Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2020

Lebaran kita

Cerita Lebaran Kita Hari Ini Lebaran tak biasa itu sudah biasa bagi kami, perantau ini. Meski tak banyak berbeda, setidaknya ada nuansa dan pernak - pernik yang beda.  Misalnya suatu waktu kami bisa mudik ke kampung halaman, tapi dilain waktu tidak.  Dua tahun lalu lebaran hari pertama tidak kumpul dengan anak-anak. Kami orang tua di Balikpapan, enam anak di Samarinda dan seorang anak di Banjarbaru.  Tahun lalu pun menjadi lebaran yang berbeda karena untuk pertama kali berlebaran di Nunukan. Sebuah kota yang jauh di Utara Kalimantan. Tak ada sanak keluarga disini.  Jadi hanya ngumpul bersama anak-anak lalu jalan-jalan ke teman kantor dan kenalan.  Lalu tahun ini sudah direncanakan jauh hari akan mudik ke Jawa, karena  delapan tahun tak berlebaran di Jawa. Terlebih lima dari tujuh anak berada di Jawa sehingga prefer lebih mudah ke Jawa. Meski biaya mudiknya lima orang dari Jawa ke Kalimantan Utara tak jauh beda dengan mudiknya tiga orang dari Kalimantan Utara ke Jawa.  Rencana yang sud

Ramadhan Kita

Cerita Dibalik Ikhtikaf Malam Ini Ramadhan sudah mendekati titik akhir, ibarat kuda pacuan, semakin mendekati finish tidak kendor larinya justru semakin kencang. Semakin mengerahkan segenap tenaga untuk mencapai titik tujuan.  Pun begitu harapannya dalam menjalani ramadhan yang istimewa ini.  Istimewa karena dalam sejarah baru kali ini ramadhan tanpa semaraknya masjid atau surau.  Ramadhan dalam sunyi. Segala ibadah dilakukan dirumah. Mulai dari sholat jama'ah lima waktu, sholat tarawih hingga ikhtikaf.  Menurut mayoritas ulama fiqh, ikhikaf dilakukan ditempat yang sholat jama'ah lima waktu dilakukan yaitu di masjid atau musolla.  Namun apa daya, kondisi saat ini tidak memungkinkan untuk melaksanakan ikhtikaf di masjid atau musollah.  Jadi kembali ke kaidah fiqiyah lagi, apa yang tidak bisa dilakukan seluruhnya, lakukanlah sebagian.  Tidak bisa ikhtikaf di masjid, minimal berikhtiar ikhtikaf di rumah. Menghidupkan malam - malam 10 hari terakhir di rumah dengan banyak beribadah,

Lebaran

Kue Bangket Kenangan Gambar :  Id.carousell.com Sepuluh hari terakhir, aroma lebaran mulai terasa. Mulai dari gambar aneka kue kering yang bertebaran di linimasa juga bau kue yang sedang dipanggang tetangga.  Meski kondisi lebaran yang sebentar lagi akan tiba, tak seperti biasanya, tak menyurutkan tradisi menyediakan kue kering dan aneka makanan lainnya.  Setidaknya, sekalipun tidak ada lagi acara kunjung mengunjungi, meja tamu tetap tersaji toples - toples cantik berisi kue yang mengoda sehingga suasana lebaran tetap terasa.  Membeli kue kering yang sudah jadi adalah pilihan praktis. Tidak perlu ribet di dapur pada 10 hari terakhir dan lebih konsentrasi mengisi hari-hari terakhir puasa dengan ibadah maksimal. Apalagi ada kerabat yang produsen kue -kue kering, dan kerap kali mendapat kiriman bertoples-toples kue kering.  Namun, sejak anak-anak perempuan mulai gede, membuat kue lebaran menjadi keharusan atas desakan anak-anak yang bangga dengan karyanya juga sebuah kenangan.  Iya, kenan

Malam Ramadhan

Keajaiban Sepuluh Hari Terakhir Ramadhan kita sudah masuk etape ketiga, sepuluh malam yang terakhir. Saatnya kita bersiap mengisinya lebih tekun lagi dalam beribadah, karena moment tidak tidak lama lagi. Hanya sepuluh hari bahkan bisa jadi kurang karena usia ramadhan itu 29 hari hanya apabila hilal tidak terlihat digenapkan menjadi 30 hari.  Dan tamu agung ini, akan segera pergi. Alangkah indahnya, jika kita tidak dapat menyambutnya dengan baik diawal kedatangannya, saatnya kita memberi kesan yang mendalam saat akan berpisah dengannya. Kesan yang penuh makna dengan memanfaatkan setiap detiknya untuk kebaikan dan ibadah kepada Allah Ta'ala.  Agar perpisahan ini meninggalkan kesan yang dalam maka kini saatnya: Kencangkan Ikat Pinggang Mengencangkan ikat pinggang  bermakna kita melakukan ibadah lebih keras lagi, lebih dari biasanya. Meninggalkan hal-hal yang menganggu ibadah kita. Mengurangi makan yang menyebabkan kekeyangan sehingga mudah ngantuk dan tidak maksimal dalam beribadah di

Selamat Jalan Didi Kempot

Selamat Jalan Didi Kempot Siang kemarin di fb grub orang ramai.id tiba-tiba ditag salah seorang "kompor menulis" postingan meninggalnya penyanyi campur sari yang legendaris sekaligus ajakan untuk menuliskan tentang "Didi Kempot". Selama ini yang ku tahu tentang Didi Kempot adalah penyanyi lagu Jawa yang berjudul "Stasiun Balapan". Lagu yang rilis beberapa tahun yang lalu, persisnya kurang begitu memperhatikan, namun akrab ditelinga terutama saat dalam perjalanan ketika Jawa.   Suasana hiruk pikuk terminal Bungurasih di Surabaya, atau saat naik bus antar kota.  Hingga secara tak sadar terekam erat dalam memori.  Bertahun kemudian kata "ambyar" menjadi viral. Ambyar adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti hancur berhamburan, entah bagaimana asal mulanya menjadi begitu viral.  Teryata, kata-kata itu berasal dari salah satu lagunya Didi Kempot yang ngehits hingga para penggemarnya menamakan diri mereka sebagai "sobat am

Memelihara Semangat

Melihara Semangat Suatu ketika, dalam sebuah taklim saya mendapat pertanyaan salah satu peserta taklim. Pertanyaan yang sudah biasa saya dengar.  "Mengapa ya kalau kita habis pengajian jadi semangat, semangat berbuat baik, semangat beribadah. Tapi setelah agak lama kembali lesu lagi? " Apakah hal ini wajar? Wajar banget. Bahkan di masa lalu, sahabat pun pernah merasakan. Saat itu sedang Rasulullah SAW sedang ada majelis, lalu sahabat berkata, bahwa jika bersama Rasulullah iman mereka sungguh kuat dan jika telah jauh dari Rasulullah seolah - olah mereka futur.  Karena Iman pada diri manusia itu ibarat gelombang, kadang naik kadang turun.  Dan itu sangat berpengaruh terhadap semangat ibadah kita. Saat iman kita sedang tinggi kita tentu akan semangat beribadah. Jangankan yang wajib, yang sunnah pun dilibas habis.  Namun saat iman kita turun, satu persatu sunnah kita tinggalkan. Awalnya Qiyamul lain, kemudian dhuha kemudian dan seterusnya hingga tersisa y

Hari Pendidikan Nasional

Berbeda dari biasanya, hari pendidikan nasional kita peringati dalam hening. Tak ada upacara bendera, khusyuk doa dan syukur, juga keriangan guru yang berkumpul dalam rasa senasib sepenanggungan. Hari pendidikan nasional kali ini kita peringati dari dalam rumah kita masing-masing. Sungguh tak disangka, virus covid19 membuat kita "dipaksa"   untuk berbeda dari sebelumnya. Bahkan harus berubah dari sebelumnya. Jika bertahun-tahun lalu yang disebut pendidikan umumnya adalah persekolahan. Aktifitas pengajaran di sebuah ruangan yang umumnya berukuran 8m × 9 m dengan guru dan murid didalamnya. Hingga idiom tidak berpendidikan sama dengan tidak sekolah. Meskipun beberapa bagian masyarakat dan komunitas yang gelisah dengan sistem pendidikan mulai geliatnya mematahkan idiom tersebut. Dengan matra bahwa belajar dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja, menunjukan bahwa pendidikan tidak selalu bernama sekolah. Lalu istilah homeschooling, home education, unschooling d