dilanjut ya. Keluarga seperti bukan keluarga Jadi sejak pandemi melanda negeri ini, ada dua kota yang begitu kurindukan. Pertama: Bojonegoro Di kota ini aku dilahirkan dan ibuku berada seorang diri tanpa anak kandung di sisi

Sekilas Tentang Sapardi Djoko Damono

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu." Ada yang ingat puisi karya siapakah ini? Sapardi Djoko Damono. Iya tepat sekali. Petikan puisi di atas adalah salah satu bait puisi yang romantis dan sangat terkenal, bahkan sering dikutip untuk undangan pernikahan, kalender, poster, dan banyak lagi.  Sastrawan yang produktif menghasilkan karya ini, sering mendapatkan penghargaan atas karyanya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Anugrah Habibie Award XVIII tahun 2016 pada bidang kebudayaan mengukuhkan namanya sebagai sastrawan terdepan masa kini. Pada tahun 2003, mendapat penghargaan Achmad Bakrie sementara Anugrah SEA Write Award yang telah lebih dahulu diraihnya. Biodata Sapardi Nama : Sapardi Djoko Damono Tempat tanggal lahir : Solo, 20 Maret 1940 Pekerjaan : Sastrawan, Guru Besar Tanggal Meninggal : 19 Juli 2020 Istri : Wardiningsih Anak : Rasti Suryandani dan Rizki Hendriko  Sekilas tentang kehi

Sastra dan Pelajaran Favorit di Sekolah

Buku-buku sastra akan jadi bacaan di sekolah, demikian reaksi para pengiat literasi ketika membaca berita bahwa sastra akan masuk kurikulum. Dalam rangka mengimplementasikan kurikulum merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong pemanfaatan sastra sebagai sumber belajar. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Standar Badan Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo dalam peringatan Hari Buku Nasional 2024. Karya sastra akan menjadi salah satu sumber belajar yang diharapkan dapat meningkatkan minat baca, mendorong berpikir kritis, dan mengasah kreatifitas. Jadi kebayang kan novel-novel sastra jadi bacaan siswa di sekolah. Ikut senang dengar berita ini, meski tak luput dari kritik dan kekurangan sih. Baru-baru ini seorang Budayawan, Nirwan Dewanto membuat surat terbuka yang intinya keberatan dengan buku panduan sastra masuk kurikulum. Termasuk buku puisinya yang dijadikan rujukan, dan masuk daftar bacaan atau buku-buku yang direkomendasi