Langsung ke konten utama

Suatu Sore Di Teras Rumah

Langkah Rum melambat ketika dari arah yang berlawanan dilihatnya Ari berjalan pelan dengan dua putrinya, Hilma si 6 tahun yang menggelendot manja pada lengan kanannya dan Hilwa batitanya dalam gendongan sebelah kiri. Seketika ada yang bergemuruh di dada Rum, detak jantungnya berpacu lebih cepat menimbulkan irama yang tak menentu.

Ingin berbalik arah, namun itu sangatlah lucu. Belok mencari jalan lain pun tak mungkin. Ini jalan utama di komplek perumahan ini, empat rumah di depan yang artinya harus berpapasan dengan Ari dan anak-anak nya baru ada belokan blok pertama. Setelah blok pertama di kiri jalan itu baru ada belokan lagi blok kedua dan rumah Rum ada di blok kedua itu.


Mau tak mau Rum harus tetap berjalan hingga berpapasan dengan Ari dan berdamai dengan hati yang berdebar tak karuan. Berkelebat lintasan pikirannya, saat berpapasan nanti. Menunduk saja pura - pura tak melihat, oh itu tak mungkin. Di jalan ini hanya ada mereka berdua ples dua anak kecil itu. Tersenyum tanpa kata atau menegur dengan mengucap salam, atau sedikit basa basi menanyakan akan kemana mereka. Aduh, belum terjadi saja sudah malu rasanya. Belum lagi saat itu dilakukan, ada orang lain yang melihatnya.


Sebagai tetangga, tentu saja Rum kenal baik dengan Ari. Terlebih Ari salah satu aktivis dan pengurus masjid di komplek perumahan ini. Demikian juga Rum, yang terlibat aktif dalam kegiatan masjid, seperti ta'lim pekanan atau kepanitiaan hari besar Islam. Meski masih muda dan pekerja kantoran, Ari masih punya waktu untuk menghidupkan masjid mereka dengan aneka kegiatan yang positif. Pergaulannya juga luwes, dengan para sesepuh pengurus masjid yang lain. Termasuk dengan ayah Rum.


Sebelumnya Rum tak secangung ini, tapi pembicaraan hangat tentang Ari yang sudah selayaknya menikah lagi setelah kepergian istrinya tiga bulan lalu itu membuat secercah harap. Dan itu yang membuatnya malu dalam diam.


" Lihat deh Rum, kerennya Mas Ari. Tambah keren ya kan sejak menduda..., "bisik Lusi saat pulang kajian ahad pagi pekan lalu. Rum hanya tersenyum samar. Ada gelombang yang menjalar dari hatinya dan membuat pipinya panas.


" Ih bener banget, lelaki semakin matang itu semakin menawan, "seru Putri menimpali.


" Nyamber aja si Putri ini, "balas Lusi. " Cocok kamu jadi selingkuhan. "


Dilain waktu, para ibu di komplek ini tak luput juga membicarakan. Seperti pagi itu saat belanja sayur pada Lek sayur yang berhenti di depan rumah Rum.


" Ya sudah waktunya tho, laki-laki kan ndak ada masa iddah-nya, " tutur bu RT yang ditanggapi riuh oleh ibu-ibu lain pagi itu di depan lapak Pak Lek sayur langganan.


"Iyo, bener kuwi. Meski baru hari ini dikubur dan malamnya nikah, bisa aja tho, " sahut Bu. Darto tetangga sebelah rumah Rum.


"Leres niku Bu. Masih hidup saja juga boleh kok. Ngeeh tho, " sahut Pak Lek sayur yang seketika mengubah roman muka para ibu menjadi masam.


"Karepe wong lanang ngono kuwi, " kata Bu RT sambil memukulkan seikat kangkung pada pundak Lek Sayur.

Dan ibu-ibu bubar pada waktunya.



***


Rum menghentikan motornya di depan dan masuk lewat pintu samping ketika dilihatnya Ari sedang berbincang dengan ayahnya di teras depan. Seketika beberapa pertanyaan berlarik di benaknya.

Ada apakah?


Saat sampai di dapur, terlihat ibunya sedang menyiapkan minuman dan memberi isyarat dengan mata agar Rum membawakannya ke depan.


"Ada apa Mas Ari kesini? " tanyanya

Ibunya hanya menjawab dengan senyum.


Belum sempat Rum keluar mengantar minuman, Ayahnya menyusul ke dapur.


"Rum, Mas Ari ingin bicara sama kamu Nduk, " seru Ayahnya.

"Ada apa ya Yah? " tanyanya.

"Ya, ngobrol aja sendiri sana biar jelas. "


Rum berjalan ke teras depan sambil mencengkram nampan kuat-kuat agar tak terlihat resonansi getaran hatinya.


" Ini Mas Ari, Rumnya. Monggo, ngobrol saja langsung, "seru Ayah membuka pembicaraan.


" Eh iya. Begini Dek Rum, saya ingin... , ee saya bermaksud memindahkan Hilma ke TK tempat Dek Rum mengajar sekalian Hilwa ke daycarenya. Kan di tempat dek Rum ada TK sekaligus Daycare ya? "


"Oh... Iya Mas. Ada, " jawab Rum singkat. Oo , jadi hanya untuk ini Mas Ari ke rumah, pikir Rum. Kirain mau apa. Kenapa nggak langsung ke sekolah aja.


"Hemm, sama satu lagi. Apakah Dek Rum bersedia?"


"Apa Mas  ... ? " tanya Rum spontan.


"Saya bermaksud, sekalian menitipkan Hilma dan Hilwa sama Dek Rum. Jadi pulang sekolah langsung dibawa ke rumah sini saja. Karena saya pulang kantor tak menentu jamnya. "


"Ya..ya..bisa...bisaaaa."



Dan selesailah pertemuan sore itu.


***



Catatan :


Iddah : masa tunggu ketika seorang perempuan bercerai mati atau hidup.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga, Tak Sekedar Ikatan Nasab

Gerimis kecil pagi itu tak menghalangiku duduk di boncengan motor pak suami. Meski di kota sedang tidak hujan deras, namun hujan di hulu sana, membuat Sungai Karangmumus meluap sehingga menyebabkan banjir sepanjang daerah aliran sungai itu. Titik terparah ada mulai dari depan Mall Lembuswana sampai Pasar Segiri. Setelah menerobos banjir dan mencari celah genangan yang tidak dalam pada gang-gang kecil sampai juga di kantor pak suami. Malam sebelum pak suami mengirim pesan bahwa pagi ini akan pergi dinas ke Balikpapan. Bak pucuk dicita ulam tiba, langsung aku menyatakan ingin ikut. Bagiku, ke Balikpapan adalah pulang kampung yang sebenarnya. Karena ada banyak " keluarga " di sana. Mengapa ada tanda petik pada kata keluarga? Mau tahu cerita selanjutnya? Oke, dilanjut ya. Keluarga seperti bukan keluarga Jadi sejak pandemi melanda negeri ini, ada dua kota yang begitu kurindukan. Pertama: Bojonegoro Di kota ini aku dilahirkan dan ibuku berada seorang diri tanpa anak kandung di sisi

Sekilas Tentang Sapardi Djoko Damono

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu." Ada yang ingat puisi karya siapakah ini? Sapardi Djoko Damono. Iya tepat sekali. Petikan puisi di atas adalah salah satu bait puisi yang romantis dan sangat terkenal, bahkan sering dikutip untuk undangan pernikahan, kalender, poster, dan banyak lagi.  Sastrawan yang produktif menghasilkan karya ini, sering mendapatkan penghargaan atas karyanya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Anugrah Habibie Award XVIII tahun 2016 pada bidang kebudayaan mengukuhkan namanya sebagai sastrawan terdepan masa kini. Pada tahun 2003, mendapat penghargaan Achmad Bakrie sementara Anugrah SEA Write Award yang telah lebih dahulu diraihnya. Biodata Sapardi Nama : Sapardi Djoko Damono Tempat tanggal lahir : Solo, 20 Maret 1940 Pekerjaan : Sastrawan, Guru Besar Tanggal Meninggal : 19 Juli 2020 Istri : Wardiningsih Anak : Rasti Suryandani dan Rizki Hendriko  Sekilas tentang kehi

Sastra dan Pelajaran Favorit di Sekolah

Buku-buku sastra akan jadi bacaan di sekolah, demikian reaksi para pengiat literasi ketika membaca berita bahwa sastra akan masuk kurikulum. Dalam rangka mengimplementasikan kurikulum merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong pemanfaatan sastra sebagai sumber belajar. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Standar Badan Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo dalam peringatan Hari Buku Nasional 2024. Karya sastra akan menjadi salah satu sumber belajar yang diharapkan dapat meningkatkan minat baca, mendorong berpikir kritis, dan mengasah kreatifitas. Jadi kebayang kan novel-novel sastra jadi bacaan siswa di sekolah. Ikut senang dengar berita ini, meski tak luput dari kritik dan kekurangan sih. Baru-baru ini seorang Budayawan, Nirwan Dewanto membuat surat terbuka yang intinya keberatan dengan buku panduan sastra masuk kurikulum. Termasuk buku puisinya yang dijadikan rujukan, dan masuk daftar bacaan atau buku-buku yang direkomendasi