Di sebuah rimba raya. Di sudut sana tersiar khabar merebaknya wabah penyakit sejak berbulan lalu. Beritanya sudah sampai seantero rimba dan membuat penghuni rimba itu gempar. Begitu dahsyatnya wabah itu hingga korban terus berjatuhan. Dari hari ke hari pasien yang sakit terus bertambah, rumah sakit penuh dan tenaga kesehatan kewalahan. Wilayah rimba itu diisolasi. Namun masih ada beberapa yang sempat keluar dari wilayah itu.
Tak seberapa lama, di wilayah lain pun mulai terjangkit wabah serupa. Wilayah itu letaknya agak berdekatan memang. Lalu wabah itu mengenai, bahkan lebih banyak lagi korban yang berjatuhan.
Kemudian semakin hari semakin banyak wilayah yang terpapar penyakit di jagad rimba itu.
Hingga ada suatu wilayah yang pemangku adat dan pimpinan wilayahnya anteng saja. Katanya wabah itu jauh di sono, nggak akan sampai ke wilayah kita. Begitu mereka selalu bilang. Ditambah lagi, penduduk wilayah kita tahan penyakit, lha wong segala rupa dimakan dan tahan saja. Makanan dipingir jalan yang dihinggapi lalat atau terpapar debu dan polisi aja tetap laris manis. Cukup konsumsi jamu dan empon-empon, kuat sudah. Apalagi yang biasa makan rawon dan nasi padang, dijamin bablas penyakitnya. Begitu katanya.
Makanya penduduk wilayah ini yang tenang saja, sudah ada jaminan dari menteri kesehatan wilayah ini. Meski ada juga yang mikir lalu merasa cemas andai wabah itu sampai juga ke wilayahnya.
Tak seberapa lama, ditemukan satu warga positif terkena wabah itu, kemudian semakin hari semakin bertambah. Banyak.
Salah seorang pemimpin daerah di wilayah itu mengambil upaya menekan penyebaran wabah. Sementara pemimpin tertinggi dan anak buahnya sudah terlebih dahulu mengunci diri dirumah. Mereka harus terlindungi karena di tangan mereka roda pemerintahan wilayah itu dijalankan. Sebagian warga bertanya juga sih... Kok pemimpin wilayah seperti tak bekerja dan bertanggung jawab gitu.
Ditunggu sekian lama hingga wabah itu terus menyebar, eh nggak ada juga tindakan yang signifikan dari pemimpin tertinggi wilayah.
Lalu tiba-tiba muncul membawa solusi katanya. Wilayah ini tidak mungkin di lockdown. Satu-satunya solusi adalah dengan herd immunity, yaitu membiarkan wabah ini menjangkiti rakyat hingga semua rakyat kena dan nanti akan mempunyai kekebalan terhadap penyakit ini. Untuk memperkecil korban kematian, wabah ini diharapkan menyerang yang muda dan kuat saja. Yang tua dan beresiko mempunyai penyakit bawaan harus diam dirumah agar terhindar dari wabah ini. Emang wajahnya bisa pilih -pilih.
Jadi semacam seleksi alam gitu, yang kuat akan bertahan hidup dan yang lemah akan kalah... Ngeri.
Andai, ketika wabah itu masih jauh, wilayah itu tidak mengampangkan, menganggap enteng bahkan percaya diri tidak akan terpapar sampai wilayahnya, mungkin tidak demikian ceritanya.
Andai sejak awal bersiap dan tanggap, mengedukasi warganya bagaikan menghadapi wabah ini, menyediakan sarana kesehatan yang mencukupi, menyiapkan tenaga medis dan alat perlindungan diri (adp) buat tenaga medis dalam jumlah yang melimpah, juga pos-pos aduan yang mudah dijangkau serta mengadakan pemeriksaan gratis bagi warga yang membutuhkan.
Andai semua warga sadar untuk tidak keluar rumah saat wabah mulai menjangkiti wilayah itu.
Andai pemimpin wilayah itu menyiapkan logistik jika sewaktu - waktu harus lockdown agar penyebaran wabah tidak semakin banyak.
Andai anggaran disiapkan sedemikan rupa sehingga siap dengan kondisi yang terus memburuk akibat wabah itu.
Ah andai.
Sekarang sudah terlambat
Wabah semakin ganas menyebar hingga ujung wilayah.
Semoga warga dikuatkan, dan mendapat pertolongan dari Yang Maha Kuasa.
Komentar
Posting Komentar