Langsung ke konten utama

Sejarah Belum Berakhir

Sepengal kalimat pendek sahabatku ini sungguh menginspirasiku. 
"......sejarah kita belum usai. "
Kalimat pendek ini setidaknya sedikit membuatku tidak reaktif menanggapi atau mengomentari sebuah peristiwa atau kejadian terutama yang sedang viral. 

Apalagi, beberapa pengalaman hidup mengajarkan bahwa, selagi hayat kita belum berakhir, sejarah masih kita ukir. Seperti apa akhir sejarah hidup kita. Sungguh tak satupun yang tahu. 
Selagi kita masih mengumpulkan kepingan-kepingan sejarah kita, Berhati-hatilah dalam mengomentari sejarah orang lain. Berhati-hatilah dalam bersikap. Bisa jadi seseorang yang dimasa lalunya punya sejarah kelam, pada akhirnya mengukir sejarah gilang gemilang, pun sebaliknya. 

Dulu, disaat Ibu - Bapakku masih hidup dalam kesusahan, Allah menguji dengan meninggalnya simbah kakung. Lalu Bapak pergi ke tetangga yang mempunyai toko kelontong terlengkap salah satunya juga menyediakan perlengkapan fardu kifayah. Saat mengutarakan hendak meminjam dulu sungguh jawaban tak terduga yang diterima. "Mau bayar pakai apa? "
Padahal Bapak - Ibu bekerja sebagai PNS, setidaknya ada gaji yang bisa dijaminkan. 
Qodarullah, kekayaan yang berlimpah itu habis. Dimasa tuanya hidup terlunta-lunta bahkan sering datang ke rumah meminta sedekah. 

Di masa yang lain. Ketika adik ke 3 lulus SMA dan tidak jadi mengikuti SPMB disebabkan sudah lulus PMDK di Institut Pertanian Bogor. Biasalah, di sekolah tempat mengajarnya ,Ibu mendapat pertanyaan melanjutkan dimana anaknya? Lalu ibu bercerita sesuai yang ditanyakan. Salah seorangnya berkomentar seperti ini, " Sayang banget tidak ikut UMPTN, kalau cuma sekolah pertanian apalagi saat ini sudah nggak ngetren lagi. Mau jadi apa nanti, kalau lulus juga akan susah cari kerja. Kalau anakku tak suruh ikut test aja lagi. Buat apa sekolah yang nggak ada prospek. "

Dan ibuku beliau hanya menanggapinya dengan senyum. 
Qodarullah, ketika anak Ibu yang berkomentar itu lulus SMA, boro-boro lulus SPMB, lulus kuliah saja kagak, bahkan menghamili anak gadis orang sebelum selesai kuliah. Lalu mereka menikah karena keadaan hingga lahir seorang putri dan akhirnya berpisah juga. 

Dilain waktu, seorang teman Ibuku yang lain berkomentar, " Bu, nanti diantara 4 anak Ibu mbak S ( saya maksudnya) yang paling susah hidupnya, paling miskin diantara yang lainnya. "
Duh.... 
Ini orang kok sok tahu banget sih. 
Memang dari ke 4 anak Ibuku, aku hanya guru di sekolah swasta dibanding adik-adikku yang bekerja di BUMN, perusahaan asing dan ASN kementrian PU. Tapi aku tidak merasa miskin bahkan lebih dari cukup. Meski dalam keluarga kami mempunyai definisi tersendiri dalam memandang kekayaan. 
Hingga suatu saat, orang itu terbengong ketika melihatku sering berada dirumah. 
Saat itu, ibuku mulai sakit-sakitan, jadi aku sering bolak -balik Balikpapan - Surabaya menuju kampung halaman mememani ibu yang sakit. 
Lalu saat tinggal di Nunukan juga masih sering pulang kampung nengok Ibu juga anak-anak yang mondok di Jawa. 
Rasanya pengen ngomong ke orang itu  makanya jangan sok tahu hidup orang. 
Tapi pasti nggak beradab kan, lagian beliau juga teman ibuku dan usianya juga lebih senior. 

Hidup kita adalah sebuah perjalanan panjang yang kedepannya belum kita ketahui seperti apa. Memang kita bisa merencanakan ingin seperti apa kehidupan kita di dunia ini, tapi sesugguhnya dibalik rencana-rencana kita ada kekuatan yang lebih kuasa menentukan yaitu Allah SWT. 
Manusia hanya punya ruang untuk berikhtiar semaksimal mungkin, selanjutnya urusan Allah. 

Jika kehidupan kita sendiri saja tidak mampu kita pastikan, apalagi kehidupan orang lain. Maka sungguh tak layak kita menghakimi, bahwa seseorang seperti ini dan itu. Baginya masih terbuka kesempatan untuk berubah sesuai dengan ikhtiarnya dan ketetapan Allah. 

Yap, sejarah belum berakhir selagi ajal belum tiba. Seseorang yang pada awalnya buruk masih terbuka kesempatan menjadi baik. Dan seseorang yang baik, tidak menutup kemungkinan berakhir buruk dalam hidupnya.. 
Dan kehidupan seseorang itu dilihat bagaimana akhirnya. Baik jika ia berakhir dengan baik atau husnul khotimah. Dan buruk jika dia berakhir dengan keburukan atau su'ul khotimah. 
Jangan pernah jadi hakim atas kehidupan seseorang. 





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film Pendek Tilik : Antara Tradisi dan Literasi Digital

Sumber : IG ravacanafilm Beberapa hari ini mulai trending film pendek " Tilik ". Film yang sebernarnya sudah di produksi pada tahun 2018 ini sudah ditonton 1,8 juta kali, disukai oleh 144 ribu dan subscriber chanel ini langsung melonjak pernah hari ini menjadi 6,4 ribu. Film pendek garapan Ravacana bekerja sama dengan dinas kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta ini telah beberapa kali ikut festival diantaranya : Winner piala maya tahun 2018 sebagai film pendek terpilih Official selection Jogja -Netpac Asian festival 2018 Official selection word cinema Amsterdam 2019 Film ini mengunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya dengan dilengkapi teks berbahasa Indonesia.  Dan salah satu daya tariknya adalah dialog -dialog berbahasa Jawa yang sangat akrab bagi masyarakat Jawa. Terlebih bagi orang Jawa yang merantau, tentu dialog dalam film ini sedikit mengobati kangen kampung halaman.  Setting tempat dan suasana yang kental dengan nuansa...

Lembah Long Ba : Lelaki Berkalung Siung Harimau

Part 3. Lelaki Berkalung Siung Harimau Auuuugh… ! Aku ambruk tanpa sempat menggapai apapun untuk menahan berat badanku. Rasa sakit segera menjalar ketika tubuhku menimpa benda yang ada di bawahku. Sialnya malam begitu gulita benar. "Pak Tegar… . " Suara Simpai terdengar. Aku berusaha bangkit setelah sedikit menguasai keadaan. Rupanya meja yang kutabrak barusan. Mengapa berada tepat di depan pintu kamar, padahal tadinya kuletakkan dekat pintu keluar? "Kenapa mejanya jadi ada disini? " tanyaku pada Simpai. "Eh iya, maaf Pak. Saya geser meja biar tempat buat tidur jadi lebih luas. Juga biar gampang kalau harus keluar rumah, " jawab Simpai sambil menyalakan lentera. "Bapak ada yang luka? " "Sudah, nggak apa-apa. Geser sedikit ke samping pintu kan bisa, " jawabku lalu beranjak balik ke kamar. "Jangan lupa, matikan lagi lenteranya, takut jatuh dan jadi kebakaran. " Malam pun berlalu dengan tenang, tapi bukan tak terjadi apa - apa. ...

Sastra dan Pelajaran Favorit di Sekolah

Buku-buku sastra akan jadi bacaan di sekolah, demikian reaksi para pengiat literasi ketika membaca berita bahwa sastra akan masuk kurikulum. Dalam rangka mengimplementasikan kurikulum merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong pemanfaatan sastra sebagai sumber belajar. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Standar Badan Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo dalam peringatan Hari Buku Nasional 2024. Karya sastra akan menjadi salah satu sumber belajar yang diharapkan dapat meningkatkan minat baca, mendorong berpikir kritis, dan mengasah kreatifitas. Jadi kebayang kan novel-novel sastra jadi bacaan siswa di sekolah. Ikut senang dengar berita ini, meski tak luput dari kritik dan kekurangan sih. Baru-baru ini seorang Budayawan, Nirwan Dewanto membuat surat terbuka yang intinya keberatan dengan buku panduan sastra masuk kurikulum. Termasuk buku puisinya yang dijadikan rujukan, dan masuk daftar bacaan atau buku-buku yang direkomendasi...