Dan hari itu tiba, tepatnya tanggal 3 Agustus 2018. dengan pesawat Lion Air kita akan terbang dari bandara Aji Sulaiman Sepinggan Balikpapan menuju Juwata Tarakan di pukul 10.30 Wita lalu menuju Nunukan menyusul Abi yang terlebih dahulu tinggal ada disana. Meski yang akan disusul sedang tidak ada ditempat karena ada diklat di Jakarta.
Dari sebelum subuh kami sudah bersiap. Rasanya seperti tidak selesai - selesai bersimpun ini, masih ada saja yang terlewat. Padahal kami sudah berusaha seminimal mungkin membawa barang dari Balikpapan.
Setalah subuh sarapan sudah siap. Tante, art kami yang sudah puluhan tahun membersamai kami yang menyiapkan semua. Tante ini sudah seperti keluarga bagi kami. Huuu jadi melo harus meninggalkan tante, tapi dibawa juga nggak mungkin karena beliau punya keluarga.
Tetangga sebelah rumah yang dindingnya jadi satu dengan dinding rumah kami sudah menyimpan 2 mobilnya untuk mengantar kami. Keluarga Bude Pakde ini pun sudah selayaknya keluarga kami sendiri.
Tetangga depan rumah juga sudah siap mengantar kami.
Kami di blok ini memang saling akrab. Dan di blok ini juga yang paling lengkap penghuninya. Dari 4 rumah blok E, semua merupakan keluarga yang utuh.
Sebelum adzan dhuhur, pesawat yang kami tumpangi mendarat dengan mulus di bandara Juwata Tarakan. Satu-satunya Bandara Internasional di Propinsi Kalimantan Utara. Tidak terlalu besar, bahkan siang itu sepi. Jika Tarakan saja seperti ini, bagaimana dengan Nunukan nanti.
Cukup lama menunggu pesawat lanjutan ke Nunukan. Karena hanya ada satu penerbangan menuju Nunukan di pukul 16.15 Wita. Sembari menunggu, kami makan siang dan membersihkan badan, salah satu anak sedang mabuk atau masuk angin sejak dari Balikpapan. Beberapa kali muntah dan bajunya basah sehingga harus ganti baju di Bandara.
Akhirnya setelah sekian lama menunggu pesawat Xprees Air, sebuah pesawat berbadan kecil itu tiba. Baru kali ini kami naik pesawat kecil.
Tepat beberapa detik sebelum mendarat, bungsuku pun muntah. Duh rasanya, menyusul suami yang ternyata lagi nggak di tempat, membawa 4 anak yang 2 diantaranya mabuk udara. Bahkan setelah mendarat kami harus membersihkan badan si bungsu yang bawah karena muntahan di depan bangunan bandara yang belum jadi yang tidak ada toiletnya.
Bahkan terminal kedatangannya hanya sebuah bangunan kecil ukuran sekitar 8 X 10 meter.
Seru juga petualangan kita ini.
Syukur Alhamdulillah, sopir kantor sudah menunggu di depan dan barang -barang kami sudah beres masuk mobil.
Welcome Nunukan.
Dari sebelum subuh kami sudah bersiap. Rasanya seperti tidak selesai - selesai bersimpun ini, masih ada saja yang terlewat. Padahal kami sudah berusaha seminimal mungkin membawa barang dari Balikpapan.
Setalah subuh sarapan sudah siap. Tante, art kami yang sudah puluhan tahun membersamai kami yang menyiapkan semua. Tante ini sudah seperti keluarga bagi kami. Huuu jadi melo harus meninggalkan tante, tapi dibawa juga nggak mungkin karena beliau punya keluarga.
Tetangga sebelah rumah yang dindingnya jadi satu dengan dinding rumah kami sudah menyimpan 2 mobilnya untuk mengantar kami. Keluarga Bude Pakde ini pun sudah selayaknya keluarga kami sendiri.
Tetangga depan rumah juga sudah siap mengantar kami.
Kami di blok ini memang saling akrab. Dan di blok ini juga yang paling lengkap penghuninya. Dari 4 rumah blok E, semua merupakan keluarga yang utuh.
Sebelum adzan dhuhur, pesawat yang kami tumpangi mendarat dengan mulus di bandara Juwata Tarakan. Satu-satunya Bandara Internasional di Propinsi Kalimantan Utara. Tidak terlalu besar, bahkan siang itu sepi. Jika Tarakan saja seperti ini, bagaimana dengan Nunukan nanti.
Cukup lama menunggu pesawat lanjutan ke Nunukan. Karena hanya ada satu penerbangan menuju Nunukan di pukul 16.15 Wita. Sembari menunggu, kami makan siang dan membersihkan badan, salah satu anak sedang mabuk atau masuk angin sejak dari Balikpapan. Beberapa kali muntah dan bajunya basah sehingga harus ganti baju di Bandara.
Akhirnya setelah sekian lama menunggu pesawat Xprees Air, sebuah pesawat berbadan kecil itu tiba. Baru kali ini kami naik pesawat kecil.
Tepat beberapa detik sebelum mendarat, bungsuku pun muntah. Duh rasanya, menyusul suami yang ternyata lagi nggak di tempat, membawa 4 anak yang 2 diantaranya mabuk udara. Bahkan setelah mendarat kami harus membersihkan badan si bungsu yang bawah karena muntahan di depan bangunan bandara yang belum jadi yang tidak ada toiletnya.
Bahkan terminal kedatangannya hanya sebuah bangunan kecil ukuran sekitar 8 X 10 meter.
Seru juga petualangan kita ini.
Syukur Alhamdulillah, sopir kantor sudah menunggu di depan dan barang -barang kami sudah beres masuk mobil.
Welcome Nunukan.
Komentar
Posting Komentar