Langsung ke konten utama

The Big Why Blogging Ala Tami


 The Big Why Blogging Ala Tami


Assalamualaikum sahabat Bunda Tami  ….

Bahagia bisa berada di kelas blogspedia coaching mbak Marita Ningtyas, itu seperti menemukan es kelapa di kala siang terik sehabis seharian beraktivitas di luar rumah. Terbayang kan segernya. Yup kelas ini seger banget, whatsapp grupnya aja nggak pernah sepi, ada materi - materi yang menarik juga tugas-tugas yang menantang.


Maka ketika mendapat tugas membuat essay tentang big why ngeblog mata ini langsung berbinar, terlebih ketika tugas pemanasan kemarin meski sudah semangat empat lima mengerjakan sehari sebelum dateline tapi ternyata tidak terkirim akibat nggak teliti itu rasanya, antara kesel, nyesel dan sedih gitu.


Dan sejak detik itu juga, langsung berdiri tegak dan berikrar "Aku harus mengerjakan tugas tepat waktu dan memastikan diserahkan serta terkirim".


Perkenalanku Dengan Blog


Aku mengenal blog ini sejak tahun 2009, setelah mengikuti workshop multimedia yang diselenggarakan oleh sebuah penerbitan besar di kota tempat tinggalku. Sepulang dari acara itu mendapat hadiah majalah CHIP edisi spesial blogging yang didalamnya membahas tentang blogging.


Seneng dong, satu - satunya yang mendapat hadiah dari acara itu. Selepas itu langsung senep, berulang kali dibaca tetep aja nggak paham apa itu blog? Duh…!

Harap maklum ya, generasi X ini yang komputernya aja masih pakai disket dan aplikasinya masih WS dan Lotus, itu pun gaptek pula. Boro-boro bisa ngeblog.


Tapi tak boleh menyerah dong, lalu bertanya-lah pada adik kesayangan yang alumni teknik informatika itu, pelan-pelan dibimbing hingga bisa membuat blog. Yeee…bisa.

Sukses dong. Nggak … ! Blog itu menganggur bertahun lamanya. Sampai pada tahun 2017 ketika bergabung dalam komunitas ibu profesional yang tugas-tugasnya dikumpul dalam sebuah blog. Dan membuat blog baru lagi, tapi dasarnya pelupa, blog baru ini ingat alamat emailnya tapi passwordnya lupa hingga sekarang.


Karena dibuat untuk mengerjakan tugas kuliah IIP, ya isinya seputar nice homework dan jurnal belajar doang. Selain itu nggak ada. Kebayang kan, saat jeda waktu kuliah ya blog itu kembali kosong.


Lalu di awal tahun lalu mencoba ikut KLIP ( Klub Literasi Ibu Profesional), di KLIP ini kita tertantang untuk menulis setiap hari selama tiga puluh hari jika ingin mendapatkan badge outstanding. Meski badge bukan satu-satunya tujuan sih, strong whynya ya belajar konsisten menulis. Yeee..., beberapa bulan bisa menulis full tiga puluh hari itu suatu prestasi yang harus dihargai (*menghargai diri sendiri boleh dong.

Dari sinilah blog kedua dibuat. Masih sederhana banget, karena banyak hal terkait blog yang belum aku kuasai. (*Lelet sih belajarnya…


Sementara teman-teman di KLIP wow keren-keren, banyak diantaranya yang blogger profesional, penulis buku best seller, novelis, kompasiana, dan banyak lagi. Duh jadi makin ngeper aja deh, nggak berani setor link tulisan di whatsapp grup, beraninya hanya setor di google form doang sambil mbatin, "Kapan aku punya blog keren gitu hingga percaya diri buat membagi link".


Alasan Menulis di Blog Ala Aku


Perjalanan panjangku menuju dunia blogging ternyata hanya jalan di tempat, nggak bergerak maju. Dan setelah membaca materi perdana tentang "Adab Blogging" disitu aku merasa harus bener-bener meluruskan niat dan memperkuat the big why. Bener dah, tugas pertama ini memerlukan perenungan yang dalam dan penerawangan yang terang (*Ais… !


Baiklah, sebenarnya apa sih Bun alasan terbesarmu ingin ngeblog?


Jejak Kenangan dan Wasiat buat Anak-anak


Aku jadi ingat perkataan alm. Bapak dulu pada kami anak-anaknya, " Nduk, Bapak tidak bisa meninggalkan harta sebagai warisan tapi ilmu dengan mendidik kalian sebaik mungkin."


Benar saja, keluarga sederhana kami penuh dengan ilmu dan nasehat-nasehat Bapak. Nasehat yang berharga meski hanya tersimpan dalam kepala kami berempat anak-anaknya. Kadang saat kami ngobrol via video call, kami saling mengingatkan nasehat itu. Sayang memori yang terbatas menyebabkan banyak hal yang terlupa.


Nah, dengan membuat blog, aku ingin menggoreskan kenangan sebagai wasiat kepada anak-anak kelak.


Tempat Berbagi Ilmu


Dalam ajaran agama kami, salah satu amal yang pahalanya terus mengalir hingga ajal usai adalah ilmu yang bermanfaat. Di kalangan sahabat ada Utsman bin Affan yang berinisiatif membukukan Al Qur'an hingga dikenal dengan adanya mushaf Utsman.

Bahkan ulama-ulama besar dikenang karena karyanya yang selalu digunakan sebagai rujukan, contoh saja, Imam Syafii dengan kitab fenomenalnya Al Umm, Imam Malik dengan karya besarnya kitab Al Muwathatha.

Apakah ulama hanya mereka? Tentu tidak, bisa jadi banyak ulama besar dan hebat seangkatan mereka, tapi mereka menorehkan karya besar hingga tetap dikenang sampai akhir zaman.


Aku? Tentu bukan orang hebat dengan ilmu yang mumpuni. Meski sedikit dan cetek, setidaknya dengan blog ini aku bisa membagi ilmu yang kupelajari atau buku yang kubaca. Siapa tahu kelak di kemudian hari, Allah mengerakkan orang yang membacanya menjadi lebih baik, tentu itu suatu kebaikan yang tak terputus pahalanya.


Sarana Mengekspresikan Diri


Pada teori kebutuhan Maslow, setelah kebutuhan dasar terpenuhi, manusia akan mencari pemenuhan kebutuhan yang lain, hingga puncaknya adalah pemenuhan kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri.


Begitulah, setelah resign dari mengajar yang sudah delapan belas tahun dilakoni, kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri beralih pada menulis. Medsos seperti facebook dan instagram sudah tak cukup lagi menampung tulisan - tulisanku (*cieee. Butuh ruang yang lebih luas lagi, dan rasanya blog adalah wadah yang tepat.


Wadah Untuk Konsisten Menulis


Menulis sendiri merupakan hobby lama yang nyaris terlupakan. Ya, karena sempat vakum tak terhitung lagi berapa lamanya, terutama sejak ada anak-anak. Padahal kisah anak-anak sendiri merupakan cerita panjang yang jika dibukukan minimal ada tujuh buku.


Pada akhirnya titik-titik itu mulai menunjukkan bentuknya, berawal dari kuliah di IIP lanjut ikut relawan literasi, lalu bergabung dengan beberapa komunitas menulis akhirnya mulai tumbuh rasa percaya diri serta habit menulis. Dan ini butuh wadah, agar habit ini tetap terpelihara dan terus terasah.


Menjadi Blogger Profesional


Di akhir semua alasan buat ngeblog, terselip keinginan menjadi blogger profesional. Wow  … ! Boleh dong bercita-cita.

Jadi ingat nasehat Ibu. Septi Peni Wulandani founder Ibu profesional :

"Be Professional, rezeki will follow"

Jadilah profesional maka rezeki akan mengikuti.


UUD dong, ujung-ujungnya duit. Eeits… rezeki itu bukan melulu duit, sist  … ! Meski kalau dapat seneng juga sih, ya nggak? Seneng dong! Kemarin menang lomba menulis resensi karya sastra aja seneng banget, meski nggak menampik besarannya nominal hadiah itu. Tapi itu bukan motivasi utama. Terlebih di usia segini ini, keinginan terhadap dunia itu sudah harus mulai disingkirkan perlahan.


The big why sudah, apakah semua akan berjalan lancar? Harapannya sih iya. Karena ketika big why itu menjadi pijakan dasar dan kuat, maka apapun hambatan dan rintangan bisa diatasi meski berdarah-darah.


Selama ini apa sih hambatannya?


Management Waktu Yang Belum Ideal


Klasik banget ya. Sebagai orang yang bahasa bakat dominannya disipline yaitu senang pada keteraturan, punya jadwal yang ketat, segala sesuatunya harus berjalan seperti harapan, tak mudah beradaptasi, perubahan mendadak selalu menjadi kendala dan butuh waktu untuk beradaptasi, maka saat-saat seperti ini adalah tantangan banget. Dalam dua tahun ini, aku harus mengalami dua kali perubahan besar yaitu berpindah kota.


Dua tahun lalu moving dari bekerja di ranah publik ke ranah domestik, lalu melepas asisten rumah tangga, belajar ngurus rumah di kota nan jauh di ujung utara pulau Borneo. Dan sepekan lalu, harus kembali mengalami perubahan, pindah ke kota di sentral Kalimantan Timur.  Kembali belajar beradaptasi lagi, mengatur rumah lagi dan banyak hal.


Ide dan Mood Yang Tak Kenal Waktu


Sudah jamak rasanya, jika si ide ini bisa tiba-tiba datang pergi sesuka hati. Saat lagi sibuk dengan urusan rumah tangga, eh si ide cling datang, giliran sudah ada waktu dan tenaga eh si ide menghilang.

Begitu juga dengan mood menulis, lagi mood banget tapi banyak yang antri untuk dipegang. Pas waktu luang, moodnya hilang.


Trus, gimana dong mengatasi hambatan ini?


Membiasakan diri mempunyai waktu khusus untuk menulis.


Jika menulis menunggu datangnya ide dan mood, maka lupakanlah cita-cita menjadi penulis dan blogger. Yang harus dilakukan adalah membiasakan diri menulis di waktu khusus meski ide belum nongol dan mood masih belum bisa diajak kompromi. Kalau mentok ya, tulis sedapatnya, meski hanya sebaris kalimat pendek.


Ketika ide nongol di waktu sibuk, usahakan tulis dulu di kertas atau buku yang nanti bisa dilanjutkan saat waktu menulis tiba.


Mengenai waktu khusus ini, tiap orang beda-beda ya. Ada yang suka menulis di malam hari, ada juga Demikian di siang hari atau ada yang lancar ketika menulis pada dini hari.

Kalau aku, suka di malam hari sebelum tidur.


Mengikuti pembagian waktu dalam surat An Naba aja, dijadikan siang untuk bekerja dan malammu untuk istirahat. Siang hari adalah waktu untuk kerja fisik mengurus rumah tangga dan menjadi fasilitator homeschooling anak-anak. Malam hari saatnya fisik istirahat , setelah makan malam, tilawah dan menulis. Dini hari adalah waktu khusus untuk beribadah sebelum lanjut pada aktivitas fisik lagi.


Memperbaiki Manajemen Waktu


Ini suatu keharusan, kalau tidak bisa amburadul segala urusan dan mood bisa ambyar.

Membiasakan diri mempunyai jadwal, mempunyai skala prioritas dan membuat to do list tiap hari sangat membantu mengatur waktu.

Ayo mulai lagi ya Bun!


Demikian the big why blogging dan upaya menghadapi tantangannya versi aku, gimana? Sudah menambah semangat? Harus dong!

Terus berkarya dan selamat menjadi lebih baik lagi!


***


Jumlah kata minus judul : 1432

















Komentar

  1. Hihihi jumlah katanya sampai ditulis lo di bawah. Semangat mbak Tami... padahal tulisannya udah keren lo, masa nggak berani bagi ke WAG KLIP sih? Cuzz bagilah biar bisa dapat banyak komen dan masukan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. MasyaAllah, dicoment suhu... Jingrak-jingrak ini.
      Eh iya, buat tugas aja kok mbak, ntar dihapus yang bagian jumlah kata. Terima kasih banyak, mohon bimbingan.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga, Tak Sekedar Ikatan Nasab

Gerimis kecil pagi itu tak menghalangiku duduk di boncengan motor pak suami. Meski di kota sedang tidak hujan deras, namun hujan di hulu sana, membuat Sungai Karangmumus meluap sehingga menyebabkan banjir sepanjang daerah aliran sungai itu. Titik terparah ada mulai dari depan Mall Lembuswana sampai Pasar Segiri. Setelah menerobos banjir dan mencari celah genangan yang tidak dalam pada gang-gang kecil sampai juga di kantor pak suami. Malam sebelum pak suami mengirim pesan bahwa pagi ini akan pergi dinas ke Balikpapan. Bak pucuk dicita ulam tiba, langsung aku menyatakan ingin ikut. Bagiku, ke Balikpapan adalah pulang kampung yang sebenarnya. Karena ada banyak " keluarga " di sana. Mengapa ada tanda petik pada kata keluarga? Mau tahu cerita selanjutnya? Oke, dilanjut ya. Keluarga seperti bukan keluarga Jadi sejak pandemi melanda negeri ini, ada dua kota yang begitu kurindukan. Pertama: Bojonegoro Di kota ini aku dilahirkan dan ibuku berada seorang diri tanpa anak kandung di sisi

Sekilas Tentang Sapardi Djoko Damono

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu." Ada yang ingat puisi karya siapakah ini? Sapardi Djoko Damono. Iya tepat sekali. Petikan puisi di atas adalah salah satu bait puisi yang romantis dan sangat terkenal, bahkan sering dikutip untuk undangan pernikahan, kalender, poster, dan banyak lagi.  Sastrawan yang produktif menghasilkan karya ini, sering mendapatkan penghargaan atas karyanya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Anugrah Habibie Award XVIII tahun 2016 pada bidang kebudayaan mengukuhkan namanya sebagai sastrawan terdepan masa kini. Pada tahun 2003, mendapat penghargaan Achmad Bakrie sementara Anugrah SEA Write Award yang telah lebih dahulu diraihnya. Biodata Sapardi Nama : Sapardi Djoko Damono Tempat tanggal lahir : Solo, 20 Maret 1940 Pekerjaan : Sastrawan, Guru Besar Tanggal Meninggal : 19 Juli 2020 Istri : Wardiningsih Anak : Rasti Suryandani dan Rizki Hendriko  Sekilas tentang kehi

Sastra dan Pelajaran Favorit di Sekolah

Buku-buku sastra akan jadi bacaan di sekolah, demikian reaksi para pengiat literasi ketika membaca berita bahwa sastra akan masuk kurikulum. Dalam rangka mengimplementasikan kurikulum merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong pemanfaatan sastra sebagai sumber belajar. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Standar Badan Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo dalam peringatan Hari Buku Nasional 2024. Karya sastra akan menjadi salah satu sumber belajar yang diharapkan dapat meningkatkan minat baca, mendorong berpikir kritis, dan mengasah kreatifitas. Jadi kebayang kan novel-novel sastra jadi bacaan siswa di sekolah. Ikut senang dengar berita ini, meski tak luput dari kritik dan kekurangan sih. Baru-baru ini seorang Budayawan, Nirwan Dewanto membuat surat terbuka yang intinya keberatan dengan buku panduan sastra masuk kurikulum. Termasuk buku puisinya yang dijadikan rujukan, dan masuk daftar bacaan atau buku-buku yang direkomendasi