Suatu aktivitas yang panjang dan memerlukan konsistensi tidak akan berhasil tanpa adanya persiapan. Demikian juga dengan keinginan untuk menulis sepanjang tahun yang difasilitasi oleh Kelas Menulis Ibu Profesional (KLIP). Meski sudah bergabung dengan KLIP selama dua tahun dan konsisten menulis sepanjang tahun, kadang masih dilanda jenuh, bahkan galau juga munculnya rasa insecure.
Beruntung tahun ini KLIP memberi kejutan yang luar biasa, keren banget deh pokoknya. Kalau di tahun lalu begitu masuk KLIP langsung tancap gas menulis dan setoran bahkan dapat badge outstanding beberapa kali, di tahun ini KLIP menghadirkan kelas persiapan yang narasumber dan materinya… luar biasa. Serasa menemukan jawaban dari semua rasa yang tersimpan di sudut hati paling dalam bahwa rasa minder, membandingkan diri dengan orang lain yang ujungnya tetap merasa seperti kebanting.
Menemukan Mutiara di Kelas Persiapan
Kelas persiapan part satu yang diisi langsung oleh founding mother Ibu Profesional, Ibu Septi Peni Wulandani ini ibarat penyelam di kedalaman laut dan menemukan mutiara yang berkilauan. Materinya dalam banget, langsung menukik ke relung kalbu, hingga sebuah pertanyaan besar, Siapakah aku? Menemukan jawabnya.
Bu Septi mengajak teman-teman KLIP mengenal diri terlebih dahulu sebelum memulai pekerjaan yang membutuhkan konsistensi. Harus tahu jati dirinya dulu sehingga tidak mudah terombang ambing karena tahu standar dan ukuran diri sendiri. Ibarat jalan kaki dalam menempuh perjalanan jauh, nggak akan nyaman mengunakan ukuran sepatu orang lain kan ya. Iya kalau kesempitan, kan kaki bisa lecet dan kalau kebesaran, wah nggak nyampe-nyampe tuh jalannya karena kedombrangan. Paling nyaman dan membahagiakan tentunya berjalan dengan ukuran sepatu yang paling pas dengan kaki kita. Demikian juga menulis, yang paling tahu, arah dan tujuan serta terget-targetnya ya kita sendiri.
Setelah tahu jati diri, kita juga harus mandiri, tidak bergantung pada siapapun selain Allah. Dengan begini kita jadi percaya diri atau pede, nggak perlu risau dengan bentuk tulisan kita, pede aja lagi.
Orang yang mandiri dan percaya diri akan berdaulat penuh atas dirinya sendiri. Kita akan sadar dan yakin dengan keputusan yang kita buat, tidak baper dengan komentar orang lain. Di bagian ini tuh favorit banget.
Arti Menulis bagiku
Menulis bagiku adalah bersenang-senang. Meredakan isi kepala yang riuh berkelindan. Setelah seharian, dengan aneka aktivitas dan kesibukan. Akan menutup malam dengan ringan ketika selesai menuliskan kejadian. Kadang juga emosi yang tak tertahan hingga butuh ruang untuk menumpahkan.
Iya secukupnya itu, bagiku apresiasi kalau ada adalah kesyukuran. Nggak ada bukan masalah.
Menulis bagiku adalah kesenangan, dengan tema apa saja yang menempel pada ingatan. Tema yang ditentukan tak masalah juga, tapi tetap aku memilih yang aku bisa dan menyenangkan. Kalau dipaksa, kadang bisa juga, tapi akan hadir tanpa kesan.
Aku ikut lomba, setelah segala upaya, bisa sumit tepat waktu itu melegakan. Setelah itu lupakan. Tak jadi soal, menang atau tidak. Bahagia jika bisa memenuhi komitmen.
Makanya dari berbagai lomba, aku tetap pilih-pilih tema. Kalau menyangkut pinjaman atau riba aku mundur duluan. Begitu juga tema yang tak aku kuasi, pasti nggak akan kukerjakan. Makanya kalau sudah ngomongin cuan, aku melipir duluan.
Menulis bagiku hanya untuk bersenang-senang. Tak ada target harus terpampang di media dan menghasilkan uang. Dibaca orang atau tidak bagiku tetap menyenangkan. Menulis untuk diposting pada blog atau terkunci di google dokumen tetap sama-sama membahagiakan.
Meski hanya untuk bersenang-senang, aku tetap berusaha untuk konsisten dan terus belajar menjadi lebih baik lagi. Sekali lagi bukan untuk apresiasi atau menghasilkan uang, tapi bersungguh-sungguh dengan apa yang dikerjakan. Prinsip dari Ibu Profesional bahwa rezeki itu pasti, kemuliaan lah yang dicari itu nempel benar. Dan aku percaya. Sesuatu yang sudah dikerjakan dengan kesungguhan akan memberi hasil dan kebaikan, bukankah rezeki tidak melulu soal uang. Mendapat teman di komunitas kepenulisan, bisa berbagi dan melayani, diminta mengisi bincang kepenulisan, diajak ngomong literasi atau diminta menjadi juri itu rezeki juga kan.
Jadi bicara cuan sudah bukan masanya lagi. Terlebih di usia yang menjelang lima puluhan. Bicara kerja yang menghasilkan uang sudah sudah pernah kulakukan di sepanjang setengah usiaku sekarang.
Bukan nggak butuh, hanya tidak menjadi prioritas. Bukan mengecilkan arti uang, ah hanya 25 ribu, 75 ribu, 100 ribuan doang. Bukan, ada yang lebih prioritas dari sekedar uang. Terlebih ibarat air laut, kini sudah saatnya melewati masa memandang indahnya dari kejauhan atau menyentuh sekedar merasakan. Tak perlu meminumnya, karena air laut itu semakin diminum semakin membuat kehausan.
Komentar
Posting Komentar